"Bisakah kamu tutup mulutmu? Aku nggak bertanya padamu."Musafa hanya melirik Elsy sekilas, ekspresinya tampak sangat arogan.Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Hardi dan berkata, "Aku bertanya sekali lagi padamu. Apa kamu bersedia menjual Starindum kepada kami?"Elsy buru-buru berkata, "Pak Hardi, kamu jangan takut, mereka nggak akan berani memaksamu untuk menjual Starindum kepada mereka ...."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Hardi sudah membuat keputusan."Ya, aku bersedia!"Sama seperti saat berada di hadapan Ardika kemarin, Hardi langsung melangkah maju, menganggukkan kepalanya dan berkata dengan penuh hormat, "Dipandang tinggi oleh kalian adalah sebuah kehormatan bagi Starindum, juga merupakan sebuah kehormatan bagiku!"Ada beberapa pemuda yang sedikit menganggukkan kepala mereka, sedangkan pemuda-pemuda lainnya sama sekali tidak bereaksi.Seakan-akan semuanya memang sudah seharusnya berjalan seperti ini.Elsy tidak menyangka Hardi akan mengambil kep
Begitu mendengar ucapan Waluya, ekspresi pemuda itu langsung berubah.Dia mendengus, lalu tidak bersuara lagi.Mereka semua adalah pemuda-pemuda yang mengejar Lea. Jadi, tentu saja hubungan di antara mereka tidak harmonis.Kali ini hanya karena mendengar Lea sudah dipukul, mereka baru bekerja sama untuk mencari perhitungan dengan Ardika.Setelah Elsy pergi, terdengar kata-kata sindiran dilontarkan oleh pemuda-pemuda itu dari arah belakangnya."Apa kita nggak keterlaluan dengan datang bersama-sama seperti ini? Hanya sendirian saja, kita juga sudah bisa menginjak-injak Ardika itu.""Panggil Lea ke sini. Aku mau lihat apakah dia berani menampar Lea di hadapan kita atau nggak.""Dia pasti nggak berani. Aku sudah menyelidiki identitasnya. Dia hanyalah menantu benalu keluarga kelas dua. Sebelumnya, dengan melakukan penyamaran, dia membangun kembali Grup Bintang Darma. Ya, boleh dibilang dia cukup hebat, tapi dia sama sekali bukan apa-apa di hadapan kita ...."Mendengar ucapan pemuda-pemuda i
Hariyo berkata dengan senang, "Ardika, sekarang mereka semua sudah datang ke Kota Banyuli untuk mencari masalah denganmu. Kamu sudah pasti akan mati!"Mendengar ucapan Hariyo, Futari dan Handoko sudah hampir menangis saking cemasnya.Mereka benar-benar ketakutan mendengar ucapan Hariyo."Kak Ardika, bagaimana ini? Kak Luna bawa Paman ke rumah sakit untuk mengganti perban bersama Bibi. Bagaimana kalau aku meneleponnya agar dia segera pulang dan memikirkan solusi untuk menangani masalah ini?"Selesai berbicara, Futari mengeluarkan ponselnya, hendak menelepon Luna."Untuk apa kamu mengganggu Luna hanya karena masalah sepele seperti ini?"Ardika menghentikan Futari.Sebelumnya Ardika sudah menerima panggilan telepon dari Elsy.Awalnya dia tidak menganggap serius sekelompok pemuda itu.Dia berencana untuk mengirim orang membeli Starindum saja.Namun, siapa sangka rumor malah beredar luas di luar sana.Sepertinya dia memang harus mengunjungi Starindum secara pribadi."Sekarang aku akan pergi
"Kak Ardika, jangan menyetujui permintaannya, bisa-bisa nyawamu melayang!"Begitu mendengar ucapan Handoko, ekspresi ketakutan setengah mati terpampang jelas di wajah Futari."Oh? Nggak setuju, ya? Kalau begitu, seharusnya jangan berdiri di sana lagi! Pulang sana dan tunggu ajal menjemputmu!"Hardi tertawa dingin dan berkata, "Kalau kamu ingin memasuki pintu Starindum dan bertemu dengan tuan muda-tuan muda terhormat di dalam, kamu harus berdiri selama tiga jam dengan patuh dan memakan es krim hingga kamu nggak sanggup untuk memakannya lagi."Mendengar ucapan pria paruh baya itu, Handoko dan Futari makin cemas, sampai-sampai mengentakkan kaki mereka.Mereka beranggapan bahwa Ardika pasti akan menyetujui persyaratan tidak masuk akal mereka.Belasan pemuda yang mengejar Lea itu berasal dari latar belakang yang tidak biasa!Ardika juga pasti sudah tahu kali ini dia sudah tertimpa masalah besar.Dia pasti harus bertemu dengan orang-orang itu, lalu tunduk dan meminta maaf pada mereka."Kenap
Setelah tiga keluarga besar hancur.Kepala keluarga tiga keluarga besar yang dulunya sangat berkuasa atas Kota Banyuli, juga sudah pensiun.Baru beberapa hari tidak bertemu, mereka seakan sudah menua sepuluh tahun.Mereka tampak sedikit tidak bersemangat, tidak sebugar dulu lagi.Saat ini, mereka yang sedang berhadapan dengan Ardika terlihat gemetaran.Ardika menatap mereka dengan tatapan acuh tak acuh, "Kepala keluarga tiga keluarga besar, ternyata kalian sangat hebat, ya. Bukankah aku sudah menyuruh kalian untuk menyerahkan seluruh aset kalian kepada negara, malah masih ada aset yang kalian pertahankan?""Brak!"Kepala keluarga tiga keluarga besar langsung berlutut dan bersujud di hadapan Ardika dengan gemetaran.Handoko, Futari dan Hariyo tercengang menyaksikan pemandangan itu.Mengapa kepala keluarga tiga keluarga besar begitu takut pada Ardika?"Tuan Ardika, kami sudah bersalah! Kami benar-benar nggak sengaja membohongi Tuan!""Setelah ada Grup Agung Makmur dan Grup Bintang Darma
"Jangan berpikir kalian bisa menjalani kehidupan seperti dulu lagi, jangan berpikir kalian bisa menguasai Kota Banyuli lagi."Ardika berkata, "Bantu aku beli Starindum, maka aku akan membiarkan kalian menjalani kehidupan orang biasa. Berdirilah."Karena tiga keluarga besar sudah hancur dan mundur dari dunia persilatan, maka mereka tidak bisa didukung untuk bangkit kembali.Adapun mengenai apakah kelak mereka bisa membalikkan keadaan atau tidak, semuanya tergantung pada generasi muda mereka."Terima kasih atas kebesaran hati Tuan Ardika! Kami pasti akan melakukan yang terbaik!"Kepala keluarga tiga keluarga besar sangat berterima kasih atas kesempatan yang Ardika berikan pada mereka.Biarpun hanya bisa menjalani kehidupan orang biasa, bagi mereka yang kini sudah terpuruk dan sangat menyedihkan, itu sudah termasuk surga di bumi.....Begitu melihat Hardi berjalan memasuki ruang pertemuan dan sedang memakan es krim, Musafa pun tersenyum dan bertanya, "Hardi, Ardika sudah mulai makan es kr
Di dalam ruang pertemuan.Senyuman di wajah Musafa dan belasan pemuda lainnya langsung membeku.Senyuman di wajah Santi, Jonas dan yang lainnya membeku.Senyuman di wajah Lea membeku.Senyuman di wajah Hardi juga membeku.Orang-orang ini mengeluarkan uang sebesar enam triliun bersama-sama untuk membeli Starindum.Bahkan di dunia investasi, boleh dibilang ini juga merupakan kasus pembelian yang cukup menghebohkan.Sekarang malah ada orang yang mengejek mereka melakukan penggalangan dana.Hanya satu hal dalam benak mereka. 'Coba kamu yang pergi menggalang dana sebanyak ini! Dasar sialan!'Saat ini, orang-orang di dalam ruang pertemuan itu hampir muntah darah saking kesalnya.Mereka langsung menoleh dan melihat ke arah pintu dengan sorot mata penuh amarah.Sebenarnya siapa manusia arogan yang berani berbicara lancang seperti itu pada mereka?!"Ardika!"Sorot mata Lea langsung berubah menjadi tajam.Kalau bukan demi menjaga citranya di hadapan pemuda-pemuda yang mengejarnya, dia benar-bena
Ardika menunjuk satu per satu dari orang-orang yang tersisa.Mereka semua hanya bisa memasang ekspresi muram tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun."Kalian nggak bisa mengeluarkan uang itu, aku bisa. Kalau kalian bukan pecundang, memangnya apa?"Selesai berbicara, Ardika langsung melambaikan tangannya pada Elsy tanpa melirik orang-orang itu sama sekali. "Elsy, siap-siap untuk menandatangani kontrak.""Menandatangani kontrak apaan? Siapa bilang aku bersedia menjualnya pada kalian?!"Akhirnya Hardi sudah mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Dia memelototi Ardika, tertawa dingin dan berkata, "Saham ada di tanganku! Aku yang berhak menentukan menjual Starindum kepada siapa!"Santi berkata dengan bangga, "Ardika, hilangkan saja pemikiranmu itu! Kontrak sudah ditandatangani! Kamu sudah datang terlambat!""Ya, benar!"Hardi mengambil kontrak yang baru selesai ditandatangani, lalu melambai-lambaikannya di hadapan Ardika. "Kamu sudah lihat sendiri, 'kan? Nona Lea sudah menandatangani kontr
"Jangan terburu-buru berterima kasih, kita bicarakan hal yang penting dulu."Ardika melambaikan tangannya, lalu duduk di sofa."Pertama-tama, aku beri tahu kamu, aku nggak memelihara pecundang.""Jadi, selanjutnya kamu harus menempati posisi sebagai ketua cabang Provinsi Denpapan.""Tapi, aku nggak akan mengangkatmu secara langsung. Kamu harus membersihkan Organisasi Snakei sendiri, menarik dukungan dan kekuasaan sendiri.""Baik yang sekarang sudah memperebutkan kekuasaan secara terang-terangan seperti Giorgi dan Wilgo, atau yang masih terkesan misterius seperti Revando, hanya ada dua pilihan untuk menghadapi orang-orang ini, tundukkan, atau kirim mereka ke alam bawah sana untuk menemani Sirilus.""Dalam kunjunganku kali ini, aku masih ada banyak urusan-urusan lainnya. Aku nggak ingin membuang-buang terlalu banyak waktu dalam urusan cabang Provinsi Denpapan, jadi aku hanya bisa memberimu waktu setengah bulan.""Vita, tunjukkan kemampuanmu padaku."Kalau Vita menunjukkan kemampuan yang
Berdasarkan rencana awal Ardika, membersihkan cabang Gotawa dan cabang Provinsi Denpapan, bisa dilakukan dengan menghabisi setengah anggota, lalu memenangkan hati setengah anggota.Diberi hukuman terlebih dahulu, baru diberi yang manis-manis. Dengan cara seperti ini, sudah bisa memegang kekuasaan dengan kokoh.Namun, saat dia melihat Vita, dia berubah pikiran.Dia ingin membuat Vita sepenuhnya tunduk padanya, bukannya ingin meninggalkan ancaman untuk dirinya sendiri. Itulah sebabnya, dia harus membuat wanita itu menyetujui penawarannya tanpa terpaksa.Ardika tidak bermaksud untuk memaksa wanita itu.Dia sudah memberi wanita itu kesempatan, apakah wanita itu bersedia menangkap kesempatan ini atau tidak, tergantung pada wanita itu sendiri.Setelah terdiam sejenak, Vita langsung melangkah maju dan berlutut di hadapan Ardika."Vita memberi hormat kepada Pak Ardika!""Mulai hari ini, aku hanya akan mendengarkan perintah Pak Ardika!"Begitu mengambil keputusan, Vita tidak ragu lagi. Dia melo
Pedang Ular Gelap.Pedang itu adalah senjata ajaib Vanya, sang Ratu Ular, juga merupakan pedang suci yang mewakili kekuasaan tertinggi Organisasi Snakei.Pedang yang terpampang nyata di depan mata ini, sangat jelas adalah replikanya.Biarpun hanya replika, juga hanya ketua cabang Organisasi Snakei yang memenuhi kualifikasi untuk memilikinya.Kala itu, sebagai orang berbakat yang menempati peringkat sepuluh besar dari tiga puluh enam cabang Organisasi Snakei, Vanya, sang Ratu Ular baru memberi Vita sebilah pedang ini.Sebelumnya, Vita membawa Pedang Ular Gelap ke Kota Banyuli. Dia mengira hanya dengan membawa Pedang Ular Gelap, dia sudah bisa menekan pembunuh ayah angkatnya.Namun, siapa sangka Ardika bisa melumpuhkannya dengan mudah dan merebut Pedang Ular Gelap.Setelahnya, karena Pedang Ular Gelap, muncullah serangkaian masalah.Jadi, saat melihat Pedang Ular Gelap yang dulunya ada di tangannya itu, kembali muncul di hadapannya, perasaan Vita campur aduk.Namun, hal yang membuatnya t
"Hal yang mudah ...."Vita menatap Ardika dengan lekat, sekujur tubuhnya gemetaran.Hanya saja, setelah kehilangan segalanya, dia baru menyadari betapa berharganya segala sesuatu yang dimilikinya dulu.Terutama setelah kekuatannya dilumpuhkan, dia benar-benar merasakan betapa kejamnya dunia ini.Orang-orang yang dulunya menjilatnya, rekan-rekan yang selalu menyapanya dengan penuh hormat, langsung berubah seratus delapan puluh derajat, menganggapnya seperti orang asing.Para senior dan tetua Organisasi Snakei cabang Gotawa yang sebelumnya sangat menyayanginya dan membelanya, tidak lagi memedulikannya. Pada akhirnya, mereka bahkan memindahkannya ke cabang Provinsi Denpapan, menempatkannya di posisi wakil ketua cabang Provinsi Denpapan.Setelah bergabung dengan cabang Provinsi Denpapan, dia selalu ditindas oleh orang-orang. Hari ini, kalau dia benar-benar jatuh ke tangan Cahdani, dia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya.Vita bertanya dengan susah payah, "Apa persy
Ardika menggelengkan kepalanya.Hingga saat seperti ini, wanita yang satu ini masih saja menunjukkan sikap angkuh yang konyol.Ardika berkata dengan memasang ekspresi mempermainkan, "Kalau begitu, coba kamu katakan, kamu berencana membalas budiku dengan cara apa?"Ekspresi Vita sedikit berubah. Kemudian, dia berkata dengan dingin, "Ardika, untuk apa kamu mempermalukanku seperti ini lagi di saat seperti ini?""Aku adalah orang lumpuh yang nggak punya apa-apa, bagaimana aku bisa membalas budimu?""Kekuasaan? Nggak ada seorang pun yang menganggap serius aku, wakil ketua cabang Provinsi Denpapan di atas nama ini. Bahkan, orang seperti Cahdani saja bisa mendesakku ke jalan buntu."Sekujur tubuh Cahdani gemetaran, dia buru-buru berkata, "Bu Vita, aku hanya gegabah sesaat! Sebenarnya aku sangat menghormatimu!"Vita melemparkan sorot mata dingin ke arah pria itu, tidak mengucapkan sepatah kata pun."Uang? Apa lagi uang, tentu saja aku nggak punya.""Ardika, kamu hanya suka melihat seorang wani
"Ardika, kamu membawaku kembali untuk mempermalukanku, 'kan?"Vita meraba-raba pipinya yang terasa panas itu, lalu berkata dengan dingin, "Kamu bisa membunuhku, tapi nggak boleh mempermalukanku!"'Ardika?'Begitu mendengar Vita menyebut nama Ardika, Cahdani yang tergeletak di lantai dan berpura-pura mati itu, merasa nama ini agak familier, seperti pernah mendengar nama ini."Oh? Mempermalukanmu? Memangnya kamu pantas?"Ardika duduk di seberang Vita, mengeluarkan selembar tisu basah, lalu mengelap tangannya perlahan-lahan.Melihat pergerakan Ardika itu, Vita mengangkat alisnya, menarik napas dalam-dalam untuk menekan api amarah yang bergejolak dalam hatinya.Kemudian, dia tertawa getir dan berkata, "Ya, benar juga. Kamu adalah seseorang yang bahkan mampu menundukkan Pak Chamir. Kala itu, kamu juga melumpuhkanku hanya menggunakan satu tangan.""Bahkan saat itu saja aku nggak memenuhi kualifikasi untuk menjadi lawanmu, apalagi sekarang. Aku sudah menjadi orang lumpuh, bagaimana mungkin ak
Ardika mencabut empat sumpit yang tertancap di tangan Cahdani dengan santai, lalu berjalan keluar dengan membawa pria itu."Ka ... kamu mau membawa Tuan Muda Cahdani ke mana?"Jepi mengajukan pertanyaan itu dengan ekspresi gugup. Kali ini, dia bahkan tidak berani berbicara dengan suara yang terlalu keras, takut Ardika menyiksa Cahdani lagi.Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Biarkan Tuan Muda Cahdani mengantarku sebentar. Dua jam kemudian, aku akan mengirim orang untuk mengantarnya kembali.""Tapi selama dua jam ini, kalian semua harus tunggu di sini.""Kalau sampai ada yang diam-diam meninggalkan tempat ini, pergi satu, aku akan mematahkan satu lengan Cahdani, pergi dua, aku akan mematahkan satu kakinya, dan seterusnya ...."Selesa berbicara, Ardika langsung membawa Cahdani meninggalkan restoran di bawah tatapan banyak orang.Begitu melihat mobil Rolls-Royce yang mengkilap itu, Cahdani tahu kali ini dia benar-benar sudah menghadapi lawan yang tangguh.Bagi tokoh yang sudah mencapai
Ardika bahkan tidak melirik Jepi yang sedang berteriak seperti sudah menggila itu, dia hanya berkata dengan acuh tak acuh, "Sepertinya kalian ini masih belum memetik pembelajaran juga, ya."Saat berbicara, dia kembali menusukkan sumpit dalam genggamannya ke dalam telapak tangan Cahdani."Ahhh ...."Cahdani mendongak seperti sudah menggila, seta mengeluarkan teriakan yang luar biasa menyedihkan.Akan tetapi, kedua tangannya seperti sudah terpaku di atas meja, dirinya seperti sudah terpaku di tempat. Dia meronta dengan sekuat tenaganya, tetapi juga tidak ada hasilnya.Ardika mengorek-ngorek telinganya sambil bertanya, "Ayo, coba ulangi sekali lagi, apa yang akan kalian lakukan kalau terjadi sesuatu pada Tuan Muda Cahdani?"Di bawah ada Cahdani yang sedang meronta sambil berteriak dengan menyedihkan, sedangkan di atas ada Ardika yang tampak sangat santai.Pemandangan yang sangat mengenaskan ini benar-benar mengguncang hati orang.Pada akhirnya, ekspresi marah Jepi dan yang lainnya berubah
Ardika melayangkan satu demi satu tamparan ke wajah Cahdani tanpa berbelas kasihan.Tanpa butuh waktu lama, wajah bocah ini sudah rusak ditampar oleh Ardika.Menerima tamparan beruntun dari Ardika, Cahdani merasakan kepalanya sangat pusing.Hal yang tidak bisa diterimanya adalah, penghinaan yang menggerogoti jiwa dan raganya.Dia sudah hidup selama tiga puluh tahun, belum pernah dipermalukan seperti ini oleh orang lain."Dasar sialan! Kamu memperlakukanku seperti ini, apa kamu pernah memikirkan konsekuensinya?"Dengan mata memerah, Cahdani berteriak dengan marah."Ahh ...."Tanggapan yang didapatkannya adalah, sumpit kembali tertancap masuk ke telapak tangannya.Saat ini, kedua telapak tangan Cahdani mengeluarkan darah segar, bahkan sudah mewarnai meja di bawah tubuhnya hingga kemerahan.Saat ini, para pria kekar yang berada di sekeliling tempat itu, menggertakkan gigi mereka hingga gigi mereka nyaris hancur. Mereka benar-benar panik setengah mati.Namun, majikan mereka masih di tangan