“Aku tidak suka kantor ini dipenuhi kumpulan bunglon!” Suara lantang Ayyara menggema di lorong itu. “kalian disdikualifikasi!” Sindiran Ayyara membuat semua orang menunduk, merasa tidak punya harapan lagi untuk menyelamatkan karirnya. Dari tempatnya berdiri, Vares juga tampak cemas. Namun, dalam sekejap sikapnya langsung berubah 180 derajat. Dengan tidak tahu malu dia menghampiri Raja. “Raja, aku mengaku salah. Tapi, tadi aku cuma bercanda kok.” nada bicara Vares begitu santai seperti sudah berteman lama dengan Raja. “Maafkan aku. Aku sadar candaanku sangat berlebihan. ” Pandangan Raja begitu dingin, menunjukkan kalau dia tidak menerima maaf dari Vares. Vares melangkahkan kakinya, memungut gulungan kertas dan membuangnya ke tong sampah. Dia lalu menoleh kembali ke arah Raja, “sebenarnya ini caraku buat lebih dekat dengan teman baruku. Aku–” “Cukup!” Ayyara menyela ucapan Vares. “sudahi omong kosongmu. Sekarang lebih baik kamu angkat kaki dari sini. Kamu disdikualifikasi!” Bukann
“Waktuku juga tidak banyak!” ucap Ayyara. Ferdi tampak gusar melihat wanita itu tidak menghargainya. “Kamu tahu siapa aku?” tanya Ferdi dengan gaya angkuhnya. “Mohon maaf, Pak. Ada keperluan apa Bapak datang ke sini? Waktuku memang tidak banyak. Hari ini kami sedang menginterview calon karyawan.” Ferdi mendengus miring. Baru pertama kalinya ada seorang wanita muda yang bersikap kurang sopan di hadapannya. “Wanita sombong. Tapi jangan gunakan kesombonganmu di hadapanku.” Ferdi melemparkan senyuman penuh arti, bermaksud memberikan ancaman secara tidak langsung kepada Ayyara. Alih-alih takut dengan ancaman itu, Ayyara malah mempertahankan sikap dinginnya. Baginya, menyombongkan diri di hadapan orang sombong adalah cara yang tepat. “Maaf, sepertinya Bapak cuma buang-buang waktuku! Kalau tidak ada keperluan, silahkan pergi. Masih banyak urusan yang jauh lebih penting yang harus aku kerjakan.” Ferdi tampak emosi mendengarnya. Wanita itu benar-benar berani menyinggung orang yang salah
“Dia adalah ….” Jawaban Ayyara menggantung, karena niatnya hanya ingin mempermainkan Ferdi dan temannya.Ferdi menyipitkan mata, “Siapa? Cepat katakan.” Melihat Ferdi tampak tidak sabar, Ayyara pun semakin mempermainkan emosi pria tua itu, “Bukankah anda sendiri yang bilang kekuasaan pendiri Dira Group dibawah keluarga Wirdoyo? Lalu buat apa anda ingin mengetahui identitasnya? Aku rasa itu tidak terlalu penting bagi anda. Benar begitu, bukan?”Ferdi menyunggingkan senyuman sinis, “Kamu tidak perlu tahu. Cepat katakan di mana mereka?”Di titik ini, tanpa mereka sadari, Raja berdiri dan mengamati dari kejauhan. Bukan karena tidak ingin mendampingi sang istri, dia ingin istrinya belajar menghadapi orang-orang besar yang angkuh seperti Ferdi Wirdoyo. Itu sangat berguna nantinya bagi sang istri yang memimpin perusahaan.Ayyara yang merasa sudah muak meladeni mereka, lantas dia berkata, “Sebenarnya tujuan kalian ke sini untuk apa? Jangan buang-buang waktuku.” “Kami dari Pemerintahan ingi
“Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat!” ucap Raja begitu serius. “Apa syaratnya?” tanya Ferdi dengan raut wajah cemas.“Dengarkan aku.” Raja menggeram rendah, mata tajamnya mengintimidasi pria tua itu. “Awasi Marcel. Jangan biarkan dia mengganggu kehidupan kami lagi. Hanya itu syarat yang aku minta. Tapi jika anda tidak bisa menjalankan tugas ini, aku terpaksa akan melapor kepada Pak Anton.”Ferdi mengangguk cepat, “Baik. Aku terlalu memberi Marcel kebebasan, tapi sekarang aku pastikan anak keparat itu tidak akan lagi mengganggu kalian.”Ayyara yang mendengarnya hanya bisa tertawa dalam hati. Bukankah pria tua itu barusan menunjukkan keangkuhannya, tetapi sekarang dia malah tunduk di hadapan Raja yang terkenal sebagai sosok pria miskin.“Bagus.” Raja masih menampakkan aura dinginnya. “sekarang pulang dan lakukan tugasmu.”Ferdi mengangguk cepat, bergegas bangkit dan pergi bersama temannya itu.Selepas kepergian dua pria angkuh itu, Ayyara menatap suaminya, “Makasih, Mas.” ***Fer
“Ayya harus tahu kalau aku menyembunyikan fakta kematian kalian,” ucap Nugraha. Usai mengatakan itu, Nugraha berbalik pergi, menghampiri mobilnya yang terparkir di luar makam.Nugraha mengemudikan mobilnya menuju perusahaan SFM. Sepanjang perjalanan, dia tak kuasa menahan tangisnya, mengingat kejadian masa lalu itu.Dua puluh tahun yang lalu, Margareth tidak sengaja menabrak sepasang suami istri yang sedang memulung barang-barang bekas di tong sampah. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. Tak ingin Margareth di penjara, Nugraha pun membayar aparat dan saksi untuk memanipulasi fakta yang sebenarnya, hingga akhirnya media hanya memberitakan korban meninggal karena tabrak lari. Oleh karenanya, untuk menebus dosa keluarganya, juga sebagai bentuk rasa tanggung jawab, dia memutuskan untuk mengadopsi Ayyara yang masih berusia 5 tahun.“Dua puluh tahun sudah berlalu, tapi sampai hari ini Ayya tidak tahu kalau orang tuanya meninggal karena ditabrak
“Jaga mulut, Bu Vega!” seru Ayyara dengan tatapan begitu dingin. Vega kaget dengan tamparan Ayyara yang tiba-tiba, membuat wajahnya tampak memerah. Semua orang yang berlalu di sekitar sana pun terhenti melihat pemandangan itu. “Sialan! Wanita jalang!” umpat Vega sembari membalas dengan melayangkan tamparan keras. Raja reflek menangkap tangan Vega sebelum mendarat di wajah sang istri. “Jangan sentuh istriku!” Raja mengangkat alisnya dengan tatapan tajam. Vega jauh lebih terkejut, apalagi tatapan pria itu seketika membuat hatinya gemetar. Namun, Vega tak mau kalah, “Lepaskan tanganku! Biarkan tanganku menampar Ayya!” “Anda pantas mendapatkan tamparan istriku!” seru Raja sembari menghempaskan tangan Vega, “Pergilah! Jangan ganggu istriku!” Namun, Vega menghiraukan ucapan Raja. Mata tajamnya malah mengintimidasi Ayyara sembari melayangkan tamparan keras. Raja pun kembali menangkap tangan Vega di udara, “Jangan sentuh istriku!” Kalimat yang sama dengan tatapan yang lebih mengeri
“Jangan hentikan! Lanjutkan!” seru seorang pria. “terus gebukin dia rame-rame sampek bonyok!”Semua orang menoleh ke arah orang yang datang tersebut.“Kalau perlu mulutnya dirobek sekalian!” Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Berry.Ucapan Berry membuat beberapa orang semakin kalap menghajar Vega. Berulang kali pula wanita itu memohon ampun, berteriak kesakitan, dan menangis pilu. Namun, semakin Vega memohon, semakin bersemangat pula orang-orang memberikan pelajaran.Ayyara yang melihat itu pun langsung melerai. Walau Vega bersalah, dia tidak membenarkan adanya main hakim sendiri. Terlebih lagi, tindakan mereka bisa menciderai bahkan membunuh wanita itu.“Cukup! Kalian bisa di tuntut kalau terus main hakim sendiri!” peringatan Ayyara berhasil membuat mereka mundur.Semua orang yang masih kesal pun melampiaskan dengan cara melemparkan kalimat sampah terhadap Vega.“Beruntung ada yang menyelamatkanmu! Kalau tidak kamu jadi perkedel hari ini!”“Betul, fitnah lebih kejam dari pembunu
‘Pak Alex?’ Pupil mata Ayyara mengecil membaca pesan itu.Sesaat, Alexander kembali memgirim pesan.[Ini perihal kesehatan Pak Banara.]Ayyara mengerti situasi saat ini sangat genting sehingga membuat Alexander meminta bertemu dengannya tanpa sepengetahuan Raja yang masih enggan membukakan pintu maaf untuk Banara Darmendara.Raja memperhatikan Ayyara menatap layar ponsel sembari jari-jemarinya mulai bergerak. Dia mendapati keseriusan di wajah istrinya.Ayyara membalas pesan itu, [Baik, Pak Alex. Kapan dan di mana kita bertemu?] [Waktu dan tempat saya serahkan kepada Nyonya,] balas Alexander.“Dari siapa?” tanya Raja, seketika menyadarkan Ayyara.Ayyara mendongak, “Teman Ara,” ucapnya dengan senyum menyakinkan di bibir.“Teman kuliah?” tanya Raja santai.“Iya, Mas,” jawab Ayyara, memasukkan kembali ponselnya ke tas kecil.Raja terdiam, walau sebenarnya dia bertanya-tanya siapa yang mengirim pesan itu, karena dia tidak percaya sang istri berkata jujur.Dua puluh menit kemudian, mereka
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal