Terlebih jika keluarga ibu mertuanya sampai tahu. Bisa mati di Bacok Bapak mertuanya. Keluarga ibu Nur, adalah suku Ma**ra. Yang memiliki sikap persatuan yang kuat. Mereka bisa lembut, tapi jangan sampai mencari masalah dengan mereka. Karena mereka akan arogan pada orang yang sengaja mengusik mereka.Nita banyak mendengar dan tau tentang keluarga Bu Nur. Paman Bu Nur, termasuk orang yang disegani."Mbak, jangan bilang ke siapa-siapa ya? Jangan bilang ke Mas Heru. Nana takut ibu dengar. Kasian ibu." Ucap Nana dengan sesenggukan.Nita mendelik, entah saking kesalnya atau kecewa, tapi Nita jadi ingin marah rasanya. Anak ini sudah bukan anak kecil lagi. Meskipun Nana hanya lulusan SD, tapi dia kan jadi anak pesantren? Harusnya dia sudah sedikit lebih pintar. Tapi kenapa masih sebodoh ini?Nita tidak bisa menahan perasaannya, dia mencengkeram kuat dagu Nana."Sekarang kamu bilang kasihan sama ibu, lalu kenapa pada waktu ayah melakukan itu kamu diam saja? Kenapa merahasiakan dari ibu? Nana!
Teh Ainun dan Ak Rudi tentu makin tak mengerti."Mbak, bisa percaya pada kami." Ucap pelan Ainun.Tentu, Nita bisa yakin jika dua orang ini dapat dipercaya. Apalagi Aak Rudi ini adalah laki-laki yang paham tentang agama.Dia butuh teman saat ini, dia butuh pendapat. Nita tidak mau gegabah. Ini tentang nama baik suaminya. Lalu setelah terdiam cukup lama, Nita mengangguk pelan."Kita ke rumah teteh saja.""Gemilang bagaimana? Bawa aja.""Ada Nana kok. Mereka sudah tidur."Teh Ainun mengangguk, kemudian memapah Nita untuk ke rumahnya. Ak Rudi menutup pintu Nita dan ikut menyusul.Sampai dirumah teh Ainun, tanpa sempat duduk, Nita kembali memeluk Teh Ainun dan menangis keras. Dia menumpahkan semua kegundahan hatinya. Hingga berapa lama Nita dibiarkan menangis, ak Rudi menyuruh Nita duduk diatas tikar, lalu mengulurkan air minum."Minum dulu. Tenangkan pikiran, baru cerita sama kami. Jangan terlalu emosi. Gak baik juga buat kesehatan mbak Nita."Nita mengangguk patuh. Setelah minum air put
Nita menelan ludah. Suaminya tidak boleh tau sekarang. Itu akan membuat Heru panik dan bisa saja terbakar emosi. Itu bahaya jika terjadi. Posisi suaminya jauh, dan harus pulang dengan menempuh perjalanan. Nita khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan."Tidak ada apa-apa, Mas. Hanya saja, aku gak bisa kalau mas Heru lama-lama jauh. Pulang besok pagi-pagi saja ya, biar gak terlalu sore sampai rumah. Nanti aku bicara sama Ibu."Heru mengiyakan. Dia tau ada yang ditutupi oleh Nita, meskipun istrinya tidak mengatakan alasan.Heru malah merasa khawatir.Lalu terdengar Bu Marni berbicara dengan Nita di telpon. Rupanya setelah menutup panggilan dari suaminya, Nita langsung menelpon ibunya."Bu, jangan dibesarkan suaranya, ya?" Ucap Nita, berbisik.Bu Marni menurut, dengan rasa penasaran. "Ada apa sih, Nak?""Ada masalah besar dalam keluarga Mas Heru. Jangan kasih tau mas Heru. Suruh pulang saja besok pagi-pagi. Tolong ya Bu,""Iya. Baiklah. Tapi kamu baik-baik saja kan?" Terdengar Bu Mar
"Ya Allah, Nana! Kok bisa kamu gak bilang ibu! Kok kamu bodoh sekali! Ibu sudah pernah berpesan, bahkan sebelum kamu lulus SD, kalau ayah atau siapapun pegang kamu atau apain kamu, jangan mau dan langsung cerita sama ibu?""Anak bodoh! Kamu yang bodoh! Ibu masukin kamu ke pondok supaya pintar! Tapi nyatanya malah bodoh!" Dia memaki Nana."Bu, tenang Bu. Sabar. Istighfar." Nita mencoba menenangkan ibu mertuanya." Ya Allah Nita! Bagaimana ini? Huhu.." Bu Nur terus menangis, sampai ia terlihat lemas dan menyandarkan kepalanya di dinding.Sebelum ini, dia memang sempat khawatir akan terjadi hal ini, mengingat banyak cerita seperti itu di berita televisi. Dia dulu sering berpesan pada Nana agar jika ayahnya atau orang lain memegangnya jangan mau, langsung cerita.Lalu kekhawatiran itu tidak lagi menjadi beban pikirannya karena melihat jika suaminya terlihat tulus dan baik. Menyayangi dan menganggap Nana seperti anak kandungnya sendiri.Bu Nur berkali-kali menggelengkan kepalanya. Merasa t
Ketukan pintu terdengar diselingi dengan ucapan salam. Nita segera menoleh dan langsung tahu jika itu adalah Heru yang datang. Nita berlari kecil menuju pintu depan untuk membukakan pintu dan segera menjawab salam.Heru tersenyum, memberi kecupan singkat di kening Nita dan Gemilang Setelah Nita mencium telapak tangannya lalu mengambil Gemilang dari gendongan Nita."Gemilang gak rewel kan?""Enggak. Tadi berangkat jam berapa, kok sudah sampai?""Subuh." Jawab Heru. Di sana, Heru juga sudah tidak sabaran, jadi ketika subuh dia sudah menelpon sebuah travel untuk menjemputnya.Kemudian Heru masuk diikuti oleh Nita. Dia belum bertanya apapun dulu kecuali tentang glGemilang tadi. Tapi dia melihat ada Ibu di ruangan tengah dan juga Nana."Bu, Ibu di sini ya? Bapak mana?" Tanya Heru.Heru sedikit heran karena ibunya tidak menjawab pertanyaannya, hanya menoleh sebentar lalu menggelengkan kepalanya saja. Heru melirik Nana yang menyembunyikan wajahnya di balik bantal tepat di sebelah Ibunya ber
"Nana cuma salah paham, Bu! Aku ini sudah tua Bu, gak mungkin seperti itu!""Ya! Kamu memang sudah tua! Sudah punya cucu! Tapi kelakuan kayak setan! Mati saja kamu!"Selesai berkata seperti itu, Bu Nur menyambar sebuah parang dan mengarahkan pada bapak. Beruntung sebuah tangan dengan tepat menangkap pergelangan tangan Bu Nur."Ya Allah! Jangan seperti ini, Bu!" Heru sudah ada disampingnya, menarik tangan bu Nur dan merebut parang itu lalu melemparkannya jauh ke bawah kolong meja."Biarkan saja Her! Biarkan Ibu kamu itu membunuh bapak ini! Kalau itu bisa membuat dia senang, dan percaya kalau bapak tidak bersalah!" Bapak berkata begitu.Heru langsung menoleh pada bapak. Tangannya terkepal kuat. Lalu tiba-tiba saja sebuah tamparan kuat tangan Heru mendarat di wajah bapak hingga bapak terhuyung dan hampir saja tersungkur ke lantai. Selama hidup, Heru sama sekali belum pernah yang namanya memukul, baik itu adik maupun orang tuanya. Tapi hari ini, emosi harus benar-benar di ujung kepala.
"Katakan! Apa yang dilakukan ayah padamu?”Bukannya menjawab, Nana malah menangis lagi."Nana, ayo jujur pada kami. Jangan takut, mas Heru ini ingin menolongmu. Katanya kamu minta tolong, kan?" Nita mengelus punggung Nana dan berbicara lembutNana mengangguk."Nana, apa yang dilakukan bapak padamu? Mas Heru bertanya, jadi jawab yang sejujurnya." Nita kembali berkata"Ya itu," Nana hanya menjawab demikian."Ya itu apa? Bicara yang benar?" Heru membentak membuat Nana terkejut."Jangan asal ngomong kamu, Nana! Masalah ini serius! Cepat katakan! Katakan yang benar!" Heru kembali membentak.Nana meremas jari jemarinya yang terlihat gemetaran."Kata ayah, aku ini anak haram. Aku pembawa sial dalam keluarga ini." Nana mulai berbicara."Siapa bilang haram? Siapa?" Bu Nur kembali emosi dan berteriak."Biarkan Nana cerita dulu!" Heru memotong suara Bu Nur."Terus, Na! Apalagi?" Heru kembali bertanya."Kata ayah, ayah nemuin seorang dukun. Dukun mengatakan jika aku ini yang pembawa sial karena a
Semua tercengang, "Jadi maksud bapak tuh apa? Nana masih perawan, begitu? Bapak belum sempat menidurinya?" Heru bertanya dengan nada bingung."Iya Her. Begitu maksudnya. Maka dari itu, meskipun sering mencoba, tapi bapak tidak jadi terus melakukannya."Heru dan Nita saling pandang, merasa aneh dan tidak mengerti."Benar begitu, Na?" Heru bertanya lagi.Nana menggeleng. "Aku gak ngerti, Mas. Aku cuma selalu takut kalau ayah minta itu. Aku cuma bisa menangis saja. Dan rasanya sakit. Sampai Nana tidak tahan."Ya Allah.. Heru geleng kepala. Jadi, apa mungkin maksudnya bapak memaksa, namun karena Nana selalu ketakutan dan kesakitan, jadi bapak belum berhasil memasuki Nana? Jika benar begitu, ini masih patut disyukuri. Setidaknya Nana masih perawan.Tiba-tiba Nita teringat sesuatu. "Tapi kata Nana, Nana sempat bilang sama ayah kalau Nana takut hamil. Dan ayah jawab, gak mungkin hamil. Ayah kan selalu keluarin di luar? Yang benar yang mana, Na? Jangan bikin kami bingung?"DUAR!Ucapan Nita b