Hingga hari kembali berlalu. Asih sudah mulai melupakan sakit hati karena kebohongan Andi dan keluarganya. Tetapi deritanya tak berakhir sampai disini rupanya. Hubungan terlarang suaminya dan Gadis bernama Rani itu semakin jauh. Beberapa kali Asih bahkan melihat dengan mata kepala sendiri, suaminya pergi berboncengan motor dengan Rani.Saat ditanya, Andi malah marah-marah dan mengatakan hanya sekedar mencari hiburan saja."Hiburan jangan sama perempuan, Mas! Kamu menyakiti hatiku!""Halah, kamu ini lebay. Kalau kamu gak terima, ya pergi sana! Malah nanti aku bakal nikahi Rani. Aku sudah terlanjur suka sama dia!""Astagfirullahaladzim.." Asih memegangi dadanya yang terasa sangat nyeri."Ya Allah, mas. Jadi maumu gimana? Mau melanjutkan hubungan kamu dengan Rani? Malu, Mas. Malu sama orang. Kalian jadi omongan di seluruh kampung!"Asih masih berusaha menasehati suaminya. Karena memang benar, hubungan suaminya dan Gadis bernama Rani itu sudah menjadi omongan banyak orang."Mau bagaimana
"Hah, apa?" Rani terkejut dan panik setengah mati. Pasalnya setelah beberapa hari yang lalu Asih mendatanginya, kemarin Bu Fat juga mendatanginya dan menegurnya. Bahkan sempat memakinya."Aduh! Bagaimana ini, Mas? Aku takut!" Tentu Rani ketakutan setengah mati."Ikut aku pergi malam ini atau kamu bisa habis di tangan Asih."Karena tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, Rani pun menurut saja saat Andi membawanya pergi dan menyembunyikannya dan di suatu tempat.Entah kenapa pada saat itu Rani terlalu menurut saja dengan Andi. Entah Karena dia masih polos atau dia memang sudah terpengaruh oleh hal lain.Di tempat persembunyian itu, awal dimana Andi mulai memanfaatkan keadaan. Hingga Rani hamil satu bulan. Pada akhirnya, mau tidak mau Rani menuntut Andi untuk menikahinya di tempat saudara Rani. Karena pada saat itu orang tuanya menentang Mereka.Ini adalah hal yang memang di tunggu oleh Andi.Lalu setelah mereka menikah siri, Andi membawa pulang Rani. Rani berpikir semua akan menerim
Saat ini, Mia terlihat sedang gelisah. Dia dituntut agar segera menikah oleh ibunya karena sang adik akan menikah dan tidak ingin melangkahinya.“Pokoknya ibu tidak mau tahu, cepat kamu cari pria yang mau menikahimu. Siapapun itu terserah. Dinda akan segera menikah. Calon suaminya bukan sembarang orang. Dinda tidak mau melangkahimu. Jadi jangan membuatnya malu.”Kedua mata bulat itu mengerjap beberapa kali. Perlahan Mia mendongak, jari-jemarinya saling bertautan dan meremas satu sama lain. Dia menatap Rita, wanita ini adalah orang yang telah melahirkannya tetapi kurang mengasihinya.“Tapi Bu,” suara Mia tercekat di tenggorokan, terpotong oleh suara ibunya yang kembali berkata, “Tidak ada tapi-tapian. Cari sendiri, atau ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu.”Permintaan ibu membuat Mia kebingungan, dia sama sekali tidak punya pacar, bahkan kenalan seorang pria pun tidak ada. Selama ini ruang geraknya dibatasi, dia hanya tinggal di dalam rumah membantu ibunya membuat kue dan m
Setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri, Wibowo meminta Gara tinggal disini dulu untuk sementara waktu.“Ajak suami kamu ke kamar dulu, mungkin dia ingin istirahat.” kata Wibowo pada Mia.Mia mengangguk patuh, dia pun mengajak pria yang sudah menjadi suaminya itu ke kamar.“Mari.” Lalu Mia melangkah dahulu diikuti oleh Gara.Mia membuka pintu kamar, mengajak Gara untuk masuk kedalam.Kamarnya ini memang sangat sempit. Hanya berisi dipan kecil dengan kasur yang sudah mengeras. Ada lemari kayu usang yang beberapa bagiannya sudah dimakan rayap. Mia melihat Gara masih berdiri disana. Temperamental Pria itu terlihat sangat baik, begitu tenang. Sementara Mia justru sangat canggung dan merasa gugup.Dia juga melihat bahwa penampilan Gara sangat sederhana, tapi wajahnya sangat tampan dan kulitnya juga putih.Mia jadi berpikir jika nasibnya tidak akan terlalu buruk menikah dengan pria ini daripada dia harus menjadi istri ketiga Pak Anton.“Begini kamarku. Tapi aku tidak yakin kamu ak
Kali ini Mia tidak dapat menahan diri lagi, dia bangun dan menghampiri Gara."Gara, ayo duduk. Diminum dulu kopinya.” Mia menarik tangan Gara dan membawanya duduk."Iya.” Gara menjawab dengan kelembutan, kemudian meminum kopi buatan istrinya.Mia tersenyum padanya, lalu menyugar rambut Gara yang sangat berantakan."Setelah ini, kamu ke kamar saja. Mandi dan beristirahat. Sebentar lagi aku menyusul.""Iya. Kalau begitu aku naik duluan ya?" Tapi baru saja Gara bangun dari duduknya untuk naik ke kamar, Rita terdengar sudah memanggilnya lagi.Gara berlari kecil menghampiri dengan patuh, “Iya, Bu. Ada apa?”“Kamu cuci piring dulu. Lihat itu, sudah menumpuk.” Rita menunjuk tumpukan piring dan baskom yang lumayan banyak.Mendengar itu, Mia benar-benar merasa kesal, dia langsung menghampiri dan berkata pada ibunya, "Bu, Gara itu dari pulang kerja belum beristirahat. Jangan disuruh lagi, biar dia beristirahat dulu. Aku saja nanti yang akan mencuci piring."Rita melotot dan membalas dengan ketu
Mia sudah kembali lagi ke kamar tanpa membawa makanan apapun. Dia melihat suaminya telah selesai mandi dan sedang memilih ganti.Dada pria itu terlihat bidang dengan kulit yang mulus dan bahu yang kekar. Otot dan perutnya juga terbentuk seperti sengaja dirawat dengan olahraga gym yang teratur.Mia sering merasa aneh, kenapa suaminya yang katanya hanya seorang kuli serabutan bisa memiliki tubuh yang indah dan kulit semulus itu?Dia menatap kulitnya dan membandingkan. Benar-benar kalah.Gara menyadari jika Mia sedang memperhatikannya. Dia tersenyum kecil dan mendekati, “Belum puas? Kenapa tidak memegangnya saja? Ini milikmu.” Gara mengambil tangan Mia dan menaruh di perutnya."Eh!” Mia tersipu malu, segera menarik tangannya.Gara tertawa kecil melihat wajah memerah istrinya lalu kembali pada pakaian yang sudah ditemukan. Kaos putih yang telah pudar warnanya, dengan celana pendek hitam yang juga telah pudar. Cuci kering pakai, mungkin itu yang membuat pakaian Gara tampak pudar.Mia juga
“Kamu kerja apa sih sebenarnya?” tanya Mia.Gara tersenyum mendengar pertanyaan istrinya, lalu dia menjawab dengan tenang. “Kalau aku tidak punya pekerjaan tetap, apa kamu khawatir akan hidup menderita denganku?” “Eh, bukan. Aku cuma penasaran. Tapi tidak masalah. Semua orang punya rezeki masing-masing. Kenapa harus khawatir?”Gara melihat Mia lebih dekat, dia membelai wajah Mia polos itu dengan begitu lembut.“Itu benar. Tapi kamu jangan khawatir, aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi. Aku janji padamu.”Mia tersenyum, dia semakin merasa bahagia mendengarnya. Lalu mereka berangkat tidur.Pagi ini, Mia bangun lebih terlambat dari biasanya. Tadi dia merasa sakit kepala dan Gara menyuruhnya untuk tidak bangun. Gara menggantikan pekerjaannya untuk membereskan rumah.Saat Mia turun, dia melihat Gara sedang bersama ayahnya. Ada sebuah amplop di tangan ayahnya. Entah amplop apa itu, tapi sepertinya mereka baru saja berbicara serius.Mendengar suara langkah kakinya mendekat, Gara menole
Sambil menunggu balasan dari Gara, Mia turun menemui ibunya. Dia meletakan uang satu juta di atas meja. “Ini untuk ibu belanja keperluan dapur.” Hanya berkata seperti itu saja lalu dia membalikkan badannya dan melangkah pergi.Kedua mata Rita melebar melihat uang, kemudian dengan cepat mengambilnya. “Coba kamu pengertian seperti ini setiap hari, tidak harus kena marah dulu baru keluar uangnya.” Silvia melihat, dia mendekat dan berkomentar, “Tumben Mia punya uang.”“Mungkin saja suaminya baru dapat gajian. Biarkan saja, yang penting mereka bisa membantu kebutuhan dapur. Bukan hanya makan dan minum gratis, bisanya.”Mia masih mendengar ucapan mereka, dia hanya menggelengkan kepalanya.Sebenarnya beberapa hari yang lalu suaminya juga sudah memberi uang patungan, tapi itu sepertinya tidak dihitung oleh ibunya.Padahal Silvia hanya akan memberi uang patungan belanja satu bulan sekali setelah suaminya gajian, sementara Dinda selama ini malah tidak pernah memberi uang patungan.Tapi menur