Acara terakhir adalah Tilik Besan atau Ngunduh Mantu.Tilik Besan sering diistilahkan dengan ngunduh mantu. Pengantin beserta orang tua mempelai wanita, keluarga, dan tetangga mengunjungi besan atau orang tua mempelai pria.Sesampainya di depan besan/Bu Marni Laura di suruh segera sungkem kepada Bu Marni diikuti oleh Rehan. Lalu Bu Marni mendudukan kedua mempelai di pelaminan. Lalu setelah itu Bu Marni yang disertai beberapa saudaranya menjemput orang tua Laura dan diantar untuk duduk di sisi pelaminan berdekatan dengan Rehan. Hal ini sebagai lambang penghormatan besan terhadap orang tua mempelai wanita.Ini adalah acara adat yang terakhir.Semua orang bernafas lega. Kesedihan dan air mata tadi telah terlupakan, terganti titik air mata bahagia dan perlahan berganti senyuman.Sekarang hanya tinggal acara utama yaitu Pesta.Bunyi musik Hadroh dari tim Hadroh mulai terdengar begitu merdu. Mengiringi beberapa tamu undangan yang mulai berdatangan.Laura dan Rehan telah duduk kembali di pel
Lalu dikamar Bu Marni, Bu Marni terlelap di atas tempat tidur dengan memeluk Calia. Di Samping Calia, Dinda juga mendengkur.Fiah dan Silvia tidur dibawah dengan alas busa kasur tipis.Arumi bengong, kebingungan mau tidur dimana."Aduh! Mau tidur dimana?" Dia meniti. Tidak ada tempat lagi. Kamar sebelah bekas Dinda dulu sudah ditempati para pria. Ruangan depan dan tengah penuh orang-orang yang tidak pulang ke rumah mereka.Tidak mungkin kan, Arumi akan menggedor dan ikut tidur di kamar pengantin?Pada akhirnya, Arumi nyempil di belakang punggung Bu Marni. Tidak peduli lagi meskipun hanya bisa berbaring miring saja. Awalnya memang kesusahan, tapi pada akhir tertidur juga karena saking ngantuknya.Mereka semua tertidur pulas, bahkan tidak sempat bermimpi. Hingga lewat pagi.Mereka belum terbangun meskipun orang orang sudah kembali berdatangan. Menyenggol bokong mereka yang tidur di depan."Bangun, bangun! Udah siang!"Pesta memang telah berakhir. Tapi pekerjaan belum selesai bagi mereka
Itu bukan sisa dari belanjaan Bu Marni, tapi itu bawaan para tetangga dan handai taulan. Ini juga termasuk kebiasaan orang-orang sini. Saat datang untuk rewang, mereka akan membawa bahan-bahan yang mampu dibeli mereka sesuai dengan isi kantong mereka.Ada yang membawa beras lima kilo saja. Tapi ada juga yang tak terkira yang dibawa, beras plus telor, ayam, minyak dan lainnya. Ada juga yang tak mampu beli dan hanya bisa mengepalkan amplop saja. Tentu ada isinya uang. Paling kecil 50 ribu hingga 200 ribu. Kalau handai taulan bisa sampai ratusan ribu.Begitulah."Nanti, beras sama minyak gula dan lainnya itu, dibagi-bagi aja Bude, buat angsul-angsul juga. Dikit-dikit yang penting kebagian semua. " Ujar Bu Marni pada ibu ketua rombongan dapur."Lho kok gitu?" Bude itu sedikit terkejut. Pasalnya permintaan Bu Marni ini tidak seperti biasa umumnya. Memang ada istilah angsul angsul, yaitu membawakan makanan untuk orang rewang. Tapi biasanya hanya berupa makanan matang, sabun mandi, sabun cuc
Kemarin keluarga Laura sudah berpamitan. Dan Hari ini, orang-orang rombongan Calia juga sudah pamit untuk pulang.Suasana lebih terlihat sedikit sepi karena hanya tinggal Nita dan Heru serta Gemilang saja. Mereka memang ingin tinggal dulu disini untuk beberapa hari kedepan."Hem.." Bu Marni menarik nafas lega. Dia tidak bersedih saat berpisah lagi dengan Calia, Fiah dan juga Dinda. Dia menatap mobil-mobil yang membawa mereka dengan bangga.Anak cucunya sudah mendapatkan jalan hidupnya masing-masing. Hidup yang lebih baik dan tentunya bahagia. Itu membuatnya sangat bersyukur dan bahagia. Dia berbalik menatap Nita yang masih berdiri disana.Anak bungsunya ini, juga sudah hidup penuh kebahagiaan."Ayo masuk." Bu Marni menggandeng tangan Nita.Mereka sekarang duduk di ruangan tengah. Ada Laura dan juga Rehan. Bu Marni meninggalkan anak dan para menantunya ke kamar untuk mengambil sesuatu. Kemudian dia kembali lagi dan duduk di hadapan mereka dengan sebuah tas di tangannya."Rehan dan Laur
"Bisa jadi, Mbak. Karena tadi barusan Ak Rudi juga pulang. Kabarnya mereka sedang menghubungi polisi. Satu mobil truk besar masuk ke jurang bersama beberapa orang yang menaikinya. Tau tidak kalian? Mereka rombongan orang maling buah Sawit." Dua orang itu kembali terkejut. "Hah? Rombongan maling sawit?" "Iya. Dan banyak yang menebak jika mereka itu, adalah rombongan yang dulu pernah maling sawit dan bibit Sawit tempat Aking. Yang mas Ijan jadi tertuduh itu." "Ya Allah.." "Kecelakaannya parah. Empat orang kabarnya tertimpa buah sawit. Sopirnya mati tergencet di dalam mobil. Dan lainnya juga belum bisa diambil, soalnya terkubur tandan buah sawit." "Astagfirullahaladzim.." Nita bergidik ngeri. Heru tiba-tiba berdiri, "Aku mau lihat kesana ya? Toko tutup aja dulu, Teh. Biar aku yang tutup. Teh Ainun temani Nita dulu." Nita nyengir. "Mas Heru orangnya kepoan." "Hehe.. bukan begitu. Tapi penasaran." Heru langsung pergi, dan terdengar bunyi motornya. "Kok bisa masuk jurang, i
Hingga suatu hari, pada saat itu Bu Fat sudah melupakan desas desus tentang perselingkuhan anak menantunya."Kok masih sisa banyak sih tumben, pecelnya?" Bu Fat mengeluh. Hari ini memang sedang sepi pembeli, sayuran mateng untuk pecel jualannya masih sisa banyak. Tapi kemudian dia tersenyum ketika mengingat Menantunya."Kasih Rani saja. Sekalian nengokin Laras. " Ujarnya, menyebut nama cucunya, anak Rani yang masih berusia sekitar setengah tahunan.Bu Fat membungkus pecel, lalu pergi keluar untuk mengambil motor.“Aduh! Kok kempes bannya?"Dia kembali mengeluh saat melihat ban motornya kempes. Dia menatap ban motor dan bungkusan plastik putih di tangannya secara bergantian.Dia menoleh saat ada seorang pembeli datang. Kebetulan itu masih tetangga Rani."Beli mie ayamnya, Bu.""Duh, udah tak tutup. Ayamnya habis. Ini rencana mau ke rumah cucunya. Malah ban motor kempes. Motor satunya lagi di bawa Bapaknya ke kebun.""Oalah. Yo wes gak apa. Sini bonceng aku saja kalau mau kesana. Tar pu
Tentu itu langsung mengundang warga yang terkejut mendengar Keributan dari rumah Rani. Beberapa pria dan wanita pun berlari ke rumah Rani."Bu Fat, ada apa?" Mereka bertanya, Bu Fat sudah membuka pintu depan dan keluar dengan menggendong cucunya."Rani, itu! Lonte dasar! Anak ditelantarkan, demi dia bisa pacaran!""Pacaran bagaimana?" Beberapa orang bingung dengan ucapan Bu Fat."Pacaran atau kelon, gak tau! Tapi jelas dia sedang di kamar sama seorang pria! Apa itu namanya kalau gak lonte! Dasar perempuan gak baik!"Bu Fat kembali marah."Enggak Bu. Aku gak begitu. Ini cuma salah paham." Rani sudah menangis."Apanya yang salah paham? Dasar kamu itu yang memang gatel! Dulu kamu merebut Andi dari Istrinya. Sekarang kamu masih istrinya Andi, tapi mau jadi pelakor lagi!" Bu Fat kembali memaki Rani.Untuk menangani masalah ini, Pak RT mengambil keputusan untuk memanggil Edo. Mereka disidang secara kekeluargaan.Tetapi disini, Edo menyangkal. Dia tetap mengatakan tidak punya hubungan apa-ap
Hingga hari kembali berlalu. Asih sudah mulai melupakan sakit hati karena kebohongan Andi dan keluarganya. Tetapi deritanya tak berakhir sampai disini rupanya. Hubungan terlarang suaminya dan Gadis bernama Rani itu semakin jauh. Beberapa kali Asih bahkan melihat dengan mata kepala sendiri, suaminya pergi berboncengan motor dengan Rani.Saat ditanya, Andi malah marah-marah dan mengatakan hanya sekedar mencari hiburan saja."Hiburan jangan sama perempuan, Mas! Kamu menyakiti hatiku!""Halah, kamu ini lebay. Kalau kamu gak terima, ya pergi sana! Malah nanti aku bakal nikahi Rani. Aku sudah terlanjur suka sama dia!""Astagfirullahaladzim.." Asih memegangi dadanya yang terasa sangat nyeri."Ya Allah, mas. Jadi maumu gimana? Mau melanjutkan hubungan kamu dengan Rani? Malu, Mas. Malu sama orang. Kalian jadi omongan di seluruh kampung!"Asih masih berusaha menasehati suaminya. Karena memang benar, hubungan suaminya dan Gadis bernama Rani itu sudah menjadi omongan banyak orang."Mau bagaimana