"Mana mungkin? Kamu sempat mengangkatnya beberapa kali, tapi hanya menjawab , Sebentar, Tuan. Nanti aku telepon balik. Itu itu saja tanpa menelpon balik!" Jawab Azam."Itu mungkin orang yang menemukan hpnya. Aku tidak memegang hp itu semenjak hari pertama di rumah itu. Kak Al' membelikan aku hp baru. Tapi, aku tidak ingat nomormu. Jadi, aku tidak bisa memberitahumu.""Astaga! Kamu sudah membuatku hampir gila karena memikirkanmu, Arumi!" Azam menepuk kepalanya sendiri."Maafkan aku ya,." Arumi meminta maaf karena telah membuat Azam khawatir.Rendi terkikik sendiri, malu dengan tuduhan mereka tadi."Ah, sepertinya, tujuan kita berakhir sampai disini saja. Kita tidak bisa melanjutkannya lagi." sambil terkikik, sambil melangkah, sambil menepuk bahu Azam, yang juga terlihat malu."Bawa dulu gadismu masuk. Dan selesaikan segera urusan kalian. Paman pulang kalau begitu, harus menyusul Papamu." Rendi kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka.Azam hanya mengangguk. Kembali menatap Arumi.
Hati Azam mendadak berbunga bunga. Dada pria itu hampir meledak dibuat oleh jawaban Arumi kali ini."Sungguh?"Arumi mengangguk kembali."Kalau begitu, aku ingin menciummu. Kamu tidak boleh menolaknya lagi. Aku merindukanmu Arumi. Aku merindukanmu."Suara Azam kali ini sungguh terasa meresap ke hati Arumi, membuat gadis itu tidak mampu menjawab. Saat Azam merapatkan bibirnya, Arumi hanya bisa memegang erat lengan Azam.Begitu lembut, Azam mencium bibirnya. Memutar bibirnya untuk menguasai bibir gadis itu.Desiran hangat kini menjalari tubuh Arumi karena ulah Azam itu. Sesaat dia terdiam, kemudian bibirnya ikut bergerak lembut. Berganti mencium. Tentu saja balasan Arumi itu membuat Azam semakin merasa seperti melayang-layang. Pria itu bahkan menekankan tubuhnya untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan Arumi meremas lengan Azam sementara tangan Azam menekan pinggangnya.Cukup lama mereka bergulat dengan bibir mereka, mengambil jeda waktu untuk mengisi oksigen, kemudian mengulanginya la
Sore ini, Azam sudah menyampaikan maksudnya kepada kedua keluarganya. Akhirnya mereka sepakat untuk berangkat langsung ke rumah keluarga Arumi malam ini juga.Dengan mengendarai dua mobil yang berbeda. Riko bersama Gara dan Mia. Riko sebagai sopir.Dan Azam bersama Arumi, tanpa seorang seorang sopir.Terdengar suara nafas Gara yang kasar."Gara, kamu kenapa?" tanya Mia seperti menangkap kegelisahan di wajah suaminya."Aku hanya sedang memikirkan Azam. Bisa-bisanya melamar seorang gadis dengan tangan kosong tanpa persiapan apapun seperti ini. Apa kamu tahu Mia, Keluarga Brahmana itu, termasuk keluarga terpandang di kota ini. Apa itu tidak memalukan?" ucap Gara."Aku juga tidak mengerti, apa mungkin setelah ini kita akan mengirim hadiah untuk keluarga Arumi. Kita bisa memikirkan nanti, kan?""Mana ada seperti itu. Yang namanya hadiah lamaran, datang bersama orang yang melamar. Masa iya menyusul?" bantah Gara."Mungkin, Azam takut ditolak. Jadi, menyiapkan apapun sekarang akan percuma."
Kakek mengangguk, sudah bisa menebak apa tujuan mereka kemari."Jadi begini , Tuan." Gara berdehem hingga beberapa kali."Putra kami Azam dan cucu anda ini, mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Dan rupanya mereka ini, saling mencintai. Jadi, Saya sebagai ayah dari Azam, ingin melamar Arumi untuk putra kami. Bagaimana? Apa Tuan, bisa menerima lamaran kami ini?"Suasana menjadi hening kembali. Kakek menoleh dahulu pada Al' yang duduk di sebelahnya.Al' tersenyum saja, kemudian mengangguk pada kakek.Lalu, terdengar suara dari kakek. "Tidak ada alasan untuk kami menolak lamaran ini. Apalagi Azam selama ini sudah menjaga cucuku dengan baik. Saya akan menerima lamaran ini dengan sangat senang.""Benarkah?" Gara bersuara cukup keras."Azam! Kamu diterima! Lamaran kita diterima." Gara menoleh dan tersenyum lebar. Mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Alhamdulillah!" Puji syukur dari Mia."Tapi mohon maafkan kami, Tuan. Kami kesini tidak membawa apa apa." Baru saja Gara s
Hanya selang satu hari saja dari hari dimana Azam resmi melamar Arumi. Acara pernikahan mereka pun benar-benar akan dilaksanakan.Tanpa ada persiapan khusus atau pun pesta meriah.Bahkan tidak menyebar undangan satu pun, baik itu dari pihak keluarga Arumi maupun dari pihak keluarga Azam sendiri. Hanya kerabat dekat saja yang diundang secara langsung untuk datang.Bukan tanpa alasan, semua itu keinginan dari Arumi yang meminta langsung pada Azam sendiri. Meskipun awalnya dapat penolakan keras dari Kakek dan juga dari pihak Azam.Ditunda saja atau tanpa pesta! Ini adalah ancaman dari Arumi. Gadis yang belum terbiasa menjadi bagian dari keluarga kaya ini.Sehari sebelum acara pernikahan ini dimulai."Aku tidak ingin ada pesta Kek, untuk apa sih? Toh semua orang tidak ada yang Arumi kenal. Dan tidak ada yang kenal juga dengan Arumi." ucapnya , ketika mereka sedang berkumpul untuk membahas perihal rencana pernikahan."Justru itu Arumi, kita perlu mengadakan pesta besar agar kamu mengenal d
Saat ini, orang-orang sedang mengerumuni sales dari sebuah produk kecantikan yang tepat berada di teras rumah Nita.Tapi ketua sales mereka sudah minta izin dengan sopan pada Heru yang ada di toko untuk numpang promosi. Karena Heru bukan orang yang pelit dan sombong, dia mengijinkan saja. Lagian tidak mengganggu ini pikirnya.Diantaranya juga ada Nita. Tadi dia sebenarnya enggan, cuma karena beberapa tetangga sudah berteriak-teriak memanggilnya, mau tidak mau dia pun pada akhirnya keluar juga."Yang sayang suami, ayo ayo! Ibu-ibu bapak-bapak yang sayang istri! Mari dibeli. Produk kami sudah lulus uji tes. Ber-BPOM, halal dan ini adalah produk legal. Jangan khawatir. Aman sentosa tanpa efek samping.”“Bisa membuat kulit kusam menjadi putih, wajah berjerawat menjadi kinclong hanya dalam dua Minggu. Satu kali pemakaian pun, bisa terbukti. Dua minggu, hasil menakjubkan. Sudah banyak testimoni yang kami kumpulkan." Seorang sales wanita yang berkulit putih dan wajah mulus berkata penuh rayu
"Mbak pakai aplikasi baking nggak? Kalau pakai, langsung transfer aja ke nomor rekening kami. Nggak perlu ambil uang cash." Jawab satu Sales."Oh, bisa ya?" Tanya Rani, sumringah, melupakan jika uang itu untuk membayar hutang."Bisa, bisa."'Yang penting pakai dulu. Mumpung ada produk kecantikan hebat seperti ini. Besok besok, belum tentu ada.' Rani berpikir demikian, kemudian mengulik ponselnya. Membuka aplikasi Livin miliknya dan mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga produk skincare tadi pada nomor rekening yang disebutkan oleh Sales itu.Dengan wajah ceria dan bangga dia menentang satu kotak besar produk tadi. Masih sempat menyenggol Susi, "Kamu gak beli?""Gak tau Ran, Gimana ya? Aku nggak punya duit.""Tapi masa tangan kamu begitu, satu putih satu hitam. Beli lah. Wajah juga putih, leher hitam. Kan lucu. Sana usaha dulu." Ucap Rani, mengompori."Aduh, iya. Gimana ya?" Susi juga bingung. Pasalnya, kuiit lengan kanannya memang terlihat lebih putih, Sementara yang kiri masih
"Alhamdulillah, Pak RT. Mungkin sudah jalan yang diberi Allah pada kami. Awalnya kesusahan mau usaha apa, mas Heru juga kesusahan cari kerja. Eh, aku iseng-iseng nyalurin bakat dan hobi. Gak tahunya malah menjanjikan." Jawab Nita."Iya betul itu, Pak. Berkat istri saya inilah, semua keadaan bisa sedikit demi sedikit membaik." Heru ikut bicara, dengan perasaan penuh bangga pada istrinya."Benar-benar luar biasa. Saya kagum, sungguh. Mbak Nita ini bisa menjadi inspirasi bagi para wanita dan ibu rumah tangga." Pak RT berkata lagi penuh kagum.Kemudian setelah berbasa-basi sambil menyeruput kopi suguhan dari Nita, pak RT berpamitan untuk pulang. Begitu juga dengan Ak' Rudi. Hanya Adi yang masih tertinggal disana.Rudi pulang ke rumah, di sambut si Rani yang kepo juga beberapa wanita yang sepertinya sengaja main ke teras rumah Ainun karena tadi tak sengaja melihat Ak' Rudi diundang ke rumah Nita. Ada pak RT dan Irul juga datang kesana."Eh, Ak’ Rudi. Ada apa sih itu diundang ke rumah Nita?
Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura
Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu
Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se
Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora
Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali
Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan
"Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,
Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban
“Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany