Karyawan resepsionis itu mengangguk cepat dengan urat leher yang menonjol disertai dengan keringat bercucuran dengan deras.“Bi-bisa, Pak.”“Bagaimana kalau sampai informasi ini bocor ke orang lain sampai ada yang mengetahuinya? Apa yang harus saya lakukan kepadamu?” tanya Hans dengan nada mengancam.“Tidak akan sampai bocor, Pak karena saya masih harus memberi makan dan menafkahi keluarga saya.”Hans tersenyum miring saat mendengar alasan klise yang dilontarkan oleh karyawan resepsionis hotel. Alasan yang sering didengar olehnya ketika dia sedang terdesak dalam situasi yang tidak bisa membuatnya mengelak atau menghindar dari siapa pun.“Yakin?”“Tentu, Pak. Jika ada seseorang yang tahu maka itu menjadi tanggung jawab saya dan ... menerima atas risiko yang akan saya dapatkan.”“Oke. Saya pegang janjimu.”“Ba-baik, Pak.”Hans merogoh sejumlah uang dari kantong celana yang sudah disiapkan olehnya lalu diberikan kepada karyawan resepsionis dan diminta untuk dimasukkan ke kantong pakaian
Lima detik kemudian, benda berwarna silver mekanik terlepas dari kaca hotel yang besar hingga terlihat bentukan dan lubang berukuran tujuh sentimeter. Hans dan Alan saling bertatapan dengan membulat dan mulut terbuka lebar. Hasil pengamatan dan analisisnya menunjukkan kebenaran tentang sesuatu yang dilihat olehnya.“Kamu benar, Lee.”“Dia atau penembak itu pasti mengarahkan pistolnya ke arah sini dan posisi Pak Cody bisa jadi berada di depan lubang ini dengan mengesamping atau membelakanginya.” Hans berkata sambil membayangkan posisi kejadian ayahnya. “Bisa jadi.”Hans berbalik badan ke arah kaca hotel yang terbentang lebar dengan pemandangan bangunan tinggi yang berada di dekat dan jauh dari posisinya saat ini.Satu menit berlalu, ia menemukan bangunan yang lebih tinggi dari hotel mewah itu dengan jarak ratusan meter. Hans meletakkan mata di lubang kecil dengan menyipitkan mata untuk bisa melihat jarak gedung yang lebih tinggi dari hotel dan ternyata terdapat rooftop kosong yang b
Alexandra hanya terdiam dengan mengalihkan pandangan sembari mengangguk pelan. Anggukan kepalanya yang pelan membuat Hans tersenyum miring, tetapi ia menghargai kekhawatirannya itu.“Tenang saja, uang itu hasil dari pemilik yang mengutusku untuk bekerja.”Alexandra mengelus dada sambil memejamkan matanya sekilas.Hans melirik dia yang ternyata diluar perkiraannya. Dia tidak terlihat agresif malah terlihat penakut dan tidak ingin dekat dengannya.“Terima kasih, Pak Lee.”“Panggil nama saja, jangan Pak Lee,” protes Hans dengan tatapan yang fokus pada jalanan.“Ba-baik.”“Berapa usiamu?”“Kenapa kamu tanya usiaku?”“Jika pekerjaanmu tidak baik untukmu maka keluarlah dari sana dan cari pekerjaan yang jauh lebih baik.”“Bagaimana kamu tahu?”“Temanku yang bekerja sebagai pengawal keluarga Pak Cody yang mengatakan kepadaku.”“Ah, Ari.”“Bukalah usaha dengan uang itu.”“Iya, aku usahakan.”Beberapa menit berlalu, Hans tiba di depan sebuah gang rumah yang sangat sempit dan tampak padat pendud
Hans membuka kartu identitas Sandria dari handphone lalu memperhatikan nomor identitas yang tertera di website itu.“Nomor identitas itu bukanlah milik Sandria. Nomor identitas Sandria berakhir triple nol dua depan nomor empat pada baris keempat.”“Sungguh? Kamu punya data dia?”“Aku punya data dia karena ... aku pernah bekerja sebagai pelayanan di bagian loket di kereta api.”“Jika itu bukan punya dia artinya ada seseorang yang bisa mengendalikan ini. Dia juga merupakan seorang yang mungkin mahir dan memahami bahasa pemrograman sehingga bisa diganti kode bahasa pemrograman itu.”Hans membisu kembali dengan memutar otak untuk mencari tahu sosok yang bisa mengendalikan ini. Hitungan detik, sebuah nama muncul di kepalanya, nama Ryan yang menjadi sasaran utama di balik pengendalian website. Namun, praduga itu membuatnya sedikit menyingkirkan nama Ryan karena dia hanya bisa melacak IP.“Apakah kamu tidak bisa melacak seseorang yang mengendalikan website ini?” tanya Hans dengan intonasi p
Jam tangan yang berbahan stainless steel dengan lingkar emas di sekitar kaca sebagai hiasan tampak tak asing baginya. Ia pernah melihat jam tangan yang dikenakan oleh pria itu.“Aku tak ingat siapa yang memakai jam tangan itu.”Pria yang berdiri di depan rumah dengan mengenakan topi dan jaket yang memiliki satu brand ternama adalah Adnan. Pengawal ibunya tidak mengetahui sosok pria yang berdiri di depan rumahnya. Dia berdiri di sana untuk memastikan bahwa CEO perusahaan pangan terkenal, ternama dan terbesar di negeri ini sedang berada di luar negeri atau berada dalam negeri. Hans mematikan handphone lalu merebahkan badan dan mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya yang seharian tidak ada istirahat sama sekali.Beberapa jam berlalu, hari telah berganti. Tepat pukul enam pagi, Hans terbangun lalu bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia hendak memasuki mobil sekitar pukul tujuh pagi untuk berangkat ke kantor, tiba-tiba nada dering panjang berbunyi keras dan berulang kali. Nama Pak Tono
“Dua hal yang masuk akal,” kata Komar sambil menjetikkan kedua jarinya.“Apakah Ibu Abigail memiliki musuh atau pernah memaki karyawan yang sangat keterlaluan sampai uang perusahaan digelapkan?”“Kita fokus ke pelaku sekarang,” kata Hans tegas sembari menatap kedua layar handphone berisi pesan teror.“Baik, Pak Lee.”“Aku heran sama Pak Lee,” ucap Komar.“Kenapa?” tanya Hans bingung.“Pak Lee merupakan karyawan baru, tetapi keahlian yang dimiliki bukan seperti karyawan baru, melainkan karyawan yang sudah memiliki pengalaman dua puluh tahun bekerja di bidang keuangan atau bisa dikatakan sebagai detektif.”“Ada-ada saja, Pak. Saya belum memiliki pengalaman apa pun dan masih belajar dari kalian semua.” Hans membalas dengan rendah sambil tersenyum.Salah satu rekan Hans mengagumi keahlian yang dimilikinya karena ia merupakan karyawan baru, tetapi seperti memiliki pengalaman kerja selama puluhan tahun. Kerja keras, analisis dan pemikiran yang jarang bisa dilakukan oleh orang lain, tetapi
“Manajer Keuangan!” teriak Naufal sambil menoleh ke arahnya dan mencengkeram kerah bajunya.Hans membisu dengan menatap yang tidak percaya bahwa Naufal memiliki trauma yang besar kepada Adnan. Dia sampai mengatakan berbahaya berulang kali.Jika seseorang yang dekat dengan orang lain dalam kurun waktu yang lama maka perkataannya bisa dipercaya bahwa dia sangat berbahaya. Bahkan, dia pernah bekerja sama dengan Adnan sampai dipercaya untuk mengelola keuangan dan laporan bahan baku masuk dan keluar sampai produksi.Hans melepas cengkeraman tangan Naufal yang erat secara perlahan sambil mendudukkannya kembali dan menggenggam tangannya.“Pak, jika Bapak takut dengannya maka ceritakanlah kepada saya maka saya akan membantu dan menjamin hidup Bapak dan keluarga aman dari mereka yang ingin berbuat jahat kepadanya.”“Sungguh?”Hans mengangguk pelan. “Iya, tapi Bapak harus bekerja sama dengan saya dan tim untuk menangkap pelaku. Bisa bekerja sama dengan saya?”Naufal mengangguk cepat sambil sam
Hans memposisikan tubuh Ryan dengan berdiri sembari mencengkeram kerah bajunya dan melayangkan kepalan tangan kepadanya. Sontak, Ryan menghindari pukulan di wajahnya dengan mengernyitkan dahi dan menggerakan sisi siku tangan kanannya.“Ampun.” Ryan merengek untuk menyerah dan tidak dipukul wajahnya.“Kenapa kamu menculik istri dari Pak Cody Ruth?” tanya Hans dengan intonasi penekanan sembari menguatkan cengkeram tangannya di kerah baju.Ryan sedikit mengerang karena kuku jemari Hans mengenai lehernya. “A-aku hanya mendapat perintah saja.” Ryan menjawab terbata-bata.“Siapa yang memerintahmu untuk menculik Ibu Abigail? Hah?” tanya Hans menekan dengan tangan yang masih berada di dekat wajahnya.“Ja-jangan memukulku. Aku mohon.” Ryan memohon sambil mengusap kedua tangan dan sedikit membungkukkan badan kepadanya. “Cepat katakan!”“Di-dia adalah ....”“Siapa? Jika kamu tidak mengatakan yang sebenarnya maka tamat riwayatmu!” Hans mengancam Ryan dengan menekan.“Di-dia adalah Misternot!” Ry
“Tidak pernah, Pak, tapi saya pernah melihat Pak Rashid beberapa kali datang ke kantor untuk menemui ibu Abigail.” Komar memberitahu dengan hati-hati.“Kata siapa dia datang untuk menemui ibu Abigail?”“Saya pernah menanyainya langsung saat menunggu di ruang tunggu ketika ibu Abigail sedang rapat dengan pengusaha lain yang berasal dari Inggris.”Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan memikirkan tujuan Rashid Omar Nadim mendatangi ibunya kesekian kali. ‘Apakah tujuan dia masih sama seperti dulu? Atau semakin parah dengan mengancam ibu?’ batin Hans penasaran.Hans beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkan tim yang masih ingin berdiskusi dengannya. Sorot mata tertuju padanya karena sikap yang tak pernah terjadi padanya.“Aku mau ke toilet dulu, udah kebelet dari tadi.”Tiwi ikut beranjak dari kursi dengan alasan pergi ke toilet pada awalnya, tetapi tujuan itu berubah saat melihat arah Hans menuju ruangan pemilik atau CEO perusahaan sehingga diikuti olehnya secara diam-diam karena
“Saya kembali ke ruangan kerja saya dulu,” pamit Galih lalu keluar ruangan.Rekan kerja bagian keuangan meninggalkan ruangan keuangan untuk pengerjaan laporan dan audit sedang berlangsung. Ruangan keuangan tersisa rekan timnya. Tiwi mengalihkan kue tart di kulkas. Hans tidak ingin membahas dirinya sehingga mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kebingungan mereka terkait temuan di rumah Rashid. Semua rekan tim mengambil berkas, laptop dan buku catatan untuk membahas masalah audit yang belum terselesaikan karena terduga diusahakan untuk tidak tertangkap.“Saya ingat bahwa salah satu dari kalian naik ke atas saat mendengar langkah kaki yang turun dari tangga. Siapa dia? Apakah dia wanita atau pria?” tanya Hans santai sambil menatap rekan timnya satu per satu.“Dia adalah seorang pria karena saat suaranya mengerang dan saat kita keluar dari kamar rahasia mewah tanpa sengaja lampu senter milik Mira menyoroti wajah pria itu.”“Kami tidak tahu siapa dan berpikir bahwa dia adalah p
“Ibu juga belum tahu siapa dia, tapi dia sering pergi dengan Ayah Adnan dan mendampinginya ke mana pun pergi.”Hans memperhatikan foto pria yang tubuhnya tegap dan kekar dengan senyuman yang terdapat lesung pipi. Jika dia sering mendampingi Ayah Adnan ke mana pun pergi hanya memiliki dua arti. Kemungkinan dia bekerja sebagai Asisten atau Ajudannya. Tugas dua jabatan itu hampir sama, tetapi memiliki perbedaan. Ia belum pernah melihat dengan dua matanya terkait pria yang sedang dicari dan masih tanda tanya. “Aku akan cari tahu dia.”“Hati-hati, Nak. Ibu juga mencari tahu siapa dia.”“Apakah pria yang mengurus warisan Ayah untukku tahu dia?” tanya Hans tiba-tiba kepikiran pria yang memberitahu sosok mereka terkait hubungan dengan ayahnya. “Sepertinya tahu.”“Oke. Aku mau berangkat kerja dan Adnan tidak boleh lolos dari jeratan hukum dengan kasus penggelapan dana.” Hans memasukkan foto ke dalam dashboard dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Tangan memegang pengatur perpindahan laju
Hans tidak mendengar pertanyaan dari Putri, tetapi Arman mendengarnya dan dibalas anggukan olehnya. Hans memasuki pesawat dan duduk seorang diri dengan kelas pesawat yang mewah. Ia merebahkan badan sambil menonton film untuk menikmati perjalanan dari Korea Selatan menuju Indonesia.Puluhan jam berlalu, Hans dan tiga pengawal tiba di Bandara Indonesia. Hans naik taksi menuju rumahnya dengan wajah yang kembali normal. Ia tiba di malam hari sehingga mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Hans telah beristirahat bekerja hampir satu bulan. Beberapa jam berlalu, hari telah berganti dan memasuki pagi hari. Ia bersiap-siap menuju kantor untuk bekerja.Hans menuruni anak tangga untuk berangkat kerja, tetapi disuguhkan pemandangan Haedar dan ibunya yang sedang duduk di meja makan dengan makanan yang telah siap untuk disantap.“Sarapan dulu.”Hans sarapan bersama ibu dan Haedar. Ia merasakan tatapan kedua orang di hadapannya mengarah kepadanya tanpa berkedip.“Jangan lupa berkedip saat meliha
“Ciri-cirinya itu tinggi sekitar seratus delapan puluh sentimeter, putih dan bertubuh atletis. Dia mirip Sandria dan pria satunya bertubuh kekar, tinggi, rambut cepak seperti potongan tentara atau polisi dan terlihat cerdas.”Hans mengernyitkan dahi saat mendengar ciri-ciri dua pria yang salah satunya tidak asing baginya. Ciri-ciri pertama masuk ke Ryan. Namun, ia penasaran dengan ciri-ciri pria kedua.Hans mengambil handphone lalu menghubungi Haedar. Dia siapa tau mengetahui ciri-ciri fisik pria yang disebutkan oleh Arman.“Halo, Pak.”“Tuan muda. Bagaimana keadaan Tuan muda? Apakah semuanya baik-baik saja?”“Baik-baik saja, Pak. Bapak tenang saja.”“Syukurlah.” Haedar terdengar lega mendengar kabar darinya.“Saya mendapatkan informasi dari Arman, Pak.”“Informasi tentang apa, Tuan muda?”“Arman pernah melihat sosok pria bertubuh kekar di acara bergengsi bersama Ryan keluar dari ruangan sebelah. Ciri-cirinya adalah bertubuh kekar, tinggi, berambut cepak seperti potongan seorang ten
“Dia ada di rumah sakit dan terbaring di ranjang. Lee belum bisa berbicara dengan kalian karena keadaannya yang belum membaik.” “Apakah kami boleh melihatnya sebentar saja?”“Kamu berada di kamarnya, kan?”Arman membisu dan merayapkan bola mata ke arah Hans secara perlahan. Hans mendengar permintaan rekan timnya hanya mengangguk sembari merebahkan badan dan berpura-pura memejamkan matanya. Arman mendekati Hans yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mengarahkan kamera kepada Hans yang tertidur di ranjangnya.“Astaga, Pak Lee,” sontak Tiwi nada sedih.“Sayangku. Kenapa kamu bisa seperti itu, Pak? Ada apa dengan wajah tampanmu?” Mira khawatir akan keselamatan Lee.“Apa yang terjadi kepada Pak Lee? Kenapa wajahnya diperban?” cecar Agustinus.“Saya belum tau kronologinya. Dia pasti cerita kepada kalian.”“Di mana rumah sakitnya?” tanya Mira dengan intonasi penekanan.“Apakah dia bisa dikunjungi?”“Maaf, saya tidak bisa memberitahu kalian karena Lee tidak mengatakan apa pun kepada s
“Jika itu dia maka lebih mudah untuk menangkapnya karena seseorang yang bekerja sama dengan kepolisian telah diketahui identitasnya dan siapa pun yang bekerja sama dengannya pasti ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.”“Bagaimana jika kita tidak melibatkan kepolisian?”“Apa maksudmu?”“Aku ingin mereka mati dengan cara yang lebih mengenaskan dari pada Ayah.”“Apa maksud dari mati yang lebih mengenaskan dari suamiku?”Hans turun dari ranjang sembari membawa infus berjalan ke luar kamar VIP untuk berbicara dengan ibunya.Ia belum membicarakan temuan apa pun yang berhubungan dengan kematian ayahnya. Kematian seorang Raja bisnis yang sangat disegani, dihormati dan disayang oleh banyak orang sangat mengenaskan.“Intinya adalah Ayah meninggal disiksa secara berkeroyok lalu ditembak dari kejauhan di hotel bintang lima. Kaca besar yang bisa digunakan untuk memandangi indahnya lampu kota berlubang dan sengaja dilubangi untuk bisa menembak Ayah tanpa menimbulkan suara apa pun.” Hans menjelaskan
Arman menggeleng cepat sambil merapatkan kedua telapak tangan dan sedikit membungkukkan badan kepadanya. Dia tampak enggan dekat dengan seorang wanita yang memiliki masa lalu dan keluarga yang berbahaya serta berhubungan dengan jasad yang bisa menyeret namanya.Hans terkekeh melihat ekspresi pengawalnya yang sudah tidak mau berurusan dengannya setelah tidur dengannya sampai terdengar menikmati dari rekamannya. “Saya harap kamu mendapatkan pendamping yang baik dan penyayang. Jauh-jauh dari wanita seperti Sandria.”“Aamiin. Bagaimana ceritanya Tuan muda bertemu dengan wanita seperti itu?”“Kamu tahu kalau saya pernah bersama dengannya?”“Tahu. Kami yang mencari keberadaan Tuan muda. Wajah tampan Tuan muda rusak dan bekerja sebagai kurir hanya karena tidak mengungkapkan identitas Tuan muda. Apakah alasannya karena Tuan besar dan adiknya?”“Saya tidak ingin merusak niat baiknya yang menyembunyikan kedua anaknya dari hadapan media atau siapa pun itu. Ayah hanya memperkenalkanku dan dia k
Arman memberikan kamera pengawas dan alat perekam suara kepada Hans. “Tuan muda lebih baik mendengarkan dari kedua alat itu karena saya takut tidak percaya dengan perkataan saya. Saya sudah berusaha mencoba untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya.”Hans menerima kedua alat itu lalu mengambil kartu memori dari setiap barang yang ada di tangannya. Ia memasang kartu memori di sebuah alat yang menggabungkan kamera memori ke laptopnya untuk membaca data yang ada dalam kedua kartu memori itu. Ia menyalin video bercinta mereka dan dipindahkan ke laptop dengan sebuah folder yang bernama Arman. Setelah menyalin dari kamera pengawas, harddisk terpasang.Hans tidak lupa menyalin dan menempelkan rekaman audio mereka saat berbicara ke dalam sebuah folder yang sama. “Kamu bicara dengan Sandria berapa menit saat bercinta dengannya?”“Sepertinya menit keenam belas karena dia bercinta sambil minum alkohol dan saya dipaksa untuk minum dan menjilat di gunung besarnya karena dia sengaja menumpahka