Hans membuka video rekaman di ruang tunggu dan terlihat lima pria mengenakan kemeja, kaos oblong yang berbeda, tetapi topi yang dikenakan oleh mereka sangat mirip mulai dari warna dan logo topi.“Apa yang aneh?”Logo yang tidak terlihat menggunakan brand ternama. Logo yang terdiri dari huruf S besar dalam lingkaran dan ditindas bintang. Logo yang dilihat oleh Hans adalah logo komunitas pemuda yang tidak memiliki banyak uang dan berbagai macam kejahatan dilakukan olehnya. Logo yang memiliki arti kenikmatan paling klimaks yang paling utama untuk memuaskan satu sama lain antara perbedaan dan persamaan genre. Hal itu yang dilakukan oleh komunitas itu.Tidak hanya itu, mereka juga memperdagangkan manusia dan menjual obat-obatan terlarang dalam berbagai jenis. Kebebasan sangat lekat pada komunitas itu hingga melakukan pembunuhan. Empat orang terlihat sedang mengawasi keadaan di sekitar dan tidak jarang bahwa salah satu dari mereka melihat ke atas sambil menggaruk leher dan terlihat sedan
“Kita coba saja dulu.” Hans berkata optimis.“Coba dengan cara membujuk?” tanya Alan menekan.Hans berdebat dengan Alan sebelum berangkat menuju hotel yang menjadi peristiwa tragis yang terjadi pada keluarga konglomerat dan dikenal sebagai Raja bisnis. Hans bersikeras untuk harus datang dan memeriksa sesuatu yang aneh pada kamar hotel itu di kaca. Namun, Alan tidak ingin keberadaannya diketahui oleh siapa pun karena menjadi buronan bagi siapa pun yang memiliki kepentingan untuk menghapus bukti yang ada padanya.“Tidak.”“Lalu?”Hans berpikir sejenak sambil menggerakkan jari telunjuk di meja selama lima belas detik.“Saya datang bersama teman wanita untuk cek in. Setelah itu, kamu masuk setelah lima menit saya masuk ke kamar hotel itu.”“Wah, idemu luar biasa gila. Aku tidak pernah terpikirkan soal itu.”“Itu cara yang harus dilakukan agar bisa mendapat informasi.” Hans membeberkan cara yang harus dilakukan olehnya demi mendapatkan informasi.“Lalu? Apa yang akan menjadikan itu sebaga
Karyawan resepsionis itu mengangguk cepat dengan urat leher yang menonjol disertai dengan keringat bercucuran dengan deras.“Bi-bisa, Pak.”“Bagaimana kalau sampai informasi ini bocor ke orang lain sampai ada yang mengetahuinya? Apa yang harus saya lakukan kepadamu?” tanya Hans dengan nada mengancam.“Tidak akan sampai bocor, Pak karena saya masih harus memberi makan dan menafkahi keluarga saya.”Hans tersenyum miring saat mendengar alasan klise yang dilontarkan oleh karyawan resepsionis hotel. Alasan yang sering didengar olehnya ketika dia sedang terdesak dalam situasi yang tidak bisa membuatnya mengelak atau menghindar dari siapa pun.“Yakin?”“Tentu, Pak. Jika ada seseorang yang tahu maka itu menjadi tanggung jawab saya dan ... menerima atas risiko yang akan saya dapatkan.”“Oke. Saya pegang janjimu.”“Ba-baik, Pak.”Hans merogoh sejumlah uang dari kantong celana yang sudah disiapkan olehnya lalu diberikan kepada karyawan resepsionis dan diminta untuk dimasukkan ke kantong pakaian
Lima detik kemudian, benda berwarna silver mekanik terlepas dari kaca hotel yang besar hingga terlihat bentukan dan lubang berukuran tujuh sentimeter. Hans dan Alan saling bertatapan dengan membulat dan mulut terbuka lebar. Hasil pengamatan dan analisisnya menunjukkan kebenaran tentang sesuatu yang dilihat olehnya.“Kamu benar, Lee.”“Dia atau penembak itu pasti mengarahkan pistolnya ke arah sini dan posisi Pak Cody bisa jadi berada di depan lubang ini dengan mengesamping atau membelakanginya.” Hans berkata sambil membayangkan posisi kejadian ayahnya. “Bisa jadi.”Hans berbalik badan ke arah kaca hotel yang terbentang lebar dengan pemandangan bangunan tinggi yang berada di dekat dan jauh dari posisinya saat ini.Satu menit berlalu, ia menemukan bangunan yang lebih tinggi dari hotel mewah itu dengan jarak ratusan meter. Hans meletakkan mata di lubang kecil dengan menyipitkan mata untuk bisa melihat jarak gedung yang lebih tinggi dari hotel dan ternyata terdapat rooftop kosong yang b
Alexandra hanya terdiam dengan mengalihkan pandangan sembari mengangguk pelan. Anggukan kepalanya yang pelan membuat Hans tersenyum miring, tetapi ia menghargai kekhawatirannya itu.“Tenang saja, uang itu hasil dari pemilik yang mengutusku untuk bekerja.”Alexandra mengelus dada sambil memejamkan matanya sekilas.Hans melirik dia yang ternyata diluar perkiraannya. Dia tidak terlihat agresif malah terlihat penakut dan tidak ingin dekat dengannya.“Terima kasih, Pak Lee.”“Panggil nama saja, jangan Pak Lee,” protes Hans dengan tatapan yang fokus pada jalanan.“Ba-baik.”“Berapa usiamu?”“Kenapa kamu tanya usiaku?”“Jika pekerjaanmu tidak baik untukmu maka keluarlah dari sana dan cari pekerjaan yang jauh lebih baik.”“Bagaimana kamu tahu?”“Temanku yang bekerja sebagai pengawal keluarga Pak Cody yang mengatakan kepadaku.”“Ah, Ari.”“Bukalah usaha dengan uang itu.”“Iya, aku usahakan.”Beberapa menit berlalu, Hans tiba di depan sebuah gang rumah yang sangat sempit dan tampak padat pendud
Hans membuka kartu identitas Sandria dari handphone lalu memperhatikan nomor identitas yang tertera di website itu.“Nomor identitas itu bukanlah milik Sandria. Nomor identitas Sandria berakhir triple nol dua depan nomor empat pada baris keempat.”“Sungguh? Kamu punya data dia?”“Aku punya data dia karena ... aku pernah bekerja sebagai pelayanan di bagian loket di kereta api.”“Jika itu bukan punya dia artinya ada seseorang yang bisa mengendalikan ini. Dia juga merupakan seorang yang mungkin mahir dan memahami bahasa pemrograman sehingga bisa diganti kode bahasa pemrograman itu.”Hans membisu kembali dengan memutar otak untuk mencari tahu sosok yang bisa mengendalikan ini. Hitungan detik, sebuah nama muncul di kepalanya, nama Ryan yang menjadi sasaran utama di balik pengendalian website. Namun, praduga itu membuatnya sedikit menyingkirkan nama Ryan karena dia hanya bisa melacak IP.“Apakah kamu tidak bisa melacak seseorang yang mengendalikan website ini?” tanya Hans dengan intonasi p
Jam tangan yang berbahan stainless steel dengan lingkar emas di sekitar kaca sebagai hiasan tampak tak asing baginya. Ia pernah melihat jam tangan yang dikenakan oleh pria itu.“Aku tak ingat siapa yang memakai jam tangan itu.”Pria yang berdiri di depan rumah dengan mengenakan topi dan jaket yang memiliki satu brand ternama adalah Adnan. Pengawal ibunya tidak mengetahui sosok pria yang berdiri di depan rumahnya. Dia berdiri di sana untuk memastikan bahwa CEO perusahaan pangan terkenal, ternama dan terbesar di negeri ini sedang berada di luar negeri atau berada dalam negeri. Hans mematikan handphone lalu merebahkan badan dan mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya yang seharian tidak ada istirahat sama sekali.Beberapa jam berlalu, hari telah berganti. Tepat pukul enam pagi, Hans terbangun lalu bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia hendak memasuki mobil sekitar pukul tujuh pagi untuk berangkat ke kantor, tiba-tiba nada dering panjang berbunyi keras dan berulang kali. Nama Pak Tono
“Dua hal yang masuk akal,” kata Komar sambil menjetikkan kedua jarinya.“Apakah Ibu Abigail memiliki musuh atau pernah memaki karyawan yang sangat keterlaluan sampai uang perusahaan digelapkan?”“Kita fokus ke pelaku sekarang,” kata Hans tegas sembari menatap kedua layar handphone berisi pesan teror.“Baik, Pak Lee.”“Aku heran sama Pak Lee,” ucap Komar.“Kenapa?” tanya Hans bingung.“Pak Lee merupakan karyawan baru, tetapi keahlian yang dimiliki bukan seperti karyawan baru, melainkan karyawan yang sudah memiliki pengalaman dua puluh tahun bekerja di bidang keuangan atau bisa dikatakan sebagai detektif.”“Ada-ada saja, Pak. Saya belum memiliki pengalaman apa pun dan masih belajar dari kalian semua.” Hans membalas dengan rendah sambil tersenyum.Salah satu rekan Hans mengagumi keahlian yang dimilikinya karena ia merupakan karyawan baru, tetapi seperti memiliki pengalaman kerja selama puluhan tahun. Kerja keras, analisis dan pemikiran yang jarang bisa dilakukan oleh orang lain, tetapi