220. HUTANG TERSEMBUNYI (Bagian B)Matanya melirik ke arah Mpok Lela, seolah tengah meminta bantuan. Dan Mpok Lela dengan sigap berdehem, aku penasaran dengan apa yang akan mereka sampaikan.“Begini, Neng… tapi sebelumnya kamu jangan marah, ya?” kata Mpok Lela padaku.Aku mengangguk dan menunggu apa yang akan mereka sampaikan, rasa penasaran yang besar membuat aku mengangguk menyetujui dan bersiap menerima apapun yang akan mereka katakan.“Sebenarnya, menantu Wak Nurma itu hutang beberapa potong baju pada Bu Saodah!” ujar Mpok Lela tegas.HAHHHH?“Dan dia juga hutang beberapa bungkus rokok, dan juga pulsa di sini!” ujar Mpok Lela lagi.APAAAA?“A—apa?” Kali ini aku yang tergagap, dan tidak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa ada kejadian seperti ini? Kak Nuri benar-benar keterlaluan.“Kapan, Mpok?” tanyaku geram.Gigiku terkatup rapat, merasa kesal luar biasa saat ini. Aku akan memberikan Kak Nuri pelajaran nanti.“Dari pertama dia datang ke sini, Neng. Pas Bapak sama Ibu Neng Ellen me
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas221. PERKARA BAKWAN (Bagian A)Aku langsung tersenyum dan dengan semangat mengambil minyak goreng ku, sambil berjalan menuju sepeda motor aku memikirkan rencana-rencana yang akan aku lakukan.Dan untuk ini, aku membutuhkan bantuan beberapa orang. Semoga saja mereka mau membantu, karena aku memang sudah tidak sanggup menanggung mereka di rumahku.Bisa gila aku jika lama-lama begini, menahan kekesalan di hati benar-benar tidak enak!Lihat saja kalian! Akan aku tunjukkan apa yang bisa aku lakukan!..~Aksara Ocean~Aku pulang ke rumah dengan menenteng satu buah minyak goreng kemasan, namun jujur saja, keinginanku untuk menggoreng adonan bakwan yang tadi sudah kubuat, pupus sudah.Tapi sayang juga kalau tidak aku eksekusi, apalagi Bang Galuh sangat menyukainya dan dia sendiri yang meminta tafi.Ah, aku jadi bimbang. Mau digoreng, aku malas. Mau dianggurkan begitu saja, aku merasa sayang.Setelah memarkir motor di halaman, aku langsung berjalan untu
222. PERKARA BAKWAN (Bagian B)Tapi aku sama sekali tidak ikut tertawa, aku menatap mereka dengan pandangan tajam dan juga sarat akan emosi yang meluap."Kenapa kalian berani-beraninya menyuruh suamiku? Hah?!" pekikku tidak terima.Enak saja! Aku bahkan tidak pernah menyuruh-nyuruh Bang Galuh untuk melakukan sesuatu, untuk membeli minyak ini saja aku tidak mau membangunkan Bang galuh yang sedang tidur dan lebih memilih ke warung mpok Lela sendiri.Jadi kalau aku saja tidak mau menyuruhnya, lalu kenapa mereka melakukan itu dengan seenak jidat? Sialan sekali! Aku benar-benar marah saat ini.Masalah hutang tadi aku masih bisa memendam dan menunggu kedatangan Bu Saodah dan juga Mpok Lela ke sini,tapi lain halnya dengan kasus ini. Aku tidak akan memaafkan mereka.Srekkkkk!Plak!Bakwan yang baru saja diambil oleh Kak Nuri aku tepis dengan emosi, kubawa sepiring bakwan itu ke dapur sambil diiringi oleh pekikan kesal milik Kak Nuri."Ellen!" Dia mengejar langkahku, bersama Bang Diky. Namun
223. PERKARA BAKWAN (Bagian C)"Kamu kenapa sih, Dek?" tanyanya lembut. "Kamu marah, Abang kasih bakwannya buat kak nuri dan Bang Diky? Toh, ini masih banyak," katanya dengan lebih lembut."Kenapa Abang bisa di dapur?" tanyaku lagi, tidak menggubris segala ucapan yang Bang Galuh lontarkan.Aku bisa mendengar langkah kaki yang hendak menjauh, tanpa berbalik aku langsung menghentikan mereka."Stop! Jangan berani kalian pergi dari sini!" kataku menggeram marah.Langkah kaki Kak Nuri dan Bang Diky terdengar berhenti total, dan aku kembali bertanya pada Bang Galuh."Kenapa Abang bisa ada di dapur?" tanyaku lagi."Kan, kamu yang suruh, Dek!" kata Bang Galuh heran. "Masak sekarang kamu marah-marah begini? Kenapa sih? Bakwannya nggak gosong, kok," ujar Bang Galuh lagi.Dia menunjukkan sepiring Bakwan lainnya, yang saat ini tengah ditiriskannya."Aku yang suruh? Kapan? Aku aja baru dari warung, Bang. Beli minyak goreng, supaya pas Abang bangun aku bisa goreng bakwannya!" kataku sambil menunjuk
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas224. DI LABRAK (Bagian A )“Assalamualaikum! Neng! Neng Ellen!”Kembali terdengar suara salam, kali ini milik Mpok Lela. Suaranya terdengar amat bersemangat dan juga tidak sabar, yah aku bisa mengerti sin, sembilan ratus ribu lebih hutang milik Kak Nuri dan juga Bang Diky.Jika diputarkannya lagi untuk modal, maka warungnya akan bertambah isinya. Namun karena kelicikan Kak Nuri serta Bang Diky, uang sebegitu banyaknya terendap lama dan tidak menghasilkan apapun.“Siapa yang datang, Dek?” tanya Bang Galuh heran.Dia menghampiri aku yang saat ini sedang berada di sisi lain meja makan, sedangkan Bang Diky dan Kak Nuri terlihat saling berpandangan. Sebagai orang baru di sini, jelas mereka belum hafal suara orang-orang yang ada di desa ini. Mungkin, jika mereka tahu kalau itu adalah suara Kak Nuri dan juga Wak Saodah, maka mereka akan kabur.Aku bisa jamin itu!“Siapa sih, yang di depan?” Tiba-tiba Wak Nurma muncul di dapur dengan wajah bantal, aku
225. DI LABRAK (Bagian B)“Siapa, Dek? Suaranya seperti Mpok Lela, deh,” kata Bang Galuh sambil maju menuju pintu.“A—APA?” Bang Diky tiba-tiba tersentak kaget. Dia langsung menghalangi gagang pintu dengan tubuhnya, agar Bang Galuh tidak bisa membukanya.“Kenapa, Bang?” tanya Bang Galuh tidak mengerti.Bang Diky kini ikut berkeringat dingin dan juga gemetar, dia bahkan tidak mampu menjawab apapun pertanyaan yang Bang Galuh lontarkan.“Neng! Neng Ellen! Buka!” Suara Mpok Lela kembali terdengar.Aku sudah greget sekali rasanya, makanya aku maju dan menyingkirkan tubuh Bang Diky ke samping. Dia memekik seperti anak gadis, saat aku mendorong tubuhnya.“Apa-apaan sih, kamu, Len?” tanyanya emosi.“Kalian yang apa-apaan? Orang bertamu kok, dihalang-halangi. Waras tidak, sih?” tanyaku ikut emosi. “Suami istri sama saja kelakuannya!” bentakku pada mereka.Memangnya dia saja yang bisa emosi? Aku juga bisa! Malah sangat mahir melakukannya! Aku segera membuka pintu, dan di depan sana sudah ada be
226. DI LABRAK (Bagian C)Namun, tidak berlaku pada keluarga Wak Nurma sih, sepertinya. Karena mereka terlihat nyaman-nyaman saja tuh, duduk di atas sana. Berlagak seperti raja, sedangkan kami adalah hamba sahayanya."Maaf ni, Bu Saodah, Mpok Lela, ada apa datang kemari? Kok barengan? Kompak sekali, sih …." Aku bertanya basa basi."Begini, Neng. Kami ke sini karena mau menagih hutang," ujar Mpok Lela langsung."Hutang siapa, Mpok?" tanyaku terkejut, pura-pura lebih tepatnya."Nah, terbuktikan! Gayamu saja yang mengatakan tidak berhutang, ini apa buktinya? Orangnya sendiri yang bilang kalau dia ke sini untuk menagih hutang!” sahut Wak Nura ketus.Aku memutar bola mataku dengan bosan, beliau terlalu banyak bicara. Aku heran kenapa dia tidak pernah mau repot-repot menyelidiki sesuatu terlebih dahulu, dan lebih suka menuduh tanpa bukti yang jelas.“Kak, kenapa sih, Kakak selalu memojokkan Ellen?” tanya Bulek Rosma ketus.“Ya karena dia ini terlalu sombong, masih kecil tapi sudah sok berku
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas227. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian A)“A—apa?” Wak Nurma bertanya histeris.“Iya, kami sudah memnaggil aparat desa dan juga sesepuh desa ke sini untuk mencari keluar akan masalah ini!” sahut Mpok Lela tegas.“Lagian, kalian itu bukan warga sini. Kalian pasti di usir dengan tidak terhormat dan juga dipermalukan. Syukur-syukur tidak ada yang merekam, kalau ada yang merekam kalian, maka habislah! Satu indonesia bisa tahu kalau kalian suka berhutang dan tidak mau membayar!” Bu Saodah menjelaskan konsekuensi yang akan mereka terima.Tak ayal wajah ketiga orang di sana semakin memucat, putih, seperti kapas. Aku bahkan menyangka, kalau tidak ada aliran darah yang mengalir ke wajah mereka saat ini.“Tahu lah ya, kejamnya jejek digital bagaimana. Anak dan cucu kalian pasti akan malu, dan tidak mau bergaul dengan lingkungannya lagi. Yah, yang lebih parah bisa bunuh diri karena malu mempunyai orang tua dan juga nenek seperti kalian!” ujar Mpok Lela