Diana bersama Pria asing itu menghabiskan waktu dengan berbicara tentang kenangan lama dan perasaan yang rumit.Pria asing terus memanfaatkan keadaan mabuk Diana untuk menjaga perhatiannya, sementara Diana semakin terperangkap dalam emosi dan perasaan rindunya.Pria Asing itu merangkul Diana erat, membisikan kata-kata rayuan memabukkan."Aku berjanji, sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Kamu begitu berarti bagiku.""Aku benar-benar membutuhkanmu, Surya. Meskipun aku tahu ini salah, tapi rasanya begitu nyaman bersamamu. Berjanjilah, cintaku!"Wanita itu tertawa manja, menangkup kedua sisi wajah Pria asing tersebut.Mereka terus merayu dan menghibur satu sama lain, melewati malam yang panjang dan panas dengan suasana yang semakin terasa membingungkan.Pria asing berhasil menciptakan ilusi kebersamaan dan kedekatan dengan Diana, sementara Diana masih terjebak dalam perasaan campur aduk akibat rasa rindu dan kekecewaannya terhadap Surya!***Di rumah, Gilang dan Saras duduk
"Mama belum pulang?" tanya pria itu, mengalihkan topik.Sepertinya ia tahu, jika sang istri masih dalam keadaan gugup ketika dihadapkan pada situasi mereka berdua sekarang."Hahh, mama?" sahut sang gadis dengan bertanya balik.Sepertinya, gadis itu baru saja tersadar jika mamanya belum pulang selarut ini."Iya, mama belum pulang.""Tapi, bukankah itu lebih baik?" tanya gadis tersebut, seakan-akan ...Tapi, bukankah itu memang membuat mereka lega? Setidaknya, sang mama tidak tahu apa-apa tentang kejadian yang membuat mereka berdua saling "terbuka" dengan sesuatu yang menjadi rahasia sang pria "bodoh" itu.Pria itu tersenyum gugup, merasa terkejut dan senang atas tanggapan tak terduga dari sang istri. Dengan perasaan campur aduk, dia meraih tangan istrinya.Sambil tersenyum malu-malu, pria itu berkata, "Maksudku, bolehkah aku menciummu, seperti seorang suami pada istrinya?"Istri pria itu tersenyum malu-malu juga, kemudian mengangguk perlahan."Tentu saja, kita bisa membuat malam ini ist
Gilang dan Saras kembali berciuman dengan panas. Tak mau melewatkan lampu hijau yang telah diberikan sang istri, pria itu mulai membuka satu per satu kancing kemeja kerja putih yang dikenakan istrinya.Bra berwarna ungu kehitaman yang seksi terpampang jelas di mata, membuat gairah pria itu semakin menggebu. Saat tangannya akan mencopot tali bra sang istri, tiba-tiba istrinya justru melepas ciuman kemudian mencegah tangannya sembari berkata, "Mas, a-ku malu ...""Sayang, kita kan sudah menjadi suami-istri. Tidak perlu malu lagi sayang. Nih, biar adil aku juga akan buka bajuku."Setelah mengatakannya, pria itu langsung melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat. Tongkat Sakti miliknya berdiri tegak bak tiang bendera upacara tujuh belasan.Hal ini membuat wajah sang istri memerah sambil menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Walau begitu, sang istri terkadang mencuri pandang dengan beberapa kali membuka celah jarinya, penasaran dengan penampakan Tongkat Sakti sang suami."Aku
Sang suami mengernyitkan dahi, mencoba merenung sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang berupa gumaman sang istri."Mungkin tamu dari kerabat atau teman mama.""Ya, mungkin juga," sahut sang istri datar. Ia memang tidak tahu siapa penumpang mobil tersebut.Mereka terus berjalan mendekati rumah, hati-hati memilih kata-kata agar tidak "terpergok" oleh sang mama. Setibanya di depan pintu, mereka mengucapkan salam dengan senyum manis."Selamat sore, Ma," sapa sang istri mencoba menunjukkan ketenangan.Di sampingnya, sang suami mulai bersikap seperti biasa--terlihat bodoh!Sang mama melayangkan senyum ramah, namun mata cermatnya tidak luput memeriksa ekspresi wajah keduanya."Kalian berdua pulang bersama, dari mana?" tanyanya menyelidik."Iya, Ma. Kami tadi dari taman saja. Mas Gilang mau bermain, tentunya pulang bersama juga," jawab sang istri, berusaha tetap tenang.Sang mama mengangguk mengerti, tetapi sepertinya ada keraguan di matanya.Tapi karena hati dan harinya sedang senang, wani
"Aku harus kembali mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari mereka. Aku harus membuktikan bahwa aku masih kekuasaan!"Gelapnya suasana ruangan seakan mencerminkan perasaan hatinya yang hancur. Lembaran-lembaran dokumen bisnis tergeletak di meja, mengingatkan pria itu pada kegagalan yang dialaminya.Matanya nanar menatap layar laptopnya yang kosong, merenungkan tentang bagaimana semuanya bisa berakhir seperti ini.Pikiran Mario kemudian terarah pada Surya, yang memiliki hutang besar padanya. Tetapi sekarang, Surya juga menghilang tanpa jejak, meninggalkannya dengan kekesalan dan kemarahan yang semakin dalam. Rasa pengkhianatan semakin memenuhi benaknya."Bangsat, si Surya! Menghilang setelah aku jatuh seperti ini."Mario bangkit dari tempat duduknya dengan gerakan kesal, menghentakkan langkahnya menuju jendela. Ia melihat keluar, memandang pemandangan kota yang sebelumnya menjadi lahan mainnya. Namun, kini segalanya tampak suram dan berubah.Rasa uring-uringan menguasai dirinya, mem
Pandangan pria muda itu tertuju pada Mario yang tersandar di tepi trotoar, tampak tak berdaya dalam keadaan mabuknya. Pandangan sang paman berubah serius, dan dia merasa iba melihat sosok yang dulu pernah memiliki nama besar."Pahami, Ibra. Kesuksesan bukanlah jaminan kau luput dari kehancuran sehingga bangkrut, apalagi adanya skandal. Musuh utama yang meruntuhkan siapa pun," ucap sang paman dengan serius, terlihat sabar dan bijak.Pria itu mengangguk pelan, mengerti pesan yang disampaikan sang paman. Saudara sekaligus mentor baginya.Pria itu kembali melihat bagaimana keadaan Mario, yang dulunya dikelilingi oleh kemewahan kini berada dalam keadaan terpuruk. Ibra merenung sejenak, merenungi arti dari semua yang telah diajarkan oleh sang paman.Sementara itu, Mario terus melangkah tanpa tujuan, rasanya dunia sedang runtuh di atas kepalanya. Ketika dia melintasi gang kecil, pandangannya tertuju pada sebuah poster yang menampilkan wajah Ryan dengan tulisan besar.SUKSES DALAM BISNIS DAN
"Emhhh ... eh, ini sudah pagi?"Gilang merasa seakan-akan dalam mimpi saat matahari perlahan menyinari kamarnya. Setelah beberapa detik memproses informasi, ia menyadari bahwa yang terjadi adalah nyata."Di mana, Saras?" tanyanya bergumam, saat tidak menemukan istrinya di tempat tidur."Oh, dia sedang membersihkan diri."Dari gemericik air yang terdengar di kamar mandi, pria itu tahu jika sang istri sedang mandi, tersenyum dengan ingatan atas kegiatan mereka berdua semalam.Segera pria itu mengingat lagi mimpinya, sebuah peluang bisnis besar ada di depan matanya. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur dan meraih ponselnya yang tergeletak di meja.Dengan tangan yang sedikit gemetar karena antusias, Gilang membuka aplikasi analisis saham favoritnya dan mulai memasukkan data-data baru yang diperolehnya dari "cheat" yang terlihat."Seharusnya begini? Hm, ya!"Pagi hari membuat otaknya jernih, bisa bekerja dengan sangat maksimal. Ditambah lagi dengan entengnya tubuh setelah selesai akt
Ella, seorang analis berpengalaman dengan kacamata melingkar di hidungnya, melipat tangan di depan dadanya sambil menatap layar komputer dengan serius."Hasil pemetaan sektor ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan," ujarnya, suaranya tenang dan penuh keyakinan.Ryan mengangguk pelan, menyatakan perhatian yang sama seperti yang dikatakan anak buahnya tersebut."Bagus. Saya ingin memastikan kita memiliki pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ini. Apakah kita sudah mengidentifikasi risiko-risiko potensial yang perlu kita awasi?" tanya pria itu kemudian.Tim riset mengalihkan pandangan mereka kepadanya, ekspresi serius terpampang di wajah-wajah mereka. Jonathan, seorang analis data muda yang energetik, memberikan menjawab."Kami sedang melihat volatilitas pasar yang bisa mempengaruhi potensi pertumbuhan ini. Perubahan kebijakan pemerintah dan fluktuasi mata uang juga harus menjadi perhatian kita."Ryan mengangguk mengapresiasi. "Bagus, Jonat