Sore ini, Azam sudah menyampaikan maksudnya kepada kedua keluarganya. Akhirnya mereka sepakat untuk berangkat langsung ke rumah keluarga Arumi malam ini juga.Dengan mengendarai dua mobil yang berbeda. Riko bersama Gara dan Mia. Riko sebagai sopir.Dan Azam bersama Arumi, tanpa seorang seorang sopir.Terdengar suara nafas Gara yang kasar."Gara, kamu kenapa?" tanya Mia seperti menangkap kegelisahan di wajah suaminya."Aku hanya sedang memikirkan Azam. Bisa-bisanya melamar seorang gadis dengan tangan kosong tanpa persiapan apapun seperti ini. Apa kamu tahu Mia, Keluarga Brahmana itu, termasuk keluarga terpandang di kota ini. Apa itu tidak memalukan?" ucap Gara."Aku juga tidak mengerti, apa mungkin setelah ini kita akan mengirim hadiah untuk keluarga Arumi. Kita bisa memikirkan nanti, kan?""Mana ada seperti itu. Yang namanya hadiah lamaran, datang bersama orang yang melamar. Masa iya menyusul?" bantah Gara."Mungkin, Azam takut ditolak. Jadi, menyiapkan apapun sekarang akan percuma."
Kakek mengangguk, sudah bisa menebak apa tujuan mereka kemari."Jadi begini , Tuan." Gara berdehem hingga beberapa kali."Putra kami Azam dan cucu anda ini, mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Dan rupanya mereka ini, saling mencintai. Jadi, Saya sebagai ayah dari Azam, ingin melamar Arumi untuk putra kami. Bagaimana? Apa Tuan, bisa menerima lamaran kami ini?"Suasana menjadi hening kembali. Kakek menoleh dahulu pada Al' yang duduk di sebelahnya.Al' tersenyum saja, kemudian mengangguk pada kakek.Lalu, terdengar suara dari kakek. "Tidak ada alasan untuk kami menolak lamaran ini. Apalagi Azam selama ini sudah menjaga cucuku dengan baik. Saya akan menerima lamaran ini dengan sangat senang.""Benarkah?" Gara bersuara cukup keras."Azam! Kamu diterima! Lamaran kita diterima." Gara menoleh dan tersenyum lebar. Mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Alhamdulillah!" Puji syukur dari Mia."Tapi mohon maafkan kami, Tuan. Kami kesini tidak membawa apa apa." Baru saja Gara s
Hanya selang satu hari saja dari hari dimana Azam resmi melamar Arumi. Acara pernikahan mereka pun benar-benar akan dilaksanakan.Tanpa ada persiapan khusus atau pun pesta meriah.Bahkan tidak menyebar undangan satu pun, baik itu dari pihak keluarga Arumi maupun dari pihak keluarga Azam sendiri. Hanya kerabat dekat saja yang diundang secara langsung untuk datang.Bukan tanpa alasan, semua itu keinginan dari Arumi yang meminta langsung pada Azam sendiri. Meskipun awalnya dapat penolakan keras dari Kakek dan juga dari pihak Azam.Ditunda saja atau tanpa pesta! Ini adalah ancaman dari Arumi. Gadis yang belum terbiasa menjadi bagian dari keluarga kaya ini.Sehari sebelum acara pernikahan ini dimulai."Aku tidak ingin ada pesta Kek, untuk apa sih? Toh semua orang tidak ada yang Arumi kenal. Dan tidak ada yang kenal juga dengan Arumi." ucapnya , ketika mereka sedang berkumpul untuk membahas perihal rencana pernikahan."Justru itu Arumi, kita perlu mengadakan pesta besar agar kamu mengenal d
Saat ini, orang-orang sedang mengerumuni sales dari sebuah produk kecantikan yang tepat berada di teras rumah Nita.Tapi ketua sales mereka sudah minta izin dengan sopan pada Heru yang ada di toko untuk numpang promosi. Karena Heru bukan orang yang pelit dan sombong, dia mengijinkan saja. Lagian tidak mengganggu ini pikirnya.Diantaranya juga ada Nita. Tadi dia sebenarnya enggan, cuma karena beberapa tetangga sudah berteriak-teriak memanggilnya, mau tidak mau dia pun pada akhirnya keluar juga."Yang sayang suami, ayo ayo! Ibu-ibu bapak-bapak yang sayang istri! Mari dibeli. Produk kami sudah lulus uji tes. Ber-BPOM, halal dan ini adalah produk legal. Jangan khawatir. Aman sentosa tanpa efek samping.”“Bisa membuat kulit kusam menjadi putih, wajah berjerawat menjadi kinclong hanya dalam dua Minggu. Satu kali pemakaian pun, bisa terbukti. Dua minggu, hasil menakjubkan. Sudah banyak testimoni yang kami kumpulkan." Seorang sales wanita yang berkulit putih dan wajah mulus berkata penuh rayu
"Mbak pakai aplikasi baking nggak? Kalau pakai, langsung transfer aja ke nomor rekening kami. Nggak perlu ambil uang cash." Jawab satu Sales."Oh, bisa ya?" Tanya Rani, sumringah, melupakan jika uang itu untuk membayar hutang."Bisa, bisa."'Yang penting pakai dulu. Mumpung ada produk kecantikan hebat seperti ini. Besok besok, belum tentu ada.' Rani berpikir demikian, kemudian mengulik ponselnya. Membuka aplikasi Livin miliknya dan mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga produk skincare tadi pada nomor rekening yang disebutkan oleh Sales itu.Dengan wajah ceria dan bangga dia menentang satu kotak besar produk tadi. Masih sempat menyenggol Susi, "Kamu gak beli?""Gak tau Ran, Gimana ya? Aku nggak punya duit.""Tapi masa tangan kamu begitu, satu putih satu hitam. Beli lah. Wajah juga putih, leher hitam. Kan lucu. Sana usaha dulu." Ucap Rani, mengompori."Aduh, iya. Gimana ya?" Susi juga bingung. Pasalnya, kuiit lengan kanannya memang terlihat lebih putih, Sementara yang kiri masih
"Alhamdulillah, Pak RT. Mungkin sudah jalan yang diberi Allah pada kami. Awalnya kesusahan mau usaha apa, mas Heru juga kesusahan cari kerja. Eh, aku iseng-iseng nyalurin bakat dan hobi. Gak tahunya malah menjanjikan." Jawab Nita."Iya betul itu, Pak. Berkat istri saya inilah, semua keadaan bisa sedikit demi sedikit membaik." Heru ikut bicara, dengan perasaan penuh bangga pada istrinya."Benar-benar luar biasa. Saya kagum, sungguh. Mbak Nita ini bisa menjadi inspirasi bagi para wanita dan ibu rumah tangga." Pak RT berkata lagi penuh kagum.Kemudian setelah berbasa-basi sambil menyeruput kopi suguhan dari Nita, pak RT berpamitan untuk pulang. Begitu juga dengan Ak' Rudi. Hanya Adi yang masih tertinggal disana.Rudi pulang ke rumah, di sambut si Rani yang kepo juga beberapa wanita yang sepertinya sengaja main ke teras rumah Ainun karena tadi tak sengaja melihat Ak' Rudi diundang ke rumah Nita. Ada pak RT dan Irul juga datang kesana."Eh, Ak’ Rudi. Ada apa sih itu diundang ke rumah Nita?
"Tapi, Nak, bagaimana dengan keluargamu? Apa mereka setuju jika seperti itu?""Kek, kita tidak bisa memaksa Arumi. Mungkin benar, Arumi memang belum nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Tidak apa-apa Kek. Yang aku inginkan adalah menikahi Arumi. Menjadikan istriku tanpa perlu dikenali publik. Setelah bersamaku nanti, mungkin Arumi akan terbiasa dan kita bisa mengadakan pesta tahun depan. Keluargaku juga pasti akan mengerti." ucap Azam pada Kakek.Kakek hanya bisa mengangguk pasrah."Jika kalian tidak keberatan, baiklah. Kalau begitu, tidak akan ada pesta." Kakek menghela berat."Lalu kapan kalian akan menikah?" Kini Al' yang bertanya."Besok saja." sahut Arumi, membuat semua menoleh padanya."Besok?" Azam menganga."Lebih cepat lebih baik, kan? Kamu bilang sendiri kemarin. Bila perlu besok." sahut Arumi."Ah iya. Kamu benar. Lebih cepat lebih baik." balas Azam.Semua tertawa, dan pada akhirnya setuju. Pernikahan mereka akan dilaksanakan besok tanpa pesta.Waktu pun bergulir teras
"Hehe, ya begitulah. Tapi kan adik ipar. Pokoknya, ribet lah. Tapi ya, Alhamdulillah.. semua bahagia. Aman, damai dan sentosa."Dua orang itu tertawa, meskipun dalam otak Arumi cukup pusing memikirkan ikatan persaudaraan keluarga Azam.Kok bisa? Istri paman Riko, adik mama mertua. Sedangkan adik mereka dinikahi oleh paman Rendi?Sementara Calia setelah ini langsung ingin pulang ke rumah, meskipun baik Dinda dan Mia masih ingin menahannya disini."Calia pulang lah ya, Ma, Pa?""Hem.. dengan siapa tapi? Pesta belum usai. Tunggulah sebentar." Riko yang menjawab."Laura yang mau mengantar, Pa.""Oh, ya udah. Hati-hati. Sebentar lagi kami menyusul." Jawab Riko, juga Dinda mengangguk kecil. Anak gadis mereka ini memang lain. Tidak terlalu suka dengan keramaian. Mereka memaklumi.Calia kemudian melangkah, mengikuti Laura yang berjalan mendahului."Aku antar sampai ke rumah. Tapi aku tidak bisa mampir ya? Aku lagi mau tidur dari awal." Ucap Laura setelah melajukan mobilnya.Dua gadis ini terd