Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas224. DI LABRAK (Bagian A )“Assalamualaikum! Neng! Neng Ellen!”Kembali terdengar suara salam, kali ini milik Mpok Lela. Suaranya terdengar amat bersemangat dan juga tidak sabar, yah aku bisa mengerti sin, sembilan ratus ribu lebih hutang milik Kak Nuri dan juga Bang Diky.Jika diputarkannya lagi untuk modal, maka warungnya akan bertambah isinya. Namun karena kelicikan Kak Nuri serta Bang Diky, uang sebegitu banyaknya terendap lama dan tidak menghasilkan apapun.“Siapa yang datang, Dek?” tanya Bang Galuh heran.Dia menghampiri aku yang saat ini sedang berada di sisi lain meja makan, sedangkan Bang Diky dan Kak Nuri terlihat saling berpandangan. Sebagai orang baru di sini, jelas mereka belum hafal suara orang-orang yang ada di desa ini. Mungkin, jika mereka tahu kalau itu adalah suara Kak Nuri dan juga Wak Saodah, maka mereka akan kabur.Aku bisa jamin itu!“Siapa sih, yang di depan?” Tiba-tiba Wak Nurma muncul di dapur dengan wajah bantal, aku
225. DI LABRAK (Bagian B)“Siapa, Dek? Suaranya seperti Mpok Lela, deh,” kata Bang Galuh sambil maju menuju pintu.“A—APA?” Bang Diky tiba-tiba tersentak kaget. Dia langsung menghalangi gagang pintu dengan tubuhnya, agar Bang Galuh tidak bisa membukanya.“Kenapa, Bang?” tanya Bang Galuh tidak mengerti.Bang Diky kini ikut berkeringat dingin dan juga gemetar, dia bahkan tidak mampu menjawab apapun pertanyaan yang Bang Galuh lontarkan.“Neng! Neng Ellen! Buka!” Suara Mpok Lela kembali terdengar.Aku sudah greget sekali rasanya, makanya aku maju dan menyingkirkan tubuh Bang Diky ke samping. Dia memekik seperti anak gadis, saat aku mendorong tubuhnya.“Apa-apaan sih, kamu, Len?” tanyanya emosi.“Kalian yang apa-apaan? Orang bertamu kok, dihalang-halangi. Waras tidak, sih?” tanyaku ikut emosi. “Suami istri sama saja kelakuannya!” bentakku pada mereka.Memangnya dia saja yang bisa emosi? Aku juga bisa! Malah sangat mahir melakukannya! Aku segera membuka pintu, dan di depan sana sudah ada be
226. DI LABRAK (Bagian C)Namun, tidak berlaku pada keluarga Wak Nurma sih, sepertinya. Karena mereka terlihat nyaman-nyaman saja tuh, duduk di atas sana. Berlagak seperti raja, sedangkan kami adalah hamba sahayanya."Maaf ni, Bu Saodah, Mpok Lela, ada apa datang kemari? Kok barengan? Kompak sekali, sih …." Aku bertanya basa basi."Begini, Neng. Kami ke sini karena mau menagih hutang," ujar Mpok Lela langsung."Hutang siapa, Mpok?" tanyaku terkejut, pura-pura lebih tepatnya."Nah, terbuktikan! Gayamu saja yang mengatakan tidak berhutang, ini apa buktinya? Orangnya sendiri yang bilang kalau dia ke sini untuk menagih hutang!” sahut Wak Nura ketus.Aku memutar bola mataku dengan bosan, beliau terlalu banyak bicara. Aku heran kenapa dia tidak pernah mau repot-repot menyelidiki sesuatu terlebih dahulu, dan lebih suka menuduh tanpa bukti yang jelas.“Kak, kenapa sih, Kakak selalu memojokkan Ellen?” tanya Bulek Rosma ketus.“Ya karena dia ini terlalu sombong, masih kecil tapi sudah sok berku
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas227. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian A)“A—apa?” Wak Nurma bertanya histeris.“Iya, kami sudah memnaggil aparat desa dan juga sesepuh desa ke sini untuk mencari keluar akan masalah ini!” sahut Mpok Lela tegas.“Lagian, kalian itu bukan warga sini. Kalian pasti di usir dengan tidak terhormat dan juga dipermalukan. Syukur-syukur tidak ada yang merekam, kalau ada yang merekam kalian, maka habislah! Satu indonesia bisa tahu kalau kalian suka berhutang dan tidak mau membayar!” Bu Saodah menjelaskan konsekuensi yang akan mereka terima.Tak ayal wajah ketiga orang di sana semakin memucat, putih, seperti kapas. Aku bahkan menyangka, kalau tidak ada aliran darah yang mengalir ke wajah mereka saat ini.“Tahu lah ya, kejamnya jejek digital bagaimana. Anak dan cucu kalian pasti akan malu, dan tidak mau bergaul dengan lingkungannya lagi. Yah, yang lebih parah bisa bunuh diri karena malu mempunyai orang tua dan juga nenek seperti kalian!” ujar Mpok Lela
228. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian B)"Dan sekarang, saat mereka datang ke sini untuk menagih perbuatan kalian, kalian berdua malah berpura-pura tidak tahu dan melimpahkan semuanya pada Wak Nurma!" kataku panjang lebar. "Manusia namanya itu?" tanyaku lagi dengan ketus.Semua orang di sini terdiam dan mendengarkan ucapanku, aku yang emosi adalah yang terburuk."Dia Ibu kalian, dan Kakak dari Ibuku! Itu artinya dia juga adalah Ibuku, pengganti orang tuaku! Aku tidak terima kalian melakukan hal itu pada beliau!" kataku lagi. "Tapi kalian malah bersikap seenaknya, apa kalian memikirkan Wak Nurma, hah?" tanyaku lagi."Bila kalian tidak bisa memberi, setidaknya jangan menyusahkan!" kataku dengan nafas terengah.Wak Nurma yang mendengar ucapanku terlihat terdiam, sedangkan Kak Nuri dan Bang Diky masih menatapku marah."Apa kalian tahu rasanya tidak mempunyai orang tua lagi? Aku bahkan rela melakukan apapun, asal Ibu dan Bapak kembali," kataku lirih."Lebay!" Aku menatap Kak Nuri den
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas228. ELLENA YANG PERKASA (Bagian A)"Woah, tunggu dulu!" Aku memotong ucapan Bang Diky, dengan cara mengangkat tanganku di depan dada. Dia terlihat langsing terdiam, namun matanya menatapku dengan tajam."Asal? Asal apa? Kalian mengajukan syarat padaku? Begitu?" tanyaku santai. "Lucu sekali," lanjutku sambil menatapnya.Bang Diky dan Wak Nurma sontak saling berpandangan, dan tak sengaja aku melihat kalau Kak Nuri sedang mencubit kecil tangan suaminya itu."Kalau begitu kami tidak akan pergi!" kata Bang Diky tegas."Lah, aku yang punya rumah sudah tidak mau kalian tumpangi. Apa tidak malu? Kok betah banget menjadi benalu?" sindirku kepada mereka."Dek!" Bang Galuh kembali menegur, dan dia menggeleng pelan.Aku mendengus, kesal sekali rasanya dengan mereka. Bukannya mendapat pencerahan, dan kemudian sadar, eh, malah sok mengajukan syarat padaku.Memangnya mereka siapa? Saudara boleh saudara, tapi saudara yang baik dan sopan lah yang akan aku angg
229. ELLENA YANG PERKASA (Bagian B)"Aku tidak bercanda!" balasku tegas. "Aku tidak mau menampung benalu, dan aku tidak mau menjual tanahku!" kataku lagi."Sombong sekali kamu, Ellen!" ujar Kak Nuri marah."Iya, dong. Sombong adalah nama tengahku!" kataku cuek.Wajah mereka terlihat memerah, mungkin mereka tidak terima dengan apa yang aku katakan. Tapi biarlah, memang sekali sekali mereka wajib diberi pelajaran.“Kamu juga, Luh. Tidak bisa tegas sebagai seorang suami!” kata Kak Nuri tiba-tiba.“Maksud Kakak apa?” tanya Bang Galuh heran. “Ya iya, kana kata Kakakmu itu, kamu banyak warisan. punya harta dan tidak mengharapkan punya Ellen. Kalau gitu, ya suruh istrimu ini ngasih tanahnya buat kami, dong!’ katanya santai.Bang Galuh sontak menganga lebar, sedangkan aku mala menahan mulutku agar tidak tertawa. Ngadi-ngadi ni, Kak Nuri … mau mengatur harta orang dia.“Loh, mana bisa begitu, Kak. Milik Ellen adalah sepenuhnya punya dia, aku mana ada hak untuk mengatur-aturnya!” kata Bang Gal
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas230. EMOSI BANG GALUH (Bagian A)BRAK!Meja kokoh yang terbuat dari kayu jati itu sukses bergetar dengan kuat, dan ….Prang!Asbak cantik yang terbuat dari kristal itu pun jatuh menghantam lantai, pecah berkeping-keping hingga menjadi butiran kecil.Semua orang tersentak kaget, dan semuanya sontak melotot kaget dan menatap si pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Bang galuh.Wajahnya memerah menahan amarah, dan nafasnya memburu dengan kuat. Dadanya naik turun berusaha menormalkan detak jantungnya, aku tahu benar kalau lelaki kesayanganku itu tengah sangat marah saat ini."Jaga mulutmu!" desisnya tajam.Kak Nuri tergagap, instingnya sebagai wanita pasti mengatakan padanya untuk menjauh. Dia beringsut mundur ke belakang tubuh Bang Diky, badannya bergetar pelan dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ditekan oleh aura mendominasi sekuat ini, jelas membuat siapapun menjadi gentar. Apalagi dia adalah seorang wanita, bahkan Bang Diky saja belu