Seakan-akan tidak ada orang lain di tempat itu, sekelompok orang asing itu melontarkan sindiran-sindiran dan ejekan-ejekan sesuka hati mereka.Mendengar sindiran dan ejekan mereka, orang-orang Negara Nusantara yang berkerumun di lokasi tampak sangat marah."Kenapa? Memangnya ucapan kami salah? Fakta sudah terpampang nyata di hadapan kalian. Kalian nggak lebih dari orang rendahan. Haha!"Menghadapi reaksi orang-orang Negara Nusantara di sekitar mereka, sekelompok orang asing itu makin menjadi-jadi, kata-kata ejekan dan sindiran yang mereka lontarkan makin tidak enak didengar.Dengan adanya dukungan dari rekan-rekannya, istri Dixon bersikap makin arogan. "Kamu sudah dengar sendiri, 'kan? Kamu nggak lebih hanya sekadar orang Negara Nusantara rendahan! Sekarang cepat berlutut meminta maaf pada kami! Mungkin kami masih bisa mempertimbangkan untuk memaafkanmu!"Dia menunjuk Ardika, bahkan kuku jari jempolnya yang dihiasi dengan cincin berlian hampir menusuk wajah Ardika.Ardika melirik wanit
Dixon memelototi Ardika dan berkata dengan tajam, "Eh, orang Negara Nusantara sialan! Aku nggak peduli apa latar belakangmu! Hari ini aku akan membuatmu membayar harga mahal dan menyesali perbuatanmu seumur hidupmu!"Kemudian, dia berbalik menghadap Eko dan memerintah dengan marah, "Sekarang aku sudah berubah pikiran. Aku mau kamu memerintahkan satpam untuk mematahkan lengan dan kaki orang Negara Nusantara ini, lalu melemparkannya keluar, menyuruhnya untuk berlutut menyesali perbuatannya!"Di bawah tatapan banyak orang, bisa-bisanya Dixon menginstruksikan Eko untuk mematahkan lengan dan kaki Ardika!Kesombongan Dixon benar-benar sudah mencapai puncaknya!"Eh ... ini ...."Eko melihat para pelanggan lainnya yang berkerumun di sekitar lokasi dengan ragu.Sebagai manajer umum tempat hiburan ini, sebelumnya para pengunjung yang berkerumun saja sudah kesal melihat standar gandanya terhadap Dixon dan Ardika.Sekarang kalau dia benar-benar menuruti perintah Dixon untuk mematah lengan dan kaki
Jelas-jelas niat jahatnya sudah terlukis jelas di wajahnya, tetapi bisa-bisanya dia meminta Ardika untuk memahaminya.Logika seperti apa itu?Ardika mengerutkan keningnya dengan jijik, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Oh? Maaf, sepertinya aku nggak bisa bergerak? Kita selesaikan saja di sini."Ekspresi ketua petugas keamanan itu langsung berubah menjadi muram. Melihat para pengunjung yang berkerumun di sekitar lokasi, dia melambaikan tangannya kepada anggotanya."Lebih rapat lagi!"Anggota petugas keamanan segera mengepung Ardika dengan lebih rapat lagi, agar para pengunjung yang berkerumun di sekitar lokasi tidak bisa mengambil rekaman video.Kemudian, ketua petugas keamanan itu melemparkan seulas senyum dengan menunjukkan gigi-gigi kekuningannya kepada Ardika. "Kamu bilang kamu nggak bisa bergerak, 'kan? Kalau begitu, aku akan dengan senang hati membantumu."Selesai berbicara, kilatan tajam melintas di matanya. Tiba-tiba, dia mengangkat lengannya, hendak meraih leher Ardika.Perge
Dixon menggertakkan giginya dengan kesal setelah melihat pemandangan itu. Tiba-tiba, dia menoleh dan berteriak pada Eko, "Dasar pecundang! Jelas-jelas anak buahmu itu memiliki postur tubuh yang tegap, tapi kenapa melawan orang lemah sepertinya saja nggak bisa?!""Tuan Dixon, ini ... ini pasti hanya kejadian yang nggak terduga."Eko mencoba untuk memberi penjelasan dengan sikap hormat, sebenarnya dia juga tidak mengerti apa yang telah terjadi."Sialan! Aku nggak mau tahu, aku hanya lengan dan kakinya dipatahkan, lalu dia dilempar keluar!"Dixon berteriak dengan marah, "Sekarang juga!""Oke, oke, aku akan segera melaksanakannya ...."Eko segera menoleh, lalu berteriak pada anggota petugas keamanan lainnya, "Kalian ini! Dasar sialan! Sekelompok orang nggak berguna! Cepat serang dia secara bersamaan!""Pak Eko, orang ... orang ini adalah petarung yang sangat andal ...."Biarpun sudah diperintahkan oleh Eko, belasan anggota petugas keamanan lainnya tetap berdiri di tempat. Tidak ada seorang
"Tuan Dixon adalah anggota Keluarga Tulipa dari Negara Enggrim, dia juga merupakan tamu kehormatan yang diundang oleh kedutaan Negara Enggrim, identitasnya sangat terhormat.""Sedangkan orang yang bernama Ardika ini hanyalah rakyat jelata rendahan yang nggak tahu aturan. Memangnya dia layak mendapat permintaan maaf dari Bapak?"Selesai berbicara, dia melemparkan sorot mata mengejek ke arah Ardika dan menyunggingkan seulas senyum dingin.Begitu mendengar ucapan bawahannya, Jilian langsung merasa gugup bukan main, jantungnya sudah berdegap dengan sangat kencang.Dia melirik ekspresi Ardika dengan hati-hati. Melihat Ardika tidak menunjukkan reaksi apa pun, dia baru merasa sedikit lega. Kemudian, dia menoleh dan berkata dengan marah, "Eko, aku menyuruhmu untuk tutup mulutmu! Apa kamu nggak dengar?!""Pak Jilian, aku banyak bicara juga karena mempertimbangkan Bapak."Eko masih belum menyadari kesabaran Jilian sudah dikuras habis olehnya. Dia tetap melanjutkan. "Dengan status dan kedudukan P
"Pak Jilian, kamu sendiri yang tangani saja sendiri pengkhianat seperti itu."Selesai berbicara, Ardika sama sekali tidak melirik Eko yang sudah terlihat pucat pasi.Dia tidak perlu turun tangan sendiri menangani orang sampah seperti Eko.Jilian segera meminta stafnya untuk mengambil rekaman video di area trampolin, lalu memutarnya di sebuah layar besar tepat di hadapan semua orang.Di dalam rekaman video pengawasan itu menunjukkan dengan sangat jelas bahwa beberapa bocah asing itu yang terlebih dahulu menindas Livy.Bocah perempuan yang bahkan belum berumur lima tahun itu didorong oleh beberapa bocah yang lebih besar dibandingkannya ke sana kemari. Pemandangan seperti itu benar-benar menyedihkan.Setelah didorong hingga terjatuh, sambil menangis Livy baru mendorong Dixon Jr. sekali, itu hanyalah bentuk reaksi naluriahnya."Jelas-jelas beberapa bocah asing itu yang menindas bocah perempuan itu, bisa-bisanya kalian sebagai orang tua bocah-bocah nakal itu malah memutarbalikkan fakta!""K
Dengan kekesalan menyelimuti hati mereka, Dixon dan yang lainnya berencana untuk meninggalkan tempat itu.Namun, satu kalimat yang keluar dari mulut Ardika itu langsung membuat api amarah mereka meledak-ledak!"Dasar sialan! Memangnya kamu pikir kamu siapa? Kami mau pergi juga membutuhkan izin darimu, hah?"Mereka menoleh, memelototi Ardika dengan marah.Dengan sorot mata penuh amarah, istri Dixon berteriak dengan marah, "Eh, bocah Negara Nusantara sialan, kami sudah cukup berbesar hati dengan nggak mencari perhitungan denganmu. Apa lagi yang kamu inginkan, hah? Cih, Negara Nusantara rendahan saja ...."Sorot mata Ardika langsung berubah menjadi dingin, dia melirik wajah wanita itu.Sontak saja lirikan Ardika itu membuat raut wajah wanita itu membeku, lalu dia tidak melanjutkan kalimatnya lagi. Namun, dia tetap memelototi Ardika dengan arogan.Ardika tidak memedulikan wanita gila itu. Sambil menggandeng Livy, dia menunjuk beberapa bocah asing tersebut dan berkata, "Sebelum kalian pergi
"Orang Negara Nusantara, kamu berniat main tangan terhadapku?"Dixon sama sekali tidak takut pada Ardika.Melihat Ardika yang berjalan mendekatinya, dia tetap berdiri di tempat. Dengan seulas senyum dingin mengembang di wajahnya, dia berkata, "Sebelumnya, kamu sudah menampar istriku. Aku sudah cukup berbesar hati dengan nggak mempermasalahkan hal itu lagi.""Kalau sekarang kamu berani main tangan terhadapku, apa kamu sudah pernah memikirkan konsekuensinya?""Jangan pikir hanya karena kamu adalah manajer umum perusahaan investasi yang memiliki uang nggak seberapa itu, kamu sudah bisa bertindak sesuka hatimu. Selama kamu berani main tangan terhadapku, aku akan membuatmu menyesali perbuatanmu selamanya!"Dengan mengandalkan hak istimewa sebagai tamu kehormatan Negara Nusantara, dia sama sekali tidak menganggap serius Ardika. Dia tetap bersikap sangat arogan."Oh? Begitu, ya? Kamu sendiri yang mengatakannya, ya."Ardika menganggukkan kepalanya, lalu berkata tanpa menoleh ke belakang, "Livy
Sebelumnya, Tridon masih enggan tunduk pada Dewa Perang. Dia ingin melatih beberapa orang bawahan yang bisa diandalkan, lalu mencari kesempatan untuk melawan Dewa Perang lagi.Contohnya Musa, itu adalah orang berbakat yang telah dilatihnya dengan mengerahkan seluruh kemampuannya.Namun sekarang, Tridon baru mendapati saat dirinya benar-benar berhadapan dengan sosok Dewa Perang itu, dia bahkan tidak memiliki keberanian untuk merangkak bangkit.Kejadian hari ini membuatnya tidak berani memikirkan niat-niat lain lagi.Tanpa perlu Ardika turun tangan sendiri, Draco, bawahan Ardika sudah menghancurkan tubuh Musa hanya dengan satu tinju saja."Tridon, apa kamu mengira kamu masih bisa bertahan hidup?"Ardika menatap Tridon dengan sorot mata acuh tak acuh, lalu berkata dengan dingin, "Sebagai keturunan Negara Nusantara, kamu nggak mencintai negara ini dan memilih untuk pergi ke negara lain. Aku nggak menyalahkanmu.""Kamu nggak mencintai tanah airmu, tapi juga tolong jangan merusaknya.""Tapi,
Dengan ekspresi sedikit kebingungan dan sedikit tidak rela, orang tersebut terjatuh ke tanah tanpa adanya tanda-tanda kehidupan lagi.Tidak ada yang menyangka Draco tiba-tiba memainkan senjata api.Menghadapi tindakan tegas dan sadis sang Komandan, semua orang ketakutan setengah mati."Kamu!"Ekspresi Chiko langsung berubah menjadi pucat pasi. Dia mendongak, menatap orang di hadapannya itu dengan tatapan terkejut sekaligus marah.Draco menyimpan kembali senjata apinya, lalu berkata dengan dingin, "Bukankah kamu bilang tim tempur Galea ingin mendeklarasikan perang? Sekarang sudah ada sebuah alasan yang sesuai terpampang nyata di hadapanmu.""Aku beri kamu kesempatan untuk menghubungi tim tempur Galea, kamu tanyakan saja pada mereka.""Tanyakan pada Galea, apakah Galea berani mendeklarasikan perang pada Dewa Perang?!"Selesai berbicara, dia langsung melemparkan sebuah ponsel ke dalam pelukan Chiko.Chiko menerima ponsel itu dengan panik. Bagaikan menggenggam sebuah ubi rebus yang panas,
Mencari cara untuk memperoleh keuntungan maksimal, ini adalah tujuan awal orang-orang seperti mereka dalam melakukan segala sesuatu.Selain itu, setelah Tridon menyatakan dengan jelas, kelak mereka bisa bekerja sama dan memperoleh keuntungan bersama, Ardika masih ada alasan apa lagi untuk menyerang mereka.Menyerang mereka tidak akan membawa keuntungan apa pun untuk Ardika."Kalau begitu, Tuan Ardika, apakah sekarang kami sudah boleh pergi?"Chiko kembali mengajukan pertanyaan sambil tersenyum.Ardika melontarkan dua kata tanpa ekspresi. "Nggak boleh.""Tuan Ardika, apa maksudmu?!"Senyuman di wajah Chiko langsung membeku, dia menatap Ardika dengan tatapan terkejut.Ada apa ini?Dia sudah "menjelaskan" dengan sedemikian jelasnya, Ardika masih tidak bersedia membiarkan mereka pergi?Ardika tidak menanggapi Chiko. Dengan kedua tangan di punggungnya, dia berkata tanpa menoleh ke belakang, "Draco, kamu beri tahu dia.""Beri tahu dia, apakah aku, Ardika, berhak mewakili tim tempur Negara Nu
Karena Ardika berani melontarkan kata-kata seperti itu, itu artinya dia benar-benar sudah melakukan persiapan untuk menghabisi Tentara Bayaran Lane.Kalau tidak, Ardika tidak mungkin tampak begitu tenang, seolah-olah kemenangan sudah ada di tangannya."Ardika, kamu nggak bisa melakukan ini!"Saat ini, Olin selaku Kodam, juga berteriak dengan keras, "Mereka memasuki Negara Nusantara melalui jalur resmi.""Di antara mereka, ada yang bekerja untuk perusahaan keamanan, ada pula yang merupakan karyawan perusahaan asing, serta ada pula yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi yang ditempatkan di Negara Nusantara.""Kalau kamu berani menyentuh mereka, apa kamu nggak takut akan terjadi konflik luar negeri, memicu protes?!"Olin benar.Ada ratusan orang asing yang tinggal di Negara Nusantara dalam jangka panjang, mereka tidak mungkin tidak memiliki identitas legal untuk menyembunyikan identitas asli mereka. Kalau tidak, terlepas dari seberapa keras upaya mereka untuk menyembunyikan id
Aturan yang berlaku dalam internal Tentara Bayaran Lane adalah aturan tentara militer asing.Mereka hanya akan mendengar perintah dari atasan mereka.Biarpun dia adalah kepala instruktur Tentara Bayaran Lane, orang-orang ini hanya akan melaksanakan perintah dari Chiko, tidak akan mendengarkan sepatah kata pun darinya.Karena itulah, begitu Tridon melihat Chiko, dia segera mengajukan penawaran yang paling besar, mencoba untuk memikat keponakannya itu dengan keuntungan.Hanya dengan cara seperti inilah, kemungkinan besar keponakannya itu akan menyelamatkan nyawanya.Melihat Tridon yang saat ini melihatnya seperti sosok penyelamat, Chiko merasa sedikit kecewa.Pamannya yang satu ini sudah ketakutan setengah mati.Bukan lagi sosok kepala instruktur tentara militer asing yang luar biasa seperti dulu.Namun, tidak peduli Tridon berubah menjadi seperti apa, Chiko juga akan menyelamatkannya.Alasannya sederhana, Tridon bisa membantunya menguasai Keluarga Dougli dan menyerahkan relasi kemiliter
"Kak Ardika, sepertinya si tua bangka itu sedang menelepon memanggil bala bantuan?"Levin menangkap pergerakan Tridon yang diam-diam melakukan panggilan telepon, dia segera melaporkan hal itu pada Ardika.Ardika melambaikan tangannya, menyunggingkan seulas senyum mempermainkan dan berkata, "Nggak apa-apa, biarkan saja.""Sebelumnya hanyalah 'hidangan pembuka', pertunjukan menarik baru dimulai."Tujuan awal Ardika adalah memusnahkan anggota Tentara Bayaran Lane yang telah menyelinap masuk dan bersembunyi di Negara Nusantara.Kalau hanya untuk menghadapi sekelompok preman yang terbiasa menindas yang lemah dan takut pada yang kuat, dia juga tidak perlu mengerahkan Pasukan Drakon dan Pasukan Pengawal Draco.Seolah-olah tidak mendapati Tridon sedang menelepon memanggil bala bantuan, Ardika meminta anggota Pasukan Pengawal Draco untuk melanjutkan "pembersihan" lokasi."Berlutut!""Lempar senjata kalian ke tanah dan angkat kedua lengan kalian ke atas!"Di bawah teguran tajam dan tegas para pr
"Gawat, gawat!"Menyaksikan para pembunuh dunia preman Keluarga Dougli itu sudah mulai ketakutan dan mundur, sekitar seratus orang perwakilan cabang Keluarga Dougli, mulai merasakan tangan dan kaki mereka sedingin es.Orang sebodoh apa pun, saat ini pasti sudah mengerti.Ini adalah sebuah perangkap yang dipasang untuk mereka semua, dengan tujuan untuk melenyapkan kekuatan Keluarga Dougli secara menyeluruh.Namun, mereka malah berinisiatif masuk ke dalam perangkap ini."Aku benci!"Saat ini, ekspresi Tridon tampak ganas, seperti sudah di ambang kegilaan.Tiga raja tentara besar sudah mati.Anak buah lainnya yang dibawanya dari Galea, juga dijadikan sebagai target khusus dan sudah tewas.Pembunuh dunia preman yang mendekati sepuluh ribu orang, juga sudah ketakutan setengah mati dan kehilangan daya tempur.Kalah telak, tidak berlebihan untuk menggambarkan situasinya saat ini.Musnah.Semuanya sudah musnah.Sekarang, dia sudah berubah menjadi sosok pemimpin yang tidak memiliki anak buah.P
"Bam!"Dengan darah terciprat dari tubuhnya, tubuh Musa menghantam tanah dengan keras.Di lokasi benturan tubuhnya, permukaan tanah langsung membentuk sebuah lubang, pecahan-pecahan batu beterbangan dengan ganas ke seluruh arah."Ahhh!"Di bawah tatapan terkejut bukan main orang-orang di sekelilingnya, termasuk Tridon, Musa mengeluarkan suara teriakan kesakitan.Lengannya sudah hancur dan berserakan di tanah.Sementara itu, seperti sebuah batu yang dipecahkan, muncul banyak bekas retakan di tubuhnya.Retakan-retakan itu bahkan sudah menjalar ke area wajahnya, setetes demi setetes darah sudah mengalir. Tak lama kemudian, dia sudah seperti "manusia darah"."Musa!"Tridon berteriak dengan marah.Musa adalah anak buah yang paling diandalkan dan paling penting baginya, tetapi malah dipukul oleh seseorang menjadi seperti ini hanya dengan satu tinju saja.Sekujur tubuhnya terbelah.Membayangkan hukuman kejam membelah tubuh dengan lima ekor kuda zaman dahulu, penderitaan seperti itu bukanlah s
Musa berkata dengan datar, "Kamu sedang mengisyaratkanku untuk nggak membunuhmu?""Baiklah, aku percaya untuk sementara waktu."Selesai berbicara, dia melangkah maju satu langkah.Tidak terlihat dia mengerahkan kekuatannya, tetapi di saat telapak kakinya menyentuh permukaan tanah, tubuhnya langsung condong ke depan, melesat ke arah Draco berdiri.Seperti anak panah yang lepas, kecepatan Musa luar biasa cepat!Dalam sekejap mata saja, dia sudah muncul di hadapan Draco dan mengayunkan lengannya.Pergerakan lengannya ini bahkan lebih cepat dibandingkan tubuhnya, bahkan terdengar seperti melesat menebus udara.Dengan menggunakan tinju tersebut sebagai mata angin, topan tak kasat mata seperti terbentuk di sekitarnya, seakan-akan sedang mengoyak udara dengan ganas!Kalau tinju ini mengenai sasaran, pasti tubuh orang tersebut akan meledak di tempat!"Eh?"Dengan sorot mata sedikit terkejut, sudut bibir Draco terangkat ke atas.Walaupun dia merasa bocah yang satu ini pandai berpura-pura, tetap