“Kami dari kepolisan,” ucap Alexander sembari menyuruh Ulva untuk masuk ke dalam dengan gestur tangannya. “kami rasa anda sudah tahu alasan kami menemui anda,” imbuhnya dengan tatapan mematikan.Ulva terdiam di tempat, seolah-olah tubuhnya tidak bisa digerakkan. Barulah dia spontan melangkah mundur saking terkejutnya mendengar bentakan pria itu, “Masuk!”Ulva langsung merobohkan tubuhnya di hadapan Alexander dan mengadahkan kepala dengan tatapan semelas-melasnya. “Pak, tolong maafkan saya. Saya terpaksa melakukannya karena saya disuruh.” Tak ada pilihan lain, dia berkata demikian untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari jeratan hukum. “sumpah saya juga korban.”Alexander bukan orang sembarangan. Dia berpengalaman dalam menghadapi orang licik seperti Ulva. Dia justru akan memanfaatkan kebohongan wanita itu.“Baiklah. Jika anda ingin terbebas dari hukuman, tolong kerja samanya. Jangan mempersulit kami dalam proses penyelidikan.” Alexander bersikap baik agar wanita itu masuk dalam perang
“Tidak ada kejahatan yang sempurna,” sindir Raja.Mereka gelisah karena menganggap sindiran itu adalah sebuah ancaman. Mereka takut pria itu sudah melakukan rencana di luar sana untuk mengungkap kasus ini.Namun, mereka berusaha untuk tidak terpancing.“Apa maksudmu, Raja? Kamu menuduh kami? Kami memang bersalah, tapi bukan kami pelakunya.” Margareth membela diri dengan berpura-pura menangis tanpa air mata.Radit menambahkan, “Sumpah kami tidak terlibat dalam hal ini. Percayalah, kami–”“Kebenaran sebentar lagi pasti terungkap.” suara tegas Nugraha memotong ucapan Radit. “Aku akan ke kantor polisi sekarang juga.”Bahri, Margareth, dan Radit sekilas membuka mata lebar-lebar. Walau mereka berusaha bersikap sesantai mungkin, tetapi kegelisahan semakin tampak di raut wajahnya.Melihat ekspresi mereka, Nugraha semakin tidak sabar untuk mengusut tuntas kasus ini. Dia mengingat bagaimana awalnya mereka datang ke rumahnya walau mereka masih menjalani hukuman darinya. Mereka menemuinya dalam
Ulva yang masih belum mengerti pun bertanya, “Apa maksud Tante?”“Papaku sekarang berada di kantor polisi untuk melaporkan masalah ini. Itu artinya mereka yang menemui adalah orang-orang suruhan Raja yang menyamar jadi polisi,” jawab Margareth panik.“Apa?!” pekik Ulva.“Sial!” Saking paniknya, Margareth berteriak tanpa dia sadari. “bodoh sekali kamu!”“Tante nyalahin aku? Ingat ya, Tante, ini semua rencana Tante!” Ulva juga meninggikan suaranya.“Apa saja yang kamu katakan pada mereka?” tanya Margareth serius.“Semuanya.” Walau dijawab singkat, tetapi sudah cukup membuat Margareth seperti cacing kepanasan. Dia sungguh tidak menduga, tadinya dia ingin menghubungi Ulva untuk membicarakan skenario kebohongan dalam kasus ini supaya terhindar dari jeratan hukum, tetapi keadaannya sekarang justru jauh lebih buruk “Ahhhhh … Sialan!” umpat Margareth sembari memutus sambungan telepon sepihak. “gimana ini, gimana kalau bukti-bukti itu sampai ke tangan Papa?”Margareth semakin panik, “aku har
“Maksud Bapak?” tanya Ayyara. “Pak Raja adalah pemilik Prince Group, dan saya adalah bawahan Pak Raja,” jelas Anton.Ayyara hanya tersenyum mendengarnya. Dia menganggap Anton sedang bercanda.“Ternyata seorang direktur perusahaan keuangan nomor satu di Indonesia memiliki selera humor yang tinggi,” ucap Ayyara.“Saya tidak bercanda.” Anton berkata lebih serius. Dia sama sekali tidak sedang bercanda. Walau begitu, Ayyara masih belum percaya. Ayyara menoleh pada sang suami yang sudah berdiri di sampingnya, “Pasti Mas Raja yang minta Pak Anton buat ngerjain Ara, 'kan? Mas Raja bisa aja,” ucapnya sembari terkekeh kecil.Alexander yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya bersuara, “Tidak ada kebohongan di sini. Nama lengkap Pak Raja adalah Raja Elvano Darmendhara anak dari Pak Banara Darmendhara. Bukan hanya Prince Group, tapi Pak Raja anak satu-satunya ahli waris kekayaan keluarga Darmendhara.”Ayyara mencoba mencerna kalimat itu sebelum akhirnya dia kembali terkekeh pelan. Baginya sang
“Aku ingin berhenti bekerja dari perusahaan ACB Group,” jawab Ayyara tanpa keraguan. “aku ingin meniti karirku dari awal lagi tanpa bantuan Mas Raja. Aku ingin karirku naik karena murni usaha dan kemampuanku, bukan karena orang dalam.”Mungkin orang lain akan senang suaminya telah membantu memuluskan jalan karirnya, tetapi tidak dengan Ayyara.Mengerti sindiran sang istri, lantas Raja menanggapi, “Ara memang pantas mendapatkannya.”“Nggak, Mas. Semuanya sudah diatur Mas Raja. Pemecatan Marcel dan Bu Vega salah satunya. Tapi kenapa Mas Raja mengorbankan orang lain buat nyenengin Ara? Kenapa Mas Raja memerintahkan Pak Tanjung buat memecat Bu Vega?” Ayyara menyalahkan Raja dalam hal ini. “Aku hanya membenarkan apa yang salah. Orang yang kamu maksud pantas dipecat,” jawab Raja.“Apa karena mereka berbuat jahat sama Ara?” tanya Ayyara. Merasa ada kesalahpahaman di antara pasangan itu, Anton pun turut menjelaskan, “Maaf, jika saya ikut campur. Pak Raja tidak hanya sekedar memutuskan. Vega
“Tapi itu tidak mungkin,” kata Ayyara. “Kakek punya riwayat penyakit jantung dan kemarin baru mendapatkan perawatan. Aku takut Kakek syok berat kalau tau fakta ini.” Ayyara dilema. Di satu sisi dia sangat marah dan tidak bisa memaafkan perbuatan mereka, tetapi di sisi lain, dia memikirkan kesehatan Nugraha. “Aku tahu Kakek pasti sangat marah dan melaporkan mereka, tapi … aku yakin di belakang kita Kakek pasti banyak pikiran. Aku takut itu bisa membuat penyakit Kakek kambuh.” Mendengar itu, Alexander dan Anton membisu. Raja mengerti perasaan Ayyara. Dia bangga terhadap sang istri yang menyingkirkan egonya untuk menghukum ketiga orang itu demi kesehatan Nugraha. “Lalu bagaimana dengan Pak Raja selaku korban?” tanya Alexander. Ayyara terkejut–tersindir dengan pertanyaan Alexander. Dia baru menyadari kalau dirinya secara tidak langsung telah mengesampingkan perasaan suaminya. “Keputusan ada di tangan istriku,” jawab Raja sembari menoleh pada Ayyara. Ayyara menatap penuh arti pada
“Ara ingin bertemu Ayah,” pinta Ayyara. “Ara belum bertemu dengan beliau, jadi sebagai menantu, Ara harus minta doa restunya.”Raja menatap lurus ke depan, “Tidak. Kita tidak perlu bertemu dengan Ayah,” ucapnya datar.Ayyara heran dengan sikap Raja yang seolah-olah tidak suka dengan permintaannya.“Loh kenapa, Mas? Bukannya Ayah sedang dirawat di rumah sakit? Kita harus menjenguk Ayah, Mas,” kata Ayyara.“Tidak perlu! Dia tidak perlu dijenguk.” Suara Raja lebih tegas.Ayyara pun semakin keheranan, tetapi dia baru menyadari sesuatu ketika mengingat cerita dari Alexander. Pantas saja Raja bersikap demikian.“Semua orang pasti memiliki kesalahan, lagian Ayah sudah menyadari kesalahannya dan sudah minta maaf ke Mas Raja.” Ayyara berkata dengan lembut. “Kasihan loh, Mas. Pasti Ayah nggak tenang sebelum Mas Raja memaafkan Ayah. Mas Raja–”“Cukup, Ara. Kamu sama saja dengan Alex. Aku tidak ingin bertemu dengannya, itu keputusanku!” Suara tegas Raja memotong ucapan Ayyara.Namun, Ayyara tetap
“Jangan menghindar! Jawab Kakek!” Suara Nugraha sedikit lantang. Dia tidak bisa lagi menahan amarahnya. “Benar kamu bersekongkol dengan wanita itu?!”Radit gelagapan,“A-ku.” dia melirik sang Kakek dengan wajah ketakutan, tetapi tak berani menjawab.Tubuh Nugraha semakin bergemetar. Tidak ada keraguan, ekspresi yang ditunjukkan Radit membuktikan bahwa sang cucu dan kedua orang tuanya terlibat dalam masalah ini.Bahri dan Margareth turut gelisah. Saat wanita itu hendak bersuara, Nugraha mengangkat tangan sebagai bentuk perintah agar tidak ikut campur.“Setan kamu, Radit!” Kali ini Nugraha benar-benar tak bisa membendung amarahnya. Dia melayangkan tamparan keras ke wajah Radit. “kamu bukan manusia! Aku tidak sudi memiliki cucu setan macam kamu!” Tatapan tajamnya beralih pada Bahri dan Margareth. “Kalian juga! Aku sendiri yang akan menyeret kalian ke dalam penjara!” ancamnya, membuat mereka tampak ketakutan.Teriakan Nugraha membuat seorang polisi datang menghampirinya, “Maaf, Pak. Tolon