"Bisa jadi, Mbak. Karena tadi barusan Ak Rudi juga pulang. Kabarnya mereka sedang menghubungi polisi. Satu mobil truk besar masuk ke jurang bersama beberapa orang yang menaikinya. Tau tidak kalian? Mereka rombongan orang maling buah Sawit." Dua orang itu kembali terkejut. "Hah? Rombongan maling sawit?" "Iya. Dan banyak yang menebak jika mereka itu, adalah rombongan yang dulu pernah maling sawit dan bibit Sawit tempat Aking. Yang mas Ijan jadi tertuduh itu." "Ya Allah.." "Kecelakaannya parah. Empat orang kabarnya tertimpa buah sawit. Sopirnya mati tergencet di dalam mobil. Dan lainnya juga belum bisa diambil, soalnya terkubur tandan buah sawit." "Astagfirullahaladzim.." Nita bergidik ngeri. Heru tiba-tiba berdiri, "Aku mau lihat kesana ya? Toko tutup aja dulu, Teh. Biar aku yang tutup. Teh Ainun temani Nita dulu." Nita nyengir. "Mas Heru orangnya kepoan." "Hehe.. bukan begitu. Tapi penasaran." Heru langsung pergi, dan terdengar bunyi motornya. "Kok bisa masuk jurang, i
Hingga suatu hari, pada saat itu Bu Fat sudah melupakan desas desus tentang perselingkuhan anak menantunya."Kok masih sisa banyak sih tumben, pecelnya?" Bu Fat mengeluh. Hari ini memang sedang sepi pembeli, sayuran mateng untuk pecel jualannya masih sisa banyak. Tapi kemudian dia tersenyum ketika mengingat Menantunya."Kasih Rani saja. Sekalian nengokin Laras. " Ujarnya, menyebut nama cucunya, anak Rani yang masih berusia sekitar setengah tahunan.Bu Fat membungkus pecel, lalu pergi keluar untuk mengambil motor.“Aduh! Kok kempes bannya?"Dia kembali mengeluh saat melihat ban motornya kempes. Dia menatap ban motor dan bungkusan plastik putih di tangannya secara bergantian.Dia menoleh saat ada seorang pembeli datang. Kebetulan itu masih tetangga Rani."Beli mie ayamnya, Bu.""Duh, udah tak tutup. Ayamnya habis. Ini rencana mau ke rumah cucunya. Malah ban motor kempes. Motor satunya lagi di bawa Bapaknya ke kebun.""Oalah. Yo wes gak apa. Sini bonceng aku saja kalau mau kesana. Tar pu
Tentu itu langsung mengundang warga yang terkejut mendengar Keributan dari rumah Rani. Beberapa pria dan wanita pun berlari ke rumah Rani."Bu Fat, ada apa?" Mereka bertanya, Bu Fat sudah membuka pintu depan dan keluar dengan menggendong cucunya."Rani, itu! Lonte dasar! Anak ditelantarkan, demi dia bisa pacaran!""Pacaran bagaimana?" Beberapa orang bingung dengan ucapan Bu Fat."Pacaran atau kelon, gak tau! Tapi jelas dia sedang di kamar sama seorang pria! Apa itu namanya kalau gak lonte! Dasar perempuan gak baik!"Bu Fat kembali marah."Enggak Bu. Aku gak begitu. Ini cuma salah paham." Rani sudah menangis."Apanya yang salah paham? Dasar kamu itu yang memang gatel! Dulu kamu merebut Andi dari Istrinya. Sekarang kamu masih istrinya Andi, tapi mau jadi pelakor lagi!" Bu Fat kembali memaki Rani.Untuk menangani masalah ini, Pak RT mengambil keputusan untuk memanggil Edo. Mereka disidang secara kekeluargaan.Tetapi disini, Edo menyangkal. Dia tetap mengatakan tidak punya hubungan apa-ap
Hingga hari kembali berlalu. Asih sudah mulai melupakan sakit hati karena kebohongan Andi dan keluarganya. Tetapi deritanya tak berakhir sampai disini rupanya. Hubungan terlarang suaminya dan Gadis bernama Rani itu semakin jauh. Beberapa kali Asih bahkan melihat dengan mata kepala sendiri, suaminya pergi berboncengan motor dengan Rani.Saat ditanya, Andi malah marah-marah dan mengatakan hanya sekedar mencari hiburan saja."Hiburan jangan sama perempuan, Mas! Kamu menyakiti hatiku!""Halah, kamu ini lebay. Kalau kamu gak terima, ya pergi sana! Malah nanti aku bakal nikahi Rani. Aku sudah terlanjur suka sama dia!""Astagfirullahaladzim.." Asih memegangi dadanya yang terasa sangat nyeri."Ya Allah, mas. Jadi maumu gimana? Mau melanjutkan hubungan kamu dengan Rani? Malu, Mas. Malu sama orang. Kalian jadi omongan di seluruh kampung!"Asih masih berusaha menasehati suaminya. Karena memang benar, hubungan suaminya dan Gadis bernama Rani itu sudah menjadi omongan banyak orang."Mau bagaimana
"Hah, apa?" Rani terkejut dan panik setengah mati. Pasalnya setelah beberapa hari yang lalu Asih mendatanginya, kemarin Bu Fat juga mendatanginya dan menegurnya. Bahkan sempat memakinya."Aduh! Bagaimana ini, Mas? Aku takut!" Tentu Rani ketakutan setengah mati."Ikut aku pergi malam ini atau kamu bisa habis di tangan Asih."Karena tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, Rani pun menurut saja saat Andi membawanya pergi dan menyembunyikannya dan di suatu tempat.Entah kenapa pada saat itu Rani terlalu menurut saja dengan Andi. Entah Karena dia masih polos atau dia memang sudah terpengaruh oleh hal lain.Di tempat persembunyian itu, awal dimana Andi mulai memanfaatkan keadaan. Hingga Rani hamil satu bulan. Pada akhirnya, mau tidak mau Rani menuntut Andi untuk menikahinya di tempat saudara Rani. Karena pada saat itu orang tuanya menentang Mereka.Ini adalah hal yang memang di tunggu oleh Andi.Lalu setelah mereka menikah siri, Andi membawa pulang Rani. Rani berpikir semua akan menerim
Saat ini, Mia terlihat sedang gelisah. Dia dituntut agar segera menikah oleh ibunya karena sang adik akan menikah dan tidak ingin melangkahinya.“Pokoknya ibu tidak mau tahu, cepat kamu cari pria yang mau menikahimu. Siapapun itu terserah. Dinda akan segera menikah. Calon suaminya bukan sembarang orang. Dinda tidak mau melangkahimu. Jadi jangan membuatnya malu.”Kedua mata bulat itu mengerjap beberapa kali. Perlahan Mia mendongak, jari-jemarinya saling bertautan dan meremas satu sama lain. Dia menatap Rita, wanita ini adalah orang yang telah melahirkannya tetapi kurang mengasihinya.“Tapi Bu,” suara Mia tercekat di tenggorokan, terpotong oleh suara ibunya yang kembali berkata, “Tidak ada tapi-tapian. Cari sendiri, atau ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu.”Permintaan ibu membuat Mia kebingungan, dia sama sekali tidak punya pacar, bahkan kenalan seorang pria pun tidak ada. Selama ini ruang geraknya dibatasi, dia hanya tinggal di dalam rumah membantu ibunya membuat kue dan m
Setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri, Wibowo meminta Gara tinggal disini dulu untuk sementara waktu.“Ajak suami kamu ke kamar dulu, mungkin dia ingin istirahat.” kata Wibowo pada Mia.Mia mengangguk patuh, dia pun mengajak pria yang sudah menjadi suaminya itu ke kamar.“Mari.” Lalu Mia melangkah dahulu diikuti oleh Gara.Mia membuka pintu kamar, mengajak Gara untuk masuk kedalam.Kamarnya ini memang sangat sempit. Hanya berisi dipan kecil dengan kasur yang sudah mengeras. Ada lemari kayu usang yang beberapa bagiannya sudah dimakan rayap. Mia melihat Gara masih berdiri disana. Temperamental Pria itu terlihat sangat baik, begitu tenang. Sementara Mia justru sangat canggung dan merasa gugup.Dia juga melihat bahwa penampilan Gara sangat sederhana, tapi wajahnya sangat tampan dan kulitnya juga putih.Mia jadi berpikir jika nasibnya tidak akan terlalu buruk menikah dengan pria ini daripada dia harus menjadi istri ketiga Pak Anton.“Begini kamarku. Tapi aku tidak yakin kamu ak
Kali ini Mia tidak dapat menahan diri lagi, dia bangun dan menghampiri Gara."Gara, ayo duduk. Diminum dulu kopinya.” Mia menarik tangan Gara dan membawanya duduk."Iya.” Gara menjawab dengan kelembutan, kemudian meminum kopi buatan istrinya.Mia tersenyum padanya, lalu menyugar rambut Gara yang sangat berantakan."Setelah ini, kamu ke kamar saja. Mandi dan beristirahat. Sebentar lagi aku menyusul.""Iya. Kalau begitu aku naik duluan ya?" Tapi baru saja Gara bangun dari duduknya untuk naik ke kamar, Rita terdengar sudah memanggilnya lagi.Gara berlari kecil menghampiri dengan patuh, “Iya, Bu. Ada apa?”“Kamu cuci piring dulu. Lihat itu, sudah menumpuk.” Rita menunjuk tumpukan piring dan baskom yang lumayan banyak.Mendengar itu, Mia benar-benar merasa kesal, dia langsung menghampiri dan berkata pada ibunya, "Bu, Gara itu dari pulang kerja belum beristirahat. Jangan disuruh lagi, biar dia beristirahat dulu. Aku saja nanti yang akan mencuci piring."Rita melotot dan membalas dengan ketu