Pandangan pria muda itu tertuju pada Mario yang tersandar di tepi trotoar, tampak tak berdaya dalam keadaan mabuknya. Pandangan sang paman berubah serius, dan dia merasa iba melihat sosok yang dulu pernah memiliki nama besar."Pahami, Ibra. Kesuksesan bukanlah jaminan kau luput dari kehancuran sehingga bangkrut, apalagi adanya skandal. Musuh utama yang meruntuhkan siapa pun," ucap sang paman dengan serius, terlihat sabar dan bijak.Pria itu mengangguk pelan, mengerti pesan yang disampaikan sang paman. Saudara sekaligus mentor baginya.Pria itu kembali melihat bagaimana keadaan Mario, yang dulunya dikelilingi oleh kemewahan kini berada dalam keadaan terpuruk. Ibra merenung sejenak, merenungi arti dari semua yang telah diajarkan oleh sang paman.Sementara itu, Mario terus melangkah tanpa tujuan, rasanya dunia sedang runtuh di atas kepalanya. Ketika dia melintasi gang kecil, pandangannya tertuju pada sebuah poster yang menampilkan wajah Ryan dengan tulisan besar.SUKSES DALAM BISNIS DAN
"Emhhh ... eh, ini sudah pagi?"Gilang merasa seakan-akan dalam mimpi saat matahari perlahan menyinari kamarnya. Setelah beberapa detik memproses informasi, ia menyadari bahwa yang terjadi adalah nyata."Di mana, Saras?" tanyanya bergumam, saat tidak menemukan istrinya di tempat tidur."Oh, dia sedang membersihkan diri."Dari gemericik air yang terdengar di kamar mandi, pria itu tahu jika sang istri sedang mandi, tersenyum dengan ingatan atas kegiatan mereka berdua semalam.Segera pria itu mengingat lagi mimpinya, sebuah peluang bisnis besar ada di depan matanya. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur dan meraih ponselnya yang tergeletak di meja.Dengan tangan yang sedikit gemetar karena antusias, Gilang membuka aplikasi analisis saham favoritnya dan mulai memasukkan data-data baru yang diperolehnya dari "cheat" yang terlihat."Seharusnya begini? Hm, ya!"Pagi hari membuat otaknya jernih, bisa bekerja dengan sangat maksimal. Ditambah lagi dengan entengnya tubuh setelah selesai akt
Ella, seorang analis berpengalaman dengan kacamata melingkar di hidungnya, melipat tangan di depan dadanya sambil menatap layar komputer dengan serius."Hasil pemetaan sektor ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan," ujarnya, suaranya tenang dan penuh keyakinan.Ryan mengangguk pelan, menyatakan perhatian yang sama seperti yang dikatakan anak buahnya tersebut."Bagus. Saya ingin memastikan kita memiliki pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ini. Apakah kita sudah mengidentifikasi risiko-risiko potensial yang perlu kita awasi?" tanya pria itu kemudian.Tim riset mengalihkan pandangan mereka kepadanya, ekspresi serius terpampang di wajah-wajah mereka. Jonathan, seorang analis data muda yang energetik, memberikan menjawab."Kami sedang melihat volatilitas pasar yang bisa mempengaruhi potensi pertumbuhan ini. Perubahan kebijakan pemerintah dan fluktuasi mata uang juga harus menjadi perhatian kita."Ryan mengangguk mengapresiasi. "Bagus, Jonat
"Semua lancar, Mas Gilang.""Bagus. Terus jalankan semua rencana dan strategi seperti biasanya," sahut Gilang.Pagi ini, setelah Saras pergi ke kantor dan mama mertuanya pergi entah kemana, Gilang hubungi "tangan kanannya" untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik."Mario, sudah ditahan di kantor polisi. Sudah ada beberapa tuntutan korban yang masuk, ditambah Yun tuntutan dari pihak perusahaan.""Pastikan bahwa pria itu tidak bisa bebas dengan mudah. Kamu tahu sendiri, meskipun dia tidak lagi berkuasa di masih mempunyai koneksi dan keluarga yang memiliki kekuasaan." Gilang memperingatkan."Pasti, Mas Gilang."Tuuttt!Panggilan telepon terputus. Jari jemari Gilang cepat mengetik sesuatu untuk memeriksa laporan yang masuk ke email--dari tangan kanannya.Pria itu tahu, dengan memanfaatkan kepintarannya dan pengetahuannya dalam dunia pasar saham, memastikan bahwa "tangan kanannya" mengambil langkah-langkah yang tepat dengan mengumpulkan tim riset handal dan berpengalaman.Pria itu ju
Di kantor, Ibra duduk di sudut ruangan dengan sebotol minuman di hadapannya. Ekspresinya jahat saat melihat berita di ponselnya yang memberitakan tentang situasi dengan Mario."Jadi, Ryan pikir dia bisa mengalahkan aku begitu saja?" gumamnya dengan nada sinis.Pamannya Ibra, Hendra, duduk di seberangnya, mengangkat alis. Ia bertanya tentang kabar ini pada keponakannya, sudah menjadi "anak asuhnya" sejak lama."Ibra, apa yang sedang kamu pikirkan? Kita semua tahu betapa terobsesinya Ryan dengan bisnis ini. Bagaimana kamu bisa yakin rencanamu akan berhasil?""Paman lupa bahwa aku punya informasi yang bisa mengguncangnya? Dan aku akan menggunakannya dengan bijaksana." Ibra kembali tersenyum sinis di sudut bibir."Ingatlah, Ibra, ini adalah permainan berbahaya. Jika rencana ini terbongkar, kamu bisa berada dalam masalah besar."Sang paman menggelengkan kepala agak khawatir sehingga peringatkan. Tapi sayangnya, keponakannya itu justru tertawa merendahkan."Tidak perlu khawatir, Paman. Aku
"Yakin ini akan berhasil, Paman?" tanya Ibra, melihat lagi layar ponselnya--melihat sebuah video."Paman yakin, dan seharusnya kamu tidak meragukan kemampuan rencana-rencana paman."Pembicaraan rahasia antara Ibra dan Mario--saat Mario belum ditahan bersama pamannya waktu Mario mabuk, membawa ancaman baru yang mengintai perusahaan Ryan.Dengan rencana jahat yang dirancang dengan cermat, Ibra berusaha meruntuhkan perusahaan dan reputasi Ryan dengan cara yang tidak terduga, atas saran sang paman.Permainan licik ini akan menantang kemampuan Ryan dalam membaca situasi dan menjaga kestabilan perusahaannya.Siang ini Ibra bertemu dengan Ryan, membahas evaluasi kinerja kerjasama mereka. Dia sedang merencanakan sesuatu untuk menyerangnya, tanpa harus terlihat nyata."Tekanan semakin besar. Tapi kita harus tetap terikat pada visi kita dan menjaga stabilitas perusahaan," ujar Ryan datar."Visi yang mulia, tapi sepertinya kamu tak akan bisa mewujudkannya." Ibra menyeringai dengan sindirannya ba
Di pagi yang cerah, cahaya matahari menyinari gedung perkantoran yang menjulang tinggi.Ibra, seorang pengusaha sukses dan licin, duduk di belakang meja kayu mahony di ruang rapat mewahnya. Dia merencanakan langkah licik untuk menuntut ganti rugi dari Ryan, mitra bisnisnya yang telah membuatnya mengalami kerugian besar.Dalam ruang rapat yang penuh dengan karya seni dan furnitur mewah, Ibra memeriksa dengan cermat berkas-berkas yang akan digunakan untuk menggiring Ryan ke dalam perangkapnya. Dia merenung sejenak, memikirkan cara terbaik untuk menanam benih kecurigaan dalam pikiran Ryan tanpa sepengetahuannya."Kau, tidak akan bisa berkutik lagi. Hahaha ..."Ibra tahu bahwa tekanan demi tekanan adalah kunci untuk merusak mental dan emosional lawannya."Ternyata, baliho dan rekam jejak di media sosial yang memujamu kembali menusuk.""Tapi, tetap hati-hati. Paman tidak mau jika ternyata ia punya senjata untuk membuat senjata berbalik arah," ujar sang paman--menasehati.Ibra sudah memutus
Flashback lima tahun yang lalu.Suasana malam yang kelam menyelimuti ruangan yang gelap dan tertutup rapat. Ibra dan pamannya, duduk di meja kayu tua, berbicara dengan suara berbisik, mengupas rencana jahat yang mereka rancang dengan cermat.Ibra, dengan suara pelan menanggapi perkataan sang paman dengan rencana barunya."Kita harus mengambil tindakan tegas terhadap Gilang, Paman? Seperti apa?" tanya pemuda yang mulai memegang kekuasaan.Dia mulai menyadari sesuatu dan itu bisa membahayakan masa depannya sendiri dikemudian hari.Sang Pamannya, mengangguk setuju, mengambil gelasnya kemudian mengalirkan ke tenggorokan setelah diminum habis."Ya, sudah saatnya kita menyingkirkan dia. Kita perlu mencari cara agar kecelakaan itu terlihat sebagai suatu kebetulan," ujarnya dengan tenang tapi menyakinkan."Baiklah, ini yang akan kita lakukan. Aku punya hubungan dengan seseorang di bengkel. Kita bisa merusak rem sepeda motor Gilang tanpa sepengetahuannya."Ibra mengeluarkan rencana dengan deta
"Hai, tekan dada bagian jantungnya!" seru penjaga, pada napi yang berikan bantuan pertama."Egh! Eh, tetap gak bisa, pak!" teriak napi tersebut, merasa putus asa.Napi-napi lainnya berusaha memberikan pertolongan pertama pada Mario, tetapi sayangnya, kondisinya sudah terlalu parah.Meskipun upaya mereka lakukan sebaik mungkin, Mario akhirnya meregang nyawa dalam keadaan yang menyedihkan. Suasana sel berubah menjadi hening dan penuh duka cita.Pagi harinya, berita kematian Mario telah menyebar ke seluruh lapas. Para napi terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut. Beberapa berbisik-bisik dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Gak nyangka," kata napi yang memiliki kamar di seberangnya Mario."Tapi, apakah tidak ada yang mencurigakan sebelumnya?" tanya yang lain."Apa? Sepertinya tidak ada. Mario, bersikap seperti biasanya tidak ada yang terlihat aneh." Napi yang kebetulan satu ruangan dengan Mario, memberikan jawaban.Beberapa dari mereka mencoba mendekati Rico, yang
"Hai, Bos Mario. Saya mendengar Anda cukup terkenal di dunia ini," sapa Rico, yang mencoba mendekati Mario."Heh, siapa yang memberi tahu tentang itu, bocah?" sahut Mario dengan nada sombong."Oh, banyak orang di sini. Mereka bilang Anda punya reputasi yang hebat," terang Rico yang mulai berakting.Kekasih Diana itu memang sengaja menyanjung Mario, agar pria itu percaya padanya. Dengan demikian, ia bisa dengan mudah melakukan rencana yang sudah dibuat oleh Gilang untuknya.Gilang harus berhati-hati, karena rencananya melibatkan tindakan ilegal dan berbahaya. Langkah ini bisa memiliki konsekuensi serius, termasuk hukuman pidana bagi Gilang sendiri jika dia ketahuan terlibat dalam rencana tersebut.Tapi Gilang juga yakin jika Rico mampu melakukan semua hal yang sudah dipersiapkan untuk balas dendam pada Mario."Hm, tergantung perspektif orang sih. Bagaimana denganmu, bocah? Bagaimana kau bisa di sini?" Mario bertanya pada Rico."Hahaha ... Sama seperti banyak dari kita di sini, terjebak
"Mama!" Setu Saras, melihat keadaan mamanya yang tidak sadarkan diri."Sayang?" Rico ikutan panik.Situasi semakin rumit. Rico yang memberikan keputusan penting dalam hubungan percintaannya, membuat Diana terkejut dan akhirnya kehilangan kesadaran.Gilang dan Saras saling berpandangan, tak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua sangat terpukul dengan kondisi Diana yang seperti ini, namun mereka tetap berusaha untuk menangani situasi dengan bijak.Mereka segera memanggil bantuan dan berusaha meredakan keadaan. Semua ini tidak mudah, tetapi mereka harus bersikap tenang dan bijaksana untuk menghadapi masalah ini.Setelah beberapa saat, Diana akhirnya sadar. Gilang dan Saras masih berusaha menjaga ketenangan."Mama Diana? Mama Diana?" panggil Gilang, mencoba menyadarkan Mama mertuanya."Ma, bangun, Ma!" lirih suara Saras, dengan menekan-nekan telapak tangan mamanya."Kita bawa ke rumah sakit, saja!" ajak Gilang, mengingat kondisi Diana.Saras hanya mengangguk lemah, masih terlihat terpukul
"Hai, sayang. Uluh-uluh ... Mama kangen sama kamu dan Rafi," ungkap Diana, Begitu tiba di rumah Gilang. Wanita itu datang keesokan harinya, setelah mendapatkan undangan dari Gilang kemarin. Diana dan kekasihnya datang ke rumah Gilang, sesuai dengan permintaan dari Gilang."Apa kabar, Ma? Bagaimana keadaan, Mama? Sudah benar-benar sehat?" tanya Saras."Emh ... Mama__""Ma, urusan dengan keluarga korban bagaimana? Mereka tidak mempermasalahkan lagi, kan?"Saras langsung mengajukan beberapa pertanyaan secara bersamaan, tidak memberikan kesempatan pada mamanya untuk menjawabnya satu persatu terlebih dahulu."Mari, kita duduk dulu! Aku juga ingin berbincang-bincang dengan kalian berdua," terang Gilang, mengajak kedua orang yang baru saja datang untuk duduk di ruang tamu."Tentang apa?" Kekasih Diana mengajukan pertanyaan - seperti merasakan tidak nyaman."Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berbincang-bincang saja," terang Gilang menjelaskan agar Rico tidak curiga.Diana melirik ke arah Sa
"Sayang, mmmhhh ... aku ingin mencari tahu lebih mengenai kekasih muda mama. Aku merasa curiga dengan niatnya mau bersama dengan mama," terang Gilang."Ya, mas. Mungkin sebaiknya kita mencari tahu lebih lanjut agar tidak ada masalah di kemudian hari," jawab Saras, yang tidak pernah setuju dengan kelakuan mamanya.Mereka kemudian bekerja sama untuk mencari informasi mengenai kekasih muda Diana, untuk memastikan bahwa tidak ada yang akan merugikan mama mertuanya dalam hubungan tersebut.Mereka berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang kekasih muda Diana. Ternyata, pria tersebut memang seorang model yang cukup sukses. Namun, Gilang masih merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres."Sayang, aku masih merasa curiga. Mungkin sebaiknya aku bicara langsung dengan mama Diana, atau bagaimana ya?" Gilang meminta pendapat isterinya."Iya, mas. Aku rasa itu adalah langkah yang baik," ujar Saras setelah berpikir.Gilang kemudian menghubungi Diana dan meminta untuk bertemu dengan kekasih mudan
"Saat ini tim sedang melakukan riset pasar potensial, Mas. Kami akan segera menyusun strategi untuk memasuki pasar baru." Akhirnya Ryan memberikan jawaban."Bagus, Ryan. Pastikan kita memiliki rencana yang matang sebelum melangkah lebih jauh," puji Gilang dengan menepuk Bunda asistennya tersebut."Saya akan memastikan semuanya terencana dengan baik, Mas." Ryan mengangguk patuh.Begitulah Ryan, yang selalu melakukan tugas dari Gilang tanpa banyak protes. Ia akan berusaha untuk melakukan semuanya dengan sebaik mungkin.Gilang juga tidak pernah ragu, apalagi kecewa dengan kinerja Ryan selama ini. Asistennya itu adalah orang yang sangat setia dan jujur. Jadi, tentunya Gilang selalu bisa menjadikan Ryan sebagai andalannya."Bagus, Ryan. Teruskan kerja kerasmu. Kita harus terus berkembang dan menghadapi setiap tantangan dengan baik." Gilang berbicara dengan nada bangga."Tentu, Mas. Saya dan tim, siap untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan ini." Ryan menggangguk - memastikan.Gilang
"Hm, kita harus mencari tahu apa motif di balik ini. Apakah ada pihak lain yang memang ingin mencelakai Ibra atau mungkin ada konflik internal di dalam lapas?" Gilang mengangguk setuju dengan pertanyaan Ryan yang tadi."Saya akan meminta tim keamanan lapas untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Semua harus dipastikan tidak adanya ancaman serius terhadap Ibra." Ryan menambahkan.Gilang dan Ryan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan teliti dan mengambil langkah-langkah tegas untuk melindungi Ibra, meskipun itu di dalam lapas.Setelah berdiskusi dengan Ryan, Gilang juga memutuskan untuk menghubungi pihak kepolisian untuk memberikan informasi tambahan dan meminta bantuan dalam penyelidikan kasus makanan dan minuman beracun di dalam lapas.Sementara itu, Ryan akan segera mengatur pertemuan dengan ahli untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan di lapas sudah diperketat. Mereka juga akan melakukan audit internal untuk memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfa
"Halo, siapa ini?" tanya Gilang, saat ada nomor tak dikenal menghubungi ponselnya."Halo, maaf. Saya dari Lapas ingin memberitahukan bahwa kakak Anda, Ibra, sedang mengalami kondisi kesehatan yang memburuk. Kami akan segera membawanya ke rumah sakit." Orang di seberang, menjawab dengan memberikan kabar."Apa? Bagaimana bisa ini terjadi? Segera berikan alamat rumah sakitnya, saya akan datang secepatnya."Gilang sigap saat mendengar jawaban tersebut. Ia tidak mau jika terjadi sesuatu pada kakaknya, meskipun selama ini Ibra tidak pernah bersikap baik padanya.Karena kabar ini juga tiba-tiba, Gilang tidak ada persiapan apapun. Tapi ia memutuskan untuk segera pergi ke rumah sakit dan menemui kakaknya.Tapi sekarang ini pria itu tidak lagi memiliki keluarga lain, selain kakaknya itu - di luar keluarga kecilnya yang sekarang."Baik, alamatnya adalah rumah sakit pemerintah, yang ada di seberang lapas. Mohon segera datang," pinta orang tersebut."Terima kasih, saya akan segera menuju ke sana."
Gilang tiba di kantor lagi bersama dengan Ryan. Ia menggerutu dengan kegagalannya bertemu klien dari Meksiko, tapi justru nona Tan yang datang.Pria itu masih ingat betul bagaimana Nona Tan yang menyapanya dengan senyum yang memiliki arti tersembunyi."Selamat bertemu lagi, Tuan Gumilang. Maaf jika datang tiba-tiba. Saya melihat kalian, dan ...""Ya, itu benar. Tapi sepertinya pertemuan itu gagal terlaksana," sahut Gilang tersenyum kecut."Sayang sekali. Mungkin saya bisa membantu Anda mengatasi masalah ini. Saya memiliki beberapa kontak dengan pengusaha Eropa atau Amerika, yang mungkin bisa membantu." Nona Tan justru memberikan penawaran.Ryan melihat dengan tidak suka, sebab ia tahu jika Gilang juga merasa tidak nyaman dengan kehadiran Nona Tan di antara mereka berdua saat seperti ini.Gilang sendiri terlihat jelas jika sedang kesal. Ia tidak pernah menyangka jika bertemunya kali ini akan gagal bahkan terasa seperti sedang terkena sial, sebab bertemu dengan Nona Tan juga."Ini sungg