140. ERATNYA PERSAUDARAAN (Bagian B)Dia tertawa bahagia, sama seperti Bapak yang langsung menyemburkan tawa. Aku dan yang lain bertatapan bingung, jarang-jarang sekali Bapak dan Ibu sebahagia ini.“Bukannya begitu, Bu, Pak ….” ucap Bang Galuh ragu, dia menatap Bapak dan Ibu dengan pandangan serba salah. “Terus? Maksudnya apa?” tanya Bapak sambil tersenyum kecil.“Ya kami seneng-seneng aja di kasih duit, Pak. Tapi dalam rangka apa ini?” tanya Bang Usman penasaran.“Lah, orang tua ngasih duit sama anaknya memang harus ada alasannya?” tanya Bapak.Kami kembali bingung untuk menjawabnya.“Ya memang tidak ada, Pak. Tapi kami tidak mau merepotkan Bapak dan juga Ibu, toh kami juga punya uang,” kata Bang Galuh hati-hati, pasti suamiku itu takut menyinggung hati Bapak dan Ibu.“Wah, sombong!” ujar Bapak tiba-tiba.Bang Galuh tersentak kaget dan langsung menunduk, aku menatap Bapak dengan pandangan malas. Sedangkan orang yang kutatap hanya meringis kecil.“Pak, Bang Galuh itu tidak paham joke
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas141. HAMIL? (Bagian A)Aku dan Bang Galuh pulang dari rumah orang tuaku dalam keadaan diam, kami berdua tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aku sedang di bayangi oleh kata-kata Bapak dan juga Ibu tadi.Tidak bisa dipungkiri, aku kini merasakan perasaan yang sangat tidak nyaman. Entahlah, aku juga tidak bisa menjabarkannya, pandanganku mengabur dan aku segera menyandarkan kepalaku di punggung Bang Galuh.“Dek, kamu nggak apa-apa?” tanya Bang Galuh dengan nada khawatir yang sangat kentara.Dia menggenggam tanganku yang sedang memeluk pinggangnya, dengan lembut dia meremas jemariku. Aku tahu dia pasti bermaksud ingin menenangkan aku.“Nggak apa-apa,” kataku pelan. “Ini sudah sampai mana, Bang?” tanyaku padanya, tapi wajahku masih tenggelam di punggungnya yang lebar dn juga kokoh.“Sampai simpang, ni mau ke rumah. Bentar lagi, kok,” balasnya sambil menarik tangannya dan memegang stang motor lagi. “Kamu ngantuk? Sabar ya,” lanjutnya pelan.“LUH!” A
142. HAMIL? (Bagian B)“Nggak mau apa-apa, aku cuma mau bilang … Bukan teh lemon, tapi lemon tea,” kataku sambil terkekeh kecil, menggoda sedikit tidak masalah aku rasa.“Sama aja,” balasnya ikut terkekeh.Setelah kepergian Bang Galuh aku langsung mengecek ponselku dan segera membuka aplikasi kalender. Aku adalah tipe wanita yang sangat suka menandai hari-hari tertentu.Apalagi hari dan tanggal datang bulanku, karena aku berharap segera memiliki anak, makanya aku selalu memperhatikan siklus kedatangan tamu bulanan. Sehingga aku tahu kapan aku berada dalam masa subur.Mataku membola saat melihat tanggal terakhir aku datang bulan, dua bulan yang lalu. Dan selama ini aku tidak menyadarinya. Bagaimana bisa? Apakah aku hamil? Apakah sakit di perutku ini karena aku hamil?Ya Allah, bahagia sekali rasanya jika hal itu adalah kebenaran. Aku tidak sabar rasanya, dan aku bahkan sampai tidak menyadari air mataku yang turun dengan deras.“Dek! Kamu kok, nangis? Ada yang sakit?” tanyanya panik.D
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas143. POV GALUH (Bagian A)POV GALUHSaat melihat Ellen menangis di dalam kamar aku langsung panik dan ketakutan, aku takut Ellen kesakitan karena bekas benturan keras yang di perutnya sewaktu kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Karena aku sering melihat dia meringis kesakitan, dia akhir-akhir ini sering mengalihkan kepala dan juga perutnya sakit padaku. Makanya aku takut terjadi sesuatu dengan dia, bahkan aku belum berani untuk jujur kepadanya.Aku takut kondisinya kembali drop, dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bukannya aku tak mempunyai keinginan memberitahukan keadaan sebenarnya pada Ellen, tapi apa dia siap menerima kalau dia telah keguguran? Bahkan di saat dia belum tahu, kalau dia tengah mengandung.Melihat Ellen yang semakin menangis, aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Aku benar-benar ketakutan saat ini, apa sesakit itu?“Dek! Kamu kok, nangis? Ada yang sakit?” tanyaku panik.Aku meletakkan teh buatanku ke atas nakas ya
144. POV GALUH (Bagian B)“A-apa maksudmu, Dek? Ka-kamu hamil?” tanyaku dengan nada ketakutan. “Ya Allah, bagaimana ini?” tanyaku dengan nada frustasi.Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan? Astaghfirullahaladzim, bagaimana ini? Apakah ini salahku, karena menunda-nunda memberitahu Ellen yang sebenarnya? Tapi bagaimana jika dia drop dan semakin melemah? Aku takut sekali ya Allah, di kampung ini ada orang yang menjadi gila karena keguguran. Anaknya meninggal di usia empat bulan, karena kandungannya memang lemah.Nah jika yang tahu, bahwasanya dia tengah hamil saja bisa menjadi gila. Bagaimana pula dengan istriku yang tidak menyadari kehamilannya? Bisa saja dia menyalahkan dirinya karena nyawa anak kami yang telah lama di tunggu-tunggu meninggal di rahimnya.Astaghfirullah, bagaimana ini?Apakah aku harus jujur? Dan mengakhiri semua kebohongan ini? Orang tua Ellen dan juga Bang Usman sepakat, mereka ikut dengan keputusanku, untuk kapan memberitahu semuanya pada Ellena.
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas145. ISI HATI GALUH (Bagian A)“Luh, Galuh!” Bang Gitok memanggilku di tengah jalan, aku memberhentikan motorku di sebelah motornya. Matanya memindai penampilanku yang aku akui terlihat lumayan kacau saat ini, matanya menyipit tajam.“Mau ke mana?” tanyanya penasaran. “Kamu kelihatan berantakan banget, ada apa?” lanjutnya lagi.“O—oh, aku mau ke rumah Ibu, Bang,” kataku sambil mengusap keringat yang mengalir dari dahiku, panas sekali rasanya, gerah, dan juga gelisah.“Kamu kenapa, sih?” tanya Bang Gitok lagi. “Kamu sakit? Atau Ellen yang sakit?” tanyanya lagi.Raut wajahnya berubah khawatir dan juga cemas, dengan cepat dia langsung menatapku dengan pandangan yang menuntut jawaban.Aku menelan ludah dengan paksa bingung harus menjelaskan apa, Bang Gitok ini sebelas dua belas dengan Bang Usman. Dia sayang sekali dengan istriku, dia sudah menganggap Ellen sebagai adiknya sendiri. Karena memang dari SMA, Bang Gitok ini sudah sering sekali menginap
146. ISI HATI GALUH (Bagian B)“Di kamar, Om,” katanya sambil berbisik. “Kamu bisa panggil sebentar? Bilang Om mau ngomong!” pintaku padanya.Ibra langsung mengangguk mengerti dan berlari menuju kamar Kak Ambar, anak pintar, sayang nasibnya malang.“Ada perlu sama kakakmu?” tanya Ibu sambil melanjutkan masaknya. “Tadi Ellen juga nyariin kakakmu, sekarang kamu. Cinta banget kalian sama Ambar,” lanjut Ibu pelan, sambil tertawa kecil.“Ellen nyari kakak? Mau apa?” tanyaku heran. "Kapan, Bu?" tanyaku lagi.“Tadi, yang pas kamu jemput. Ibu nggak tau ada apa, wong nggak ngomong sama Ibu,” sahut Ibu, tangannya dengan cekatan memasukkan sayur asem ikan mas ke dalam wadah. “Tapi tadi Gery ke sini, ngajak kakakmu balikan,” kata Ibu lagi.“Bang Gery? Nggak kapok dia dihajar?” tanyaku penasaran. "Nggak punya malu banget dia, Bu," kataku emosi.“Hush, kamu jangan sampai kelepasan lagi kalau ketemu dia, Nang. Jangan sampai gara-gara hal sepele kita bayar mahal,” kata Ibu memperingatkan. "Sia-sia n
Menantu Lemas, Ipar Panas, Mertua Lemas147. MENYUSUN RENCANA (Bagian A)POV AUTHOR“Bang!”Usman menghentikan langkahnya seketika, dia menoleh ke arah asal suara yang memanggilnya dan bisa menemukan Galuh di sana. Usman mengernyitkan dahinya heran, kenapa Galuh bisa ada di sini? “Oi, Luh. Ngapain? Beli bakso juga?” tanya Usman sambil mendekati Galuh, setelah terlebih dahulu menggantungkan Bakso yang baru saja dibelinya di cantolan motor. "Ellen nggak masak?" tanya Usman lagi.“Nggak, aku mau ke rumah,” jawab Galuh. "Dia masak lah, aku juga bawa sayur asem dr rumah Ibu," kata Galuh sambil menunjuk plastik sayur yang ada di gantungan motornya.“Wah, tumben. Ada perlu apa? Padahal baru ketemu, udah kangen aja,” kata Usman sambil tersenyum kecil.“Hahahaha, iya aku kangen. Abang udah selesai, kan?” tanya Galuh sambil menatap Usman dalam.“Udah, kamu nggak mau sekalian?” tanya Usman sambil menunjuk warung bakso Kak Kyuu. "Kakakmu nggak masak, minta beli bakso," kata Usman.“Nggak, deh.
235. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian B)“Bang Usman?”Usman menghentikan langkahnya seketika, panggilan yang baru saja di dengarnya berhasil menarik atensinya agar berhenti sebentar dari kegiatannya.“Ya?” tanyanya sopan.Usman belum pernah melihat wanita ini, cantik, muda, dan juga terlihat sangat lembut. Dan wanita ini juga terlihat cukup ramah, entah kenapa Usman seperti pernah melihatnya.“Apa Ellena ada di rumah?” tanyanya pelan.“Ellena?” Usman mengulang pertanyaan wanita itu.Dia mengernyit heran dan kemudian langsung menatap wanita itu dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik, berusaha kembali mengingat siapa sebenarnya wanita ini.Namun nihil, Usman sama sekali tidak mendapatkan secuil pun ingatan tentangnya.“Maaf, anda siapa?” tanya Usman ingin tahu.“Oh, maaf, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Veya, saya adalah suster yang akan menjaga Ellena!” katanya tegas. “Apa Ellena di rumah?” tanyanya lagi.Suster? Apakah wanita ini adalah suster yang dikatakan Indra? Sust
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas234. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian A)POV ELLENA Aku sudah banyak berpikir, dan memikirkan hal ini berulang-ulang kali. Dan aku sudah memutuskan kalau berpisah dengan Bnag Galuh adalah keputusan yang tepat.Dia adalah penerus keluarga Dirga, dan jika kami kekeh untuk bersama maka kemungkinan besarnya adalah darah keluarga Dirga akan terputus hanya di Bang Galuh saja.Aku tidak bisa memberinya keturunan, dan mungkin lebih baik kalau dia menikah dengan orang lain dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya.Taraf paling tinggi dalam mencintai adalah ikhlas, dan aku akan mencoba mengikhlaskan Bang Galuh dan berusaha melepaskannya dengan dada yang lapang.Mencintainya, bukan berarti mengikatnya dengan duri yang terlilit hingga mengeluarkan darah. Definisi cinta bagiku adalah, membiarkan dia menemukan kebahagiaannya yang lain.Jika aku bukanlah pelabuhan terakhirnya, maka aku akan membantu angin agar meniup layarnya hingga menemukan pelabuhan y
233. BERCERAI (Bagian B)“Besok di cek aja, Dek. Takutnya ada yang kurang atau ada yang harus dibeli,” ujar Bang Usman memberi saran. “Oke,” sahutku cepat.“Rumah kalian gimana?” tanya Bang Usman tiba-tiba.Aku dan Bang Galuh terdiam, kami memang belum ada pembahasan tentang ini. Aku sebenarnya juga bingung, jujur saja aku berat meninggalkan rumah lamaku, tapi aku juga berat meninggalkan rumah ini kosong.Bukan karena rumah ini lebih nyaman ataupun lebih besar dan mewah, yang membuat aku berat meninggalkannya adalah memori Bapak dan Ibu yang ada di sini. Jika aku di rumah ini, setidaknya aku bisa selalu mengenang mereka.“Aku sih, ikut Ellen saja, Bang,” ujar Bnag Galuh bijak. “Di mana dia bisa merasa nyaman dan aman, maka di situ kami akan tinggal,” katanya lagi sambil tersenyum.“Nah, Dek … kamu mau di mana?” kata Bang Usman sambil menghadap ke arahku. “Kalau di sini, rumah kalian di kontrakkan saja, daripada rusak,” lanjutnya memberi usul.Aku terdiam dan menimbang, bagaimanapun j
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas232. BERCERAI (Bagian A)Setelah perdebatan yang cukup alot dan juga lama, akhirnya Wak Nurma dan juga Bang Diky serta Kak Nuri sepakat untuk pulang besok. Walaupun sebenarnya, Wak Nurma dan juga Bang Diky terlihat masih keberatan akan permintaan yang diberikan oleh Kak Nuri. Karena memang, yang sangat ngotot untuk pulang adalah Kak Nuri.Entah karena bentakan Bang Galuh tadi, atau karena dia memang sudah sadar kalau selama ini sudah menjadi benalu di rumahku.Yah, yang manapun tidak menjadi masalah. Yang penting mereka tidak di sini, bukannya aku kejam ataupun tidak tidak punya hati, tapi memang aku tidak tahan akan kelakuan mereka yang seenak jidat dan juga keterlaluan.Sekarang berhutang pada Bu Saodah dan juga Mpok Lela, tapi besok-besok bisa saja mereka mengulangi perbuatan mereka ini pada orang lain dan kembali mengatasnamakan aku.Bang Diky dan juga Kak Nuri memang keterlaluan, bahkan mereka sama sekali tidak ada mengeluarkan kata maaf k
231. EMOSI BANG GALUH (Bagian B)"Salahnya adalah … kalian yang terlalu sok tahu! Tutup mulut kalian, jangan sampai aku mendengar hal-hal seperti ini lagi. Atau aku bersumpah, akan merobek mulut kalian!" ujar bang Galuh dengan tajam."Galuh, kami hanya bercanda!" sahut Bang Diky sambil terkekeh kecil."Kalian keterlaluan, Diky, Nuri!" ujar Bulek Rosma pelan. "Masalah keturunan bukanlah hal yang bisa dijadikan candaan!" lanjutnya dengan tajam."Bulek, mereka saja yang terlalu sensitif!" sahut Bang Diky cepat, senyumnya hilang berganti rengutan kesal."Sensitif? Jika kalian bercanda, dan hanya kalian yang merasa itu adalah hal lucu dan hanya kalian yang tertawa. Berarti ada kesalahan di dalam candaan kalian!" sahut Bulek Rosma. "Jangan berlindung dibalik kata 'terlalu sensitif', karena bisa jadi yang kalian tertawakan adalah sesuatu yang mereka perjuangkan!" lanjutnya lagi.War Nurma dan keluarganya terdiam, walau aku yakin kalau mereka masih gatal ingin membalas tapi mereka memilih pi
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas230. EMOSI BANG GALUH (Bagian A)BRAK!Meja kokoh yang terbuat dari kayu jati itu sukses bergetar dengan kuat, dan ….Prang!Asbak cantik yang terbuat dari kristal itu pun jatuh menghantam lantai, pecah berkeping-keping hingga menjadi butiran kecil.Semua orang tersentak kaget, dan semuanya sontak melotot kaget dan menatap si pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Bang galuh.Wajahnya memerah menahan amarah, dan nafasnya memburu dengan kuat. Dadanya naik turun berusaha menormalkan detak jantungnya, aku tahu benar kalau lelaki kesayanganku itu tengah sangat marah saat ini."Jaga mulutmu!" desisnya tajam.Kak Nuri tergagap, instingnya sebagai wanita pasti mengatakan padanya untuk menjauh. Dia beringsut mundur ke belakang tubuh Bang Diky, badannya bergetar pelan dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ditekan oleh aura mendominasi sekuat ini, jelas membuat siapapun menjadi gentar. Apalagi dia adalah seorang wanita, bahkan Bang Diky saja belu
229. ELLENA YANG PERKASA (Bagian B)"Aku tidak bercanda!" balasku tegas. "Aku tidak mau menampung benalu, dan aku tidak mau menjual tanahku!" kataku lagi."Sombong sekali kamu, Ellen!" ujar Kak Nuri marah."Iya, dong. Sombong adalah nama tengahku!" kataku cuek.Wajah mereka terlihat memerah, mungkin mereka tidak terima dengan apa yang aku katakan. Tapi biarlah, memang sekali sekali mereka wajib diberi pelajaran.“Kamu juga, Luh. Tidak bisa tegas sebagai seorang suami!” kata Kak Nuri tiba-tiba.“Maksud Kakak apa?” tanya Bang Galuh heran. “Ya iya, kana kata Kakakmu itu, kamu banyak warisan. punya harta dan tidak mengharapkan punya Ellen. Kalau gitu, ya suruh istrimu ini ngasih tanahnya buat kami, dong!’ katanya santai.Bang Galuh sontak menganga lebar, sedangkan aku mala menahan mulutku agar tidak tertawa. Ngadi-ngadi ni, Kak Nuri … mau mengatur harta orang dia.“Loh, mana bisa begitu, Kak. Milik Ellen adalah sepenuhnya punya dia, aku mana ada hak untuk mengatur-aturnya!” kata Bang Gal
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas228. ELLENA YANG PERKASA (Bagian A)"Woah, tunggu dulu!" Aku memotong ucapan Bang Diky, dengan cara mengangkat tanganku di depan dada. Dia terlihat langsing terdiam, namun matanya menatapku dengan tajam."Asal? Asal apa? Kalian mengajukan syarat padaku? Begitu?" tanyaku santai. "Lucu sekali," lanjutku sambil menatapnya.Bang Diky dan Wak Nurma sontak saling berpandangan, dan tak sengaja aku melihat kalau Kak Nuri sedang mencubit kecil tangan suaminya itu."Kalau begitu kami tidak akan pergi!" kata Bang Diky tegas."Lah, aku yang punya rumah sudah tidak mau kalian tumpangi. Apa tidak malu? Kok betah banget menjadi benalu?" sindirku kepada mereka."Dek!" Bang Galuh kembali menegur, dan dia menggeleng pelan.Aku mendengus, kesal sekali rasanya dengan mereka. Bukannya mendapat pencerahan, dan kemudian sadar, eh, malah sok mengajukan syarat padaku.Memangnya mereka siapa? Saudara boleh saudara, tapi saudara yang baik dan sopan lah yang akan aku angg
228. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian B)"Dan sekarang, saat mereka datang ke sini untuk menagih perbuatan kalian, kalian berdua malah berpura-pura tidak tahu dan melimpahkan semuanya pada Wak Nurma!" kataku panjang lebar. "Manusia namanya itu?" tanyaku lagi dengan ketus.Semua orang di sini terdiam dan mendengarkan ucapanku, aku yang emosi adalah yang terburuk."Dia Ibu kalian, dan Kakak dari Ibuku! Itu artinya dia juga adalah Ibuku, pengganti orang tuaku! Aku tidak terima kalian melakukan hal itu pada beliau!" kataku lagi. "Tapi kalian malah bersikap seenaknya, apa kalian memikirkan Wak Nurma, hah?" tanyaku lagi."Bila kalian tidak bisa memberi, setidaknya jangan menyusahkan!" kataku dengan nafas terengah.Wak Nurma yang mendengar ucapanku terlihat terdiam, sedangkan Kak Nuri dan Bang Diky masih menatapku marah."Apa kalian tahu rasanya tidak mempunyai orang tua lagi? Aku bahkan rela melakukan apapun, asal Ibu dan Bapak kembali," kataku lirih."Lebay!" Aku menatap Kak Nuri den