Begitu mendengar ucapan Logawe, Ardika mengerutkan keningnya.Sebelumnya dia meminta sopir Draco untuk mengantar Logawe dan yang lainnya ke rumah sakit terdekat untuk menerima pengobatan.Seharusnya setelah menjalankan prosedur yang ada dan menyerahkan biaya pengobatan, sopir itu merasa tugasnya sudah selesai dan segera kembali ke tim tempur Kota Banyuli.Tidak ada yang salah dengan tindakan sopir tersebut.Namun, Rumah Sakit Internasional Victori benar-benar keterlaluan dengan membiarkan pasien luka parah begitu saja tanpa memberi mereka pengobatan.Apa mungkin Keluarga Sudibya di balik semua ini?Kalau benar begitu, mungkin sedikit merepotkan.Setelah berpikir demikian, Ardika merasa dia harus pergi ke sana secara pribadi.Hari ini, Logawe dan yang lainnya disiksa seperti itu oleh Yudin, sedikit banyak ada hubungannya dengan dirinya.Selain itu, beberapa orang itu adalah pejabat publik, boleh dibilang juga termasuk bawahannya."Oke, aku akan segera ke sana."Setelah memutuskan sambun
"Aku nggak peduli apakah dokter rumah sakit kalian sedang makan atau sedang buang air besar, cepat hubungi dokter sekarang juga! Kalau dalam kurun waktu satu menit, dokter nggak muncul juga, jangan salahkan aku menghancurkan rumah sakit kalian!"Melihat sorot mata dingin sekaligus tajam Ardika, ekspresi dua perawat itu langsung berubah menjadi sedikit pucat saking ketakutannya, bahkan mereka sampai tidak bisa berkata-kata lagi."Huh! Hebat sekali kamu, ya! Orang-orang yang Rumah Sakit Internasional Victori layani adalah orang-orang terpandang."Tepat pada saat ini, pintu ruangan yang bertuliskan "ruang dokter jaga" di samping platform perawat terbuka.Sambil berjalan keluar, seorang wanita berkacamata dengan mata tampak mengantuk, mengenakan jubah putihnya.Ardika melirik lencana nama wanita itu, tertulis nama, Tasya Siombing.Tasya mengamati Ardika dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Melihat penampilan Ardika biasa-biasa saja, dia beranggapan bahwa Ardika bukanlah tokoh hebat yang
"Bu Tasya!"Sambil berteriak dengan histeris, dua perawat itu segera menerjang ke arah Tasya. Saat mereka mengeluarkan wanita itu dari tumpukan barang-barang, penampilan wanita itu sudah terlihat sangat menyedihkan.Kacamatanya terbang, bekas tamparan tampak jelas di wajahnya, serta rambutnya yang berantakan seperti hantu.Setelah dipapah berdiri oleh dua perawat itu, Tasya memelototi Ardika dengan terkejut sekaligus marah. "Dasar bajingan! Berani-beraninya kamu memukulku!"Nada bicara tidak percaya terdengar jelas dalam ucapannya.Biasanya, orang-orang yang datang berobat di Rumah Sakit Internasional Victori adalah orang-orang terpandang.Biarpun demikian, orang-orang itu juga memperlakukan para staf medis rumah sakit dengan sopan.Karena itulah, Tasya dan yang lainnya menjadi terbiasa bersikap arogan. Di mata mereka, biasanya mereka berinteraksi dengan orang-orang terpandang, orang-orang kalangan atas.Jadi, secara otomatis mereka tidak akan menganggap serius rakyat jelata yang tidak
Wanita ini sangat cantik, hanya saja ekspresinya sangat dingin, aura dingin seolah-olah tidak bisa didekati oleh siapa pun terpancar dari tubuhnya.Begitu melihat wanita itu datang, bahkan Tasya yang sebelumnya masih terus berteriak dengan arogan langsung menunjukkan ekspresi ketakutan.Wanita itu bernama Yelita Lotoka, Kepala Rumah Sakit Internasional Victori."Bu Yelita, Ibu sudah datang! Pria itu yang membuat keributan!"Tasya segera berjalan menghampiri, menyambut kedatangan Yelita, lalu menunjuk Ardika yang berada di dalam ruangan dan berkata dengan ekspresi kejam, "Begitu datang, pria itu langsung membuat keributan. Dia nggak hanya memukulku, dia juga menyerang para satpam yang menghentikannya untuk membawa pergi pasien.""Lebih parahnya lagi, dia juga mengatakan Rumah Sakit Internasional Victori nggak punya etika medis dan mengatakan akan menghancurkan rumah sakit kita!"Wanita itu sengaja "menambah bumbu" di hadapan Ardika.Jelas-jelas Ardika hanya mengatainya seorang, tetapi d
"Sepertinya tadi aku sama sekali nggak salah bicara, bahkan masih kurang.""Rumah sakit kalian nggak punya etika medis, nggak hanya Tasya seorang, melainkan dari kamu yang merupakan kepala rumah sakit hingga seluruh bawahanmu, semuanya tanpa terkecuali.""Kalian nggak lebih dari sekelompok orang matre, sampah yang nggak punya moral!""Keberadaan rumah sakit seperti ini nggak diperlukan lagi ...."Begitu Ardika selesai mengucapkan satu kalimat, tidak hanya ekspresi Yelita seorang yang berubah menjadi sedingin es.Semua staf medis Rumah Sakit Internasional Victori yang berada di lokasi langsung meledak!"Bocah, memangnya kamu siapa? Atas dasar apa kamu mengatai kami seperti itu?!""Bu Yelita, sekelompok orang pembuat keributan ini harus dituntut, jangan sampai ada yang lolos!""Terutama bajingan yang telah memukul orang dan berbicara kasar itu, harus menjadi target utama untuk dijatuhi hukuman!""Suruh dia berlutut memberi kompensasi, lalu patahkan lengan dan kakinya. Kalau nggak, ke dep
"Bukankah Rumah Sakit Internasional Victori disebut-sebut sebagai 'rumah sakit kaum bangsawan', mengapa satpam kalian sepayah ini?""Daya tempur mereka nggak ada bedanya dengan preman-preman kelas teri. Memangnya mereka bisa melindungi keselamatan orang-orang terpandang yang berobat di rumah sakit ini?"Di koridor, hanya Ardika seorang yang masih berdiri dengan tegak.Sambil mengelap tangannya dengan tisu, dia melontarkan beberapa patah kata itu dengan santai.Melihatnya mulai melontarkan sindiran-sindiran tanpa takut sama sekali, pihak Rumah Sakit Internasional Victori tampak marah besar, tetapi mereka tidak berani bersuara.Kekuatan yang ditunjukkan oleh Ardika terlalu menakutkan.Sekelompok petugas keamanan itu adalah manusia berjumlah dua puluhan orang, bukan dua puluh ekor sapi. Namun, Ardika berhasil menjatuhkan mereka dengan mudah.Terlebih lagi, biarpun dua puluhan ekor sapi yang menyerang Ardika secara bersamaan, juga tidak akan berakhir begitu menyedihkan, bukan?Saat ini, ba
"Begini, ada seorang pemuda sialan yang membuat keributan di Rumah Sakit Internasional Victori. Kamu kemarilah dengan membawa anggotamu ...."'Oh? Pendo lagi, ya?'Ardika menyunggingkan seulas senyum mempermainkan. Bahkan dia saja sudah mulai merasa sedikit simpati terhadap pria itu.'Ckckck, apa memang begitu menyedihkan nasib si Pendo itu? Bisa-bisanya dia terlibat dalam masalah denganku sebanyak tiga kali dalam sehari?'Namun, kali ini Pendo menolak permintaan Yelita tanpa ragu. "Maaf, Bu Yelita. Aku nggak bisa membantu.""Aku sudah dipecat oleh Pak Sigit, sekarang aku masih sedang menjalani pemeriksaan ...."Nada bicara Pendo terdengar tegas sekaligus getir, seakan-akan dia sudah menerima nasibnya.Ardika sama sekali tidak berencana untuk melepaskannya. Setelah kembali ke kantor polisi, dia langsung ditahan oleh Sigit untuk menjalani investigasi. Pelanggaran-pelanggaran yang dia lakukan sebelumnya, dikorek satu per satu.Dia pasti akan berakhir mendekam di balik jeruji besi. Boleh
Pembuluh darah di kening Yelita tanpa menonjol, dia berusaha mengendalikan emosinya, tidak segera menanggapi Ardika.Sekarang mengatakan apa pun tidak ada gunanya.Setelah selesai melakukan panggilan telepon itu, dia baru memelototi Ardika dengan tajam dan berkata, "Dasar bajingan! Bukankah sebelumnya kamu sangat keras kepala?""Aku beri tahu kamu, orang yang kupanggil sudah dalam perjalanan kemari.""Nanti, aku akan membuatmu berlutut di hadapanku dan memanggilku Ibu dengan patuh!"Ardika tersenyum dan berkata, "Walau aku nggak ingin mengakuimu seperti putri angkat, karena kamu sudah berbicara demikian, kalau begitu aku terpaksa membiarkanmu berlutut di hadapanku dan memanggilku ayah.""Oke, kalau begitu, kita lihat saja siapa yang akan memanggil siapa."Yelita mengucapkan satu kalimat itu dengan gigi terkatup.Dia tidak pernah membenci seseorang seperti yang dirasakannya hari ini.Kalau hanya dengan sorot mata sudah bisa membunuh orang, Ardika pasti sudah dia bunuh berkali-kali!Tak