Tadi, dalam waktu yang tidak terlalu lama, deru mesin mobil terdengar semakin mendekat, dan pintu depan rumah Gilang pun terbuka lebar.Ryan, dengan langkah cepat, memasuki ruang tamu diikuti oleh beberapa anggota tim pembersih. Mereka mengenakan pakaian pelindung dan membawa peralatan yang lengkap untuk mengatasi situasi tersebut."Mas Gilang, ini tim pembersih. Mereka akan menangani semuanya dengan baik. Aku pastikan semuanya akan beres."Gilang mengangguk dengan ekspresi campur aduk, terkejut dengan apa yang terjadi padanya."Terima kasih, Ryan. Aku benar-benar berterima kasih atas bantuanmu."Tim Pembersih, siap bergerak untuk melakukan tugasnya. Membereskan apa saja yang perlu dibereskan, termasuk mayat Pria asing yang terbujur kaku di lantai."Jangan khawatir, kami akan membersihkan semua jejak dengan teliti. Anda berdua bisa pergi dulu dan kami akan mengurus sisanya."Setelah memberikan petunjuk singkat kepada tim pembersih, Ryan berbalik kepada Gilang yang masih cemas memandan
"Semuanya akan segera selesai. Kami memastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Ruang tamu seperti semula," kata Ketua Tim Pembersih menyakinkan Ryan, sambil tersenyum."Saya sangat menghargai kerja keras kalian. Terima kasih atas bantuannya," ucap Ryan menganggukkan kepalanya.Tim pembersih kembali bekerja dengan cekatan, memiliki profesionalisme yang luar biasa.Mereka semua mengenakan pakaian pelindung lengkap, bergerak dengan gesit dan hati-hati untuk membersihkan setiap jejak yang ada. Mayat orang asing yang sebelumnya tergeletak di lantai ruang tamu kini telah diatur dengan rapi, tampak seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi."Mereka benar-benar profesional," gumam Ryan puas.Pria itu telah kembali ke rumah Diana, selesai mengantar Gilang dan Saras ke apartemen.Dia bertugas untuk mengawasi Tim Pembersih yang sedang bekerja.Tim Pembersih membersihkan darah dan bekas-bekas pertarungan dengan cermat, mengganti karpet, dan lainnya serta merapikan furnitur yang sempat rusak akib
Dalam keadaan mabuk, ruangan klub malam tampak berkabut dan kabur bagi Diana. Ia merasa dunia berputar dengan cepat, dan suara musik berpusat di telinganya.Di tengah kerumunan orang yang berdansa, sosok seorang pria pengunjung tampak seperti bayangan yang memudar."Sur-suryaa ..."Dengan langkah yang goyah, wanita itu mendekat ke arah pria yang dituju. Pandangannya terfokus pada sosok yang dikenalnya. Hatinya berdegup kencang dan perasaan campur aduk mulai menguasai pikiran. Ketika ia sudah berdiri di dekat pria itu, Diana tiba-tiba melepaskan emosinya dengan keras tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya."K-amu! K-amu benar-benar Surya, kan?! A-ku tahu k-amu punya istri, tapi mengapa k-amuuu membiarkan akuuu ... terluka seperti ini? A-ku benar-benar mencintaimu, Surya, dan k-amuuu ... justru menghilang begitu saja, heehh!"Diana dengan suara keras, justru berbicara dengan tidak jelas akibat mabuk dan ini terdengar seperti sedang menghakimi.Pria asing pengunjung bingung dan terkejut,
Diana bersama Pria asing itu menghabiskan waktu dengan berbicara tentang kenangan lama dan perasaan yang rumit.Pria asing terus memanfaatkan keadaan mabuk Diana untuk menjaga perhatiannya, sementara Diana semakin terperangkap dalam emosi dan perasaan rindunya.Pria Asing itu merangkul Diana erat, membisikan kata-kata rayuan memabukkan."Aku berjanji, sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Kamu begitu berarti bagiku.""Aku benar-benar membutuhkanmu, Surya. Meskipun aku tahu ini salah, tapi rasanya begitu nyaman bersamamu. Berjanjilah, cintaku!"Wanita itu tertawa manja, menangkup kedua sisi wajah Pria asing tersebut.Mereka terus merayu dan menghibur satu sama lain, melewati malam yang panjang dan panas dengan suasana yang semakin terasa membingungkan.Pria asing berhasil menciptakan ilusi kebersamaan dan kedekatan dengan Diana, sementara Diana masih terjebak dalam perasaan campur aduk akibat rasa rindu dan kekecewaannya terhadap Surya!***Di rumah, Gilang dan Saras duduk
"Mama belum pulang?" tanya pria itu, mengalihkan topik.Sepertinya ia tahu, jika sang istri masih dalam keadaan gugup ketika dihadapkan pada situasi mereka berdua sekarang."Hahh, mama?" sahut sang gadis dengan bertanya balik.Sepertinya, gadis itu baru saja tersadar jika mamanya belum pulang selarut ini."Iya, mama belum pulang.""Tapi, bukankah itu lebih baik?" tanya gadis tersebut, seakan-akan ...Tapi, bukankah itu memang membuat mereka lega? Setidaknya, sang mama tidak tahu apa-apa tentang kejadian yang membuat mereka berdua saling "terbuka" dengan sesuatu yang menjadi rahasia sang pria "bodoh" itu.Pria itu tersenyum gugup, merasa terkejut dan senang atas tanggapan tak terduga dari sang istri. Dengan perasaan campur aduk, dia meraih tangan istrinya.Sambil tersenyum malu-malu, pria itu berkata, "Maksudku, bolehkah aku menciummu, seperti seorang suami pada istrinya?"Istri pria itu tersenyum malu-malu juga, kemudian mengangguk perlahan."Tentu saja, kita bisa membuat malam ini ist
Gilang dan Saras kembali berciuman dengan panas. Tak mau melewatkan lampu hijau yang telah diberikan sang istri, pria itu mulai membuka satu per satu kancing kemeja kerja putih yang dikenakan istrinya.Bra berwarna ungu kehitaman yang seksi terpampang jelas di mata, membuat gairah pria itu semakin menggebu. Saat tangannya akan mencopot tali bra sang istri, tiba-tiba istrinya justru melepas ciuman kemudian mencegah tangannya sembari berkata, "Mas, a-ku malu ...""Sayang, kita kan sudah menjadi suami-istri. Tidak perlu malu lagi sayang. Nih, biar adil aku juga akan buka bajuku."Setelah mengatakannya, pria itu langsung melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat. Tongkat Sakti miliknya berdiri tegak bak tiang bendera upacara tujuh belasan.Hal ini membuat wajah sang istri memerah sambil menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Walau begitu, sang istri terkadang mencuri pandang dengan beberapa kali membuka celah jarinya, penasaran dengan penampakan Tongkat Sakti sang suami."Aku
Sang suami mengernyitkan dahi, mencoba merenung sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang berupa gumaman sang istri."Mungkin tamu dari kerabat atau teman mama.""Ya, mungkin juga," sahut sang istri datar. Ia memang tidak tahu siapa penumpang mobil tersebut.Mereka terus berjalan mendekati rumah, hati-hati memilih kata-kata agar tidak "terpergok" oleh sang mama. Setibanya di depan pintu, mereka mengucapkan salam dengan senyum manis."Selamat sore, Ma," sapa sang istri mencoba menunjukkan ketenangan.Di sampingnya, sang suami mulai bersikap seperti biasa--terlihat bodoh!Sang mama melayangkan senyum ramah, namun mata cermatnya tidak luput memeriksa ekspresi wajah keduanya."Kalian berdua pulang bersama, dari mana?" tanyanya menyelidik."Iya, Ma. Kami tadi dari taman saja. Mas Gilang mau bermain, tentunya pulang bersama juga," jawab sang istri, berusaha tetap tenang.Sang mama mengangguk mengerti, tetapi sepertinya ada keraguan di matanya.Tapi karena hati dan harinya sedang senang, wani
"Aku harus kembali mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari mereka. Aku harus membuktikan bahwa aku masih kekuasaan!"Gelapnya suasana ruangan seakan mencerminkan perasaan hatinya yang hancur. Lembaran-lembaran dokumen bisnis tergeletak di meja, mengingatkan pria itu pada kegagalan yang dialaminya.Matanya nanar menatap layar laptopnya yang kosong, merenungkan tentang bagaimana semuanya bisa berakhir seperti ini.Pikiran Mario kemudian terarah pada Surya, yang memiliki hutang besar padanya. Tetapi sekarang, Surya juga menghilang tanpa jejak, meninggalkannya dengan kekesalan dan kemarahan yang semakin dalam. Rasa pengkhianatan semakin memenuhi benaknya."Bangsat, si Surya! Menghilang setelah aku jatuh seperti ini."Mario bangkit dari tempat duduknya dengan gerakan kesal, menghentakkan langkahnya menuju jendela. Ia melihat keluar, memandang pemandangan kota yang sebelumnya menjadi lahan mainnya. Namun, kini segalanya tampak suram dan berubah.Rasa uring-uringan menguasai dirinya, mem