Halo, teman-teman pembaca. Terima kasih karena sudah menanti karya saya. Mohon maaf, bila saya belum dapat update dan membalas komentar teman-teman dalam beberapa hari terakhir. Keluarga saya sedang dalam kondisi berduka dan tenaga saya dibutuhkan. Selain itu, kondisi saya belakangan agak drop dan berakhir terpaksa diopname karena terkena DBD. Sekali lagi, mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Mohon tetap nantikan karya ini, ya!
“Aw, nikmat.” Suara Ulva terdengar mendesah. Sebelah tangannya pun beraksi menuju ke arah paha Raja, tetapi pria itu langsung menepisnya. Raja yang mulai benar-benar kehilangan kesabaran, dia mendorong ulva dengan keras sehingga tubuhnya terbentur ke dinding mobil. “Ah … sakit!” Ulva menjerit, bahkan satu tangannya memegangi kepalanya yang terasa pusing akibat terbentur ke kaca mobil. Namun, Ulva mencoba mengabaikan rasa sakitnya dan menerbitkan senyuman menggodanya. Ketika dia menoleh ke samping, mendadak senyuman itu menghilang saat melihat tatapan Raja begitu menyeramkan bak seorang pembunuh. “Apa anda bosan hidup?!” Suara Raja begitu dingin dengan menatap tajam dan lurus pada Ulva. Ulva menelan ludahnya, tatapan itu benar-benar membuat tubuhnya gemetar. Aura mengerikan milik Raja turut dirasakan si sopir. Walau tak bersitatap secara langsung, tubuh pria itu merinding dan ketakutan. Merasa ancaman Raja tidak main-main, Ulva menoleh ke arah kemudi, “S-top, Pak.” Saking takut
“Mas Raja?!” pekik Ayyara tanpa dia sadari. Dia menggeser pesan itu yang berisikan beberapa foto. Tatapannya pun semakin terbuka lebar seolah-olah bola matanya ingin keluar dari tempatnya. “Mas Raja, kamu ….” jantungnya mulai berdetak, keringat pun mulai bermunculan. Semu orang ikut terkejut. Mereka penasaran melihat perubahan ekspresi Ayyara. Padahal barusan wanita itu tampak menebarkan senyum bahagia, tetapi kini mendadak wajahnya memerah seperti menahan amarah. “Ada apa, Bu Ayya?” tanya Tanjung. “Apa ada masalah serius?” Begitu pun sebagian karyawan yang menanyakan hal yang sama. Ayyara tersadar perubahan ekspresinya membuat semua orang bertanya-tanya, “Maaf, saya ke ruangan saya dulu,” katanya dengan ekspresi datar sembari melangkahkan kakinya. Di ruangan manajer tim keuangan, Ayyara kembali melihat layar ponsel miliknya yang berisikan foto tak senonoh seorang wanita bersama sang suami di dalam taksi. “Mas Raja selingkuh?” Berulang kali Ayyara menggelengkan kepalanya. Dia t
“Nggak perlu berpura-pura lagi, Mas. Semenjak kapan Mas berselingkuh?!” tanya Ayyara masih dengan nada penuh emosi. “Siapa yang menghasutmu?” Raja balik bertanya sembari sesekali tatapannya melirik ke arah ketiga orang itu.“Begitu ya kalau orang tukang selingkuh? Udah ketangkap basah malah menuduh istrinya?” sindir Margareth.Ayyara yang sudah terlanjur dikuasai amarah, dia mengangkat ponsel miliknya tepat di depan mata sang suami, “Mas masih belum mau mengakuinya? Kakek, Paman, Tante, Radit juga mendapatkan kiriman ini.” Raja mengambil ponsel milik Ayyara. Dia terkejut, bukan hanya satu foto, melainkan beberapa foto yang menunjukkan seolah-olah dirinya bermain wanita di dalam taksi. Semua foto yang ditunjukkan itu telah di edit.Margareth, Bahri, dan Radit tersenyum puas melihat perubahan ekspresi Raja.Sementara, Nugraha sedari tadi hanya terdiam, walau sebenarnya dia menahan amarah karena Raja berani menyakiti hati Ayyara. Ayyara menatap mata sang suami dalam-dalam, “Kenapa Ma
“Kamu harus bertanggung jawab! Aku akan membawa masalah ini ke pengadilan!” seru Nugraha dengan raut wajah begitu serius. Bahri, Margareth, dan Radit tampak tersenyum puas mendengar keputusan Nugraha.Ayyara merasa dilema mendengar keputusan itu. Walau Raja ketahuan selingkuh, dia masih mencintai dan tidak ingin berpisah dari sang suami, apalagi saat ini dirinya tengah berbadan dua.Raja melihat tangisan Ayyara yang tak kunjung berhenti, dan itu membuatnya murka dalam hati. Bukan murka terhadap istrinya, tetapi kepada orang-orang yang berusaha menjebaknya untuk merusak rumah tangganya. Di sisi lain, tidak menutup fakta bahwa ada sedikit kecewa pada sang istri yang tidak mempercayainya dan langsung menghakimi tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.“Aku menyesal, sungguh sangat menyesal! Aku tertipu! Andai waktu bisa diputar, aku tidak akan menyerahkan Ayya kepada suami macam kamu!” Nugraha tampak benar-benar marah. Dia masih tidak menyangka Raja berani mengkhianati Ayyara.
Sembari berucap, Nugraha memperhatikan ketiga orang itu. Dan benar saja, raut wajah mereka tampak memucat. Dia pun semakin curiga kalau mereka terlibat dalam ini.Tak ingin rahasianya terbongkar, Margareth pun menghampiri Nugraha, “Pa, ngapain sih buang-buang waktu? Seharusnya kita mengurus masalah ini ke kantor polisi.”Bahri menambahkan, “Iya, Pa. Semuanya sudah jelas –”“Tidak ada ruginya memeriksa foto-foto ini.” Suara bariton Nugraha menyela ucapan Bahri. “Tapi, Kek, Apa yang mau dibuktikan lagi?” ucap Radit sembari menghampiri Nugraha. “aku takut itu cuma akal-akalannya Raja biar dia punya waktu memikirkan cara buat menghapus semua bukti perselingkuhannya.”“Radit benar, Pa. Sudah cukup kita tertipu–”“Kenapa kalian ngotot melarangku?” Nugraha menyela ucapan Margareth. Dia lalu mengangkat ponsel miliknya. “aku sudah mengirim foto-foto ini ke temanku. Kita tinggal menunggu hasilnya saja.”“Aku juga. Aku akan meminta bantuan temanku,” sambung Ayyara dengan sesegukan tangisan. Dal
“Aku pastikan kasus ini diselidiki sampai ke akar-akarnya,” tegas Nugraha. Nugraha melihat ketiga orang itu semakin menunjukkan kecemasan, dan itu menguatkan kecurigaannya bahwa mereka memang benar terlibat dalam hal ini. Bahri, Margareth, dan Radit merasa terancam. Rencana awal untuk menghancurkan Raja, kini justru menjadi senjata makan tuan. Nugraha tiba-tiba melemparkan tatapan mematikan pada Radit, “Termasuk kamu. Jika kamu terbukti terlibat, Kakek tidak akan menganggapmu sebagai cucuku lagi. Ini janji Kakek!” Walau hanya Radit yang mendapatkan peringatan, Bahri dan Margareth merasa peringatan itu juga ditujukan pada mereka bertiga. Dipandang tajam oleh sang kakek membuat Radit gelagapan. “A-apa maksud, Kakek?” Dia melirik sang kakek dengan wajah gugup sesaat, kemudian dia tersenyum senormal mungkin. “aku nggak mungkin melakukan perbuatan sejahat itu.” kemudian ekspresinya berganti tatapan geram ke arah lain. “justru aku nggak sabar ingin menghajar pelakunya!” Tubuh Nugrah
“Kami dari kepolisan,” ucap Alexander sembari menyuruh Ulva untuk masuk ke dalam dengan gestur tangannya. “kami rasa anda sudah tahu alasan kami menemui anda,” imbuhnya dengan tatapan mematikan.Ulva terdiam di tempat, seolah-olah tubuhnya tidak bisa digerakkan. Barulah dia spontan melangkah mundur saking terkejutnya mendengar bentakan pria itu, “Masuk!”Ulva langsung merobohkan tubuhnya di hadapan Alexander dan mengadahkan kepala dengan tatapan semelas-melasnya. “Pak, tolong maafkan saya. Saya terpaksa melakukannya karena saya disuruh.” Tak ada pilihan lain, dia berkata demikian untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari jeratan hukum. “sumpah saya juga korban.”Alexander bukan orang sembarangan. Dia berpengalaman dalam menghadapi orang licik seperti Ulva. Dia justru akan memanfaatkan kebohongan wanita itu.“Baiklah. Jika anda ingin terbebas dari hukuman, tolong kerja samanya. Jangan mempersulit kami dalam proses penyelidikan.” Alexander bersikap baik agar wanita itu masuk dalam perang
“Tidak ada kejahatan yang sempurna,” sindir Raja.Mereka gelisah karena menganggap sindiran itu adalah sebuah ancaman. Mereka takut pria itu sudah melakukan rencana di luar sana untuk mengungkap kasus ini.Namun, mereka berusaha untuk tidak terpancing.“Apa maksudmu, Raja? Kamu menuduh kami? Kami memang bersalah, tapi bukan kami pelakunya.” Margareth membela diri dengan berpura-pura menangis tanpa air mata.Radit menambahkan, “Sumpah kami tidak terlibat dalam hal ini. Percayalah, kami–”“Kebenaran sebentar lagi pasti terungkap.” suara tegas Nugraha memotong ucapan Radit. “Aku akan ke kantor polisi sekarang juga.”Bahri, Margareth, dan Radit sekilas membuka mata lebar-lebar. Walau mereka berusaha bersikap sesantai mungkin, tetapi kegelisahan semakin tampak di raut wajahnya.Melihat ekspresi mereka, Nugraha semakin tidak sabar untuk mengusut tuntas kasus ini. Dia mengingat bagaimana awalnya mereka datang ke rumahnya walau mereka masih menjalani hukuman darinya. Mereka menemuinya dalam
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal