Mereka, Al, Azam dan Arumi saat ini sudah berada di mobil, dalam perjalanan ke rumah sakit.Tentu saja dengan dua mobil yang berbeda. Al' Mengendarai mobilnya seorang diri. Sementara Azam dan Arumi berada di mobil milik Azam sendiri, mengikuti mobil Al' yang berada di depan mereka.Ketiga kepala itu sama sama berpikir. Namun berbeda pemikiran. Azam sudah mulai resah, jika Arumi ternyata benar adalah Adik kandung Al' apakah mereka akan menjadi penghalang cintanya pada Arumi?Al' pun demikian. Pikirannya terfokus pada Arumi. Entah kenapa dia begitu yakin jika gadis itu adalah adiknya.'Kakek, aku sudah menemukan cucumu. Aku akan membawanya pulang untukmu. Kamu pasti akan senang.'Sementara Arumi sendiri, sesekali menoleh pada Azam. Pikirannya dipenuhi kegelisahan. Tapi bukan takut jika dia adalah adik kandung Al'. Hanya saja dia tidak habis mengerti, kenapa kedua orang tuanya tidak pernah bercerita apapun padanya.'Setidaknya, kasih tau donk bocoran sedikit, saja jika aku ini anak oran
"Tuan. Ini adalah hasil Labnya." perawatan itu berbicara ada Al'. Mengulurkan sebuah Map. Al' cepat menyambut. Melirik Perawat yang sudah berlalu itu, kemudian menoleh pada Arumi. Gadis itu pun menoleh dengan kepala masih di ketiak Azam.Tangan Al' terlihat gemetaran. Membuka Map itu untuk memeriksa isi kertas di dalamnya.Matanya seketika membulat sempurna ketika membaca hasil dari Lab.99.99% Positif!Dengan tubuh yang semakin gemetar, pria itu melangkah mendekati Azam dan Arumi yang belum juga beranjak.Al tidak bicara, dia hanya mengulurkan kertas itu pada Azam. Azam pun ikut tercengang saat membaca hal yang sama. Lalu segera menoleh pada Arumi yang belum ikut membaca."Apa hasilnya? Bukan, kan? Aku bukan adiknya? Sudah ku bilang juga.""Lihat dulu." Azam menunjuk tepat di depan hidung Arumi."Hah!" Arumi melotot."Mana mungkin?" Kini dia menatap Pria yang kini sudah tak berjarak dari hadapannya itu. Kedua mata pria itu berkaca kaca, hingga buliran bening menetes ke pipinya."Arum
Kakek melengos. "Apa peduli ku. Mau mirip atau tidak, kamu berharap kalian berjodoh? Haha.. Mana bisa!" Kakek menolak untuk melihat Arumi."Bukan begitu Kek? Lihatlah, dia begitu mirip dengan menantumu. Dengan Ibu!" Al' kini memaksa Kakek untuk bangun."Biarkan saja! Aku tetap tidak akan merestuimu untuk menikah sebelum kamu menemukan cucu kesayanganku Al'! Hanya dia yang bisa menjadi pengganti menantu kesayanganku."Kakek berontak, menepis tangan Al' yang meraih lengannya dan kembali memalingkan wajahnya.Al' mendengus, kemudian mendekatkan wajahnya."Dia Arumi, Kek." Al berbisik."Hah!" Kakek menoleh, menatap Al'."Kamu berbohong ya?" Kakek memukul pelan kepala Al'."Al' tidak berbohong. Dia cucumu." Al' mengulurkan Kertas hasil Tes DNA milik mereka.Tangan Kakek meraih kertas itu. Tanpa bangun dari berbaringnya dia melirik kertas itu. Matanya melotot.Seketika Kakek bangun. Kemudian berdiri. Menatap seksama Arumi Menoleh lagi pada Al'."Apa semua ini benar?"Al' Mengangguk. "Al' m
"Bagaimana pun juga, Kakek harus berterima kasih pada Tuan muda Azam." sambung Kakek."Kakek mau bertemu dengannya? Dia ada disini." ucap Arumi."Benarkah? Kalau begitu Kakek ingin bertemu. Ayo!"Arumi mengangguk dengan senang, segera membimbing Kakek untuk melangkah keluar menemui Azam.Al', pria itu terlihat bersungut-sungut. Hatinya masih belum bisa menyukai Pria yang pernah didengarnya sebagai Playboy itu."Tuan Muda Azam!" sapa Kakek setelah berada di hadapan Azam.Azam cepat berdiri, mengangguk kepada Kakek."Duduklah, Nak!" Kakek mengajak Azam untuk duduk kembali."Tuan muda Azam, Arumi kekasihmu ini, benar cucuku yang selama ini kami cari. Kakek sungguh tidak menyangka bisa dipertemukan seperti ini." ucap Kakek."Oh, iya Kek. Aku ikut senang. Melihat Arumi masih memiliki keluarga." sahut Azam melirik Arumi yang terlihat bahagia."Terima kasih ya, Nak? Sudah menjaganya selama ini. Hidupnya pasti sangat sulit sebelum bertemu denganmu." ucap Kakek."Iya Kek. Tidak masalah. Itu su
"Ya Allah.. makasih ya Mbak Nita. Tapi biarlah mbak, kalau gak di cicil sekarang, takutnya susah lagi nanti. Cari kerjaan susah mbak. Ini aja Suamiku belum dapat lagi kerjaan. Nanti utangnya malah kelamaan." Meskipun ditawari kebaikan oleh Nita, Ainun tidak ingin mengambil kesempatan. Hutang baginya sangat membebani dirinya. Sebenarnya jika ada, dia lebih memilih untuk menjual barang yang ada dari pada hutang. Jadi, dia kembali mengulurkan uang itu."Terima Mbak, untuk mengurangi hutang kami." Kembali Ainun berkata.Nita menghela nafas, dia mengerti maksud Ainun. Ternyata Teteh ini tidak seperti yang dibicarakan oleh Eni dan Rani yang katanya kalau berhutang susah bayar. Susah, mungkin karena belum ada.Buktinya ini, dia sangat bertanggung jawab dan tahu diri.Nita juga tidak ingin merusak niat baik Ainun hanya karena belas kasihannya."Oke lah kalau begitu ya Teh, aku terima. Sisanya aku catat lagi. Kalau Teteh ada perlu lagi, ambil lagi saja. Jangan sungkan. Jangan takut, Allah past
"Berantem kayaknya." Jawab orang yang diajaknya berbisik."Tidak seperti biasa ya, mereka?" Lainnya menimbal.Mereka terkejut, merasa aneh. Biasanya Eni dan suaminya memang pasangan yang tidak pernah bertengkar. Meskipun semua orang juga tau bagaimana tabiat Anton, tapi mereka juga tau jika Eni adalah wanita yang selama ini super penyabar."Semua orang pasti punya batas kesabaran lah. Palingan Eni udah capek. Suaminya nggak pernah mau bekerja. Hidup itu butuh uang. Bukan cuma makan cinta aja." Rani rupanya ikut nimbrung, dia berkata penuh kekesalan. Seolah-olah dia yang sedang mewakili perasaan Eni."Eni itu, maunya Anton kerja di tempat Bapaknya, sementara' Anton kan gak mau kalau kerja tempat mertuanya memang. Katanya diocehi mulu. Makanya dia malas. Eni diajak pulang ke kampung si Anton juga gak mau, padahal Anton kalau disana punya bengkel motor yang cukup besar." Sahut salah satu bapak- bapak.Tak tau mana yang benar atau salah, tapi keributan di dalam rumah Eni masih berlangsung
Heru ingin tertawa sebenarnya, bukannya apa, kebun sawit itu pasti sangat mahal harganya. Tabungan Nita memang ada, tapi tidak akan cukup bila untuk membeli Kebun sawit itu.Tapi dia melirik wajah Istrinya. Nita terlihat mendekat."Tanya dulu berapa, Di?" Ucap Nita."Katanya tadi, Lima hektar. Nggak tau berapa ribu batang. Minta 250 juta. Itu termasuk pasaran sih. Gak mahal. Mana udah jadi kan? Tapi kalau mau kalian beli, aku tawar habis habisan nanti." Jawab Adi."250 juta. Uang dari mana? Gajian istriku gak sampai segitu juga kali, Di." Sahut Heru."Kalau niat, bisa pikirkan jalan lain lah, Her. Pinjem duit kek untuk kurangannya. Bisa punya kebun sawit itu, sangat bagus untuk masa depan Her. Bayangkan saja jika tiap bulan panen. Tinggal ngitung.""Pinjem kemana? Emang ada orang mau pinjemin uang ratusan juta. Ratusan ribu aja payah." Sahut Heru."Bank dong, Her. Kan kamu punya sertifikat tanah." Ujar Adi."Oh iya, Mas." Nita tiba-tiba menyahut. Membuat kedua pria di hadapannya itu l
"Kenapa? Bukankah kalian pacaran? Atau jangan-jangan, kamu jadi pacarnya hanya karena paksaan?" kini Al' yang bertanya pada Arumi."Eh, bukan begitu. Tapi, tapi,""Jika kamu tidak benar-benar menyukainya sebaiknya putuskan saja dia. Aku juga tidak suka punya calon adik ipar macam dia!""Kak Al'. Kenapa kak Al' sangat membenci Azam sih? Dia itu yang sudah menjagaku selama ini!" Arumi melotot."Aku tidak membencinya. Aku hanya tidak menyukai. Dia itu Playboy, Arumi. Siapapun juga tidak akan suka jika adik kesayangannya akan salah dalam memilih pendamping hidup!" jawab Al'."Kakak sudah tau alasan Azam menjadi Playboy. Kenapa masih tidak percaya padanya?" Kini Arumi marah."Apapun alasannya, yang namanya Playboy, tetap Playboy. Tidak ada yang baik." ucap Al'."Lalu bagaimana dengan Kak Al' sendiri? Kamu juga Playboy kan? Gonta ganti pacar!" Kini Arumi menunjuk Al'."Ayo. Apa alasanmu punya banyak pacar?""Aku.. aku, beda donk? Aku karena belum bertemu dengan yang cocok. Itu saja." elak