“Pergilah dari perusahaan ini!” seru Raja begitu dingin. “kamu tidak memiliki rasa tanggung jawab sama sekali, itu artinya kamu belum siap menjadi seorang karyawan!”Mendengar itu, Vares dan teman-temannya semakin dibuat terkejut melihat Raja bersikap layaknya seorang direktur yang punya wewenang memecat karyawan seenaknya.“Sialan! Emangnya kamu siapa, hah?!” Vares yang terbawa emosi, dia menyingkirkan fakta kalau pria di hadapannya adalah suami sang direktur utama. “Biar aku ingatkan! Kamu cuma calon karyawan rendahan di sini!” tangan telunjuknya terangkat tepat di depan mata Raja. “sadar diri! Statusmu lebih rendah dari aku!”“Aku bukan siapa-siapa.” Raja masih mempertahankan aura dinginnya. “aku hanya orang biasa yang mengingatkan sesama karyawan untuk bersikap lebih dewasa.” Ucapan itu terdengar tajam di telinga Vares. Wajahnya merah padam, tangannya terkepal sempurna.“Kamu bilang apa tadi, hah?! Nyuruh aku bersikap dewasa?!” semprot Vares. “jaga mulutmu! matamu, juga! Atau mau
“Aku tidak suka kantor ini dipenuhi kumpulan bunglon!” Suara lantang Ayyara menggema di lorong itu. “kalian disdikualifikasi!” Sindiran Ayyara membuat semua orang menunduk, merasa tidak punya harapan lagi untuk menyelamatkan karirnya. Dari tempatnya berdiri, Vares juga tampak cemas. Namun, dalam sekejap sikapnya langsung berubah 180 derajat. Dengan tidak tahu malu dia menghampiri Raja. “Raja, aku mengaku salah. Tapi, tadi aku cuma bercanda kok.” nada bicara Vares begitu santai seperti sudah berteman lama dengan Raja. “Maafkan aku. Aku sadar candaanku sangat berlebihan. ” Pandangan Raja begitu dingin, menunjukkan kalau dia tidak menerima maaf dari Vares. Vares melangkahkan kakinya, memungut gulungan kertas dan membuangnya ke tong sampah. Dia lalu menoleh kembali ke arah Raja, “sebenarnya ini caraku buat lebih dekat dengan teman baruku. Aku–” “Cukup!” Ayyara menyela ucapan Vares. “sudahi omong kosongmu. Sekarang lebih baik kamu angkat kaki dari sini. Kamu disdikualifikasi!” Bukann
“Waktuku juga tidak banyak!” ucap Ayyara. Ferdi tampak gusar melihat wanita itu tidak menghargainya. “Kamu tahu siapa aku?” tanya Ferdi dengan gaya angkuhnya. “Mohon maaf, Pak. Ada keperluan apa Bapak datang ke sini? Waktuku memang tidak banyak. Hari ini kami sedang menginterview calon karyawan.” Ferdi mendengus miring. Baru pertama kalinya ada seorang wanita muda yang bersikap kurang sopan di hadapannya. “Wanita sombong. Tapi jangan gunakan kesombonganmu di hadapanku.” Ferdi melemparkan senyuman penuh arti, bermaksud memberikan ancaman secara tidak langsung kepada Ayyara. Alih-alih takut dengan ancaman itu, Ayyara malah mempertahankan sikap dinginnya. Baginya, menyombongkan diri di hadapan orang sombong adalah cara yang tepat. “Maaf, sepertinya Bapak cuma buang-buang waktuku! Kalau tidak ada keperluan, silahkan pergi. Masih banyak urusan yang jauh lebih penting yang harus aku kerjakan.” Ferdi tampak emosi mendengarnya. Wanita itu benar-benar berani menyinggung orang yang salah
“Dia adalah ….” Jawaban Ayyara menggantung, karena niatnya hanya ingin mempermainkan Ferdi dan temannya.Ferdi menyipitkan mata, “Siapa? Cepat katakan.” Melihat Ferdi tampak tidak sabar, Ayyara pun semakin mempermainkan emosi pria tua itu, “Bukankah anda sendiri yang bilang kekuasaan pendiri Dira Group dibawah keluarga Wirdoyo? Lalu buat apa anda ingin mengetahui identitasnya? Aku rasa itu tidak terlalu penting bagi anda. Benar begitu, bukan?”Ferdi menyunggingkan senyuman sinis, “Kamu tidak perlu tahu. Cepat katakan di mana mereka?”Di titik ini, tanpa mereka sadari, Raja berdiri dan mengamati dari kejauhan. Bukan karena tidak ingin mendampingi sang istri, dia ingin istrinya belajar menghadapi orang-orang besar yang angkuh seperti Ferdi Wirdoyo. Itu sangat berguna nantinya bagi sang istri yang memimpin perusahaan.Ayyara yang merasa sudah muak meladeni mereka, lantas dia berkata, “Sebenarnya tujuan kalian ke sini untuk apa? Jangan buang-buang waktuku.” “Kami dari Pemerintahan ingi
“Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat!” ucap Raja begitu serius. “Apa syaratnya?” tanya Ferdi dengan raut wajah cemas.“Dengarkan aku.” Raja menggeram rendah, mata tajamnya mengintimidasi pria tua itu. “Awasi Marcel. Jangan biarkan dia mengganggu kehidupan kami lagi. Hanya itu syarat yang aku minta. Tapi jika anda tidak bisa menjalankan tugas ini, aku terpaksa akan melapor kepada Pak Anton.”Ferdi mengangguk cepat, “Baik. Aku terlalu memberi Marcel kebebasan, tapi sekarang aku pastikan anak keparat itu tidak akan lagi mengganggu kalian.”Ayyara yang mendengarnya hanya bisa tertawa dalam hati. Bukankah pria tua itu barusan menunjukkan keangkuhannya, tetapi sekarang dia malah tunduk di hadapan Raja yang terkenal sebagai sosok pria miskin.“Bagus.” Raja masih menampakkan aura dinginnya. “sekarang pulang dan lakukan tugasmu.”Ferdi mengangguk cepat, bergegas bangkit dan pergi bersama temannya itu.Selepas kepergian dua pria angkuh itu, Ayyara menatap suaminya, “Makasih, Mas.” ***Fer
“Ayya harus tahu kalau aku menyembunyikan fakta kematian kalian,” ucap Nugraha. Usai mengatakan itu, Nugraha berbalik pergi, menghampiri mobilnya yang terparkir di luar makam.Nugraha mengemudikan mobilnya menuju perusahaan SFM. Sepanjang perjalanan, dia tak kuasa menahan tangisnya, mengingat kejadian masa lalu itu.Dua puluh tahun yang lalu, Margareth tidak sengaja menabrak sepasang suami istri yang sedang memulung barang-barang bekas di tong sampah. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. Tak ingin Margareth di penjara, Nugraha pun membayar aparat dan saksi untuk memanipulasi fakta yang sebenarnya, hingga akhirnya media hanya memberitakan korban meninggal karena tabrak lari. Oleh karenanya, untuk menebus dosa keluarganya, juga sebagai bentuk rasa tanggung jawab, dia memutuskan untuk mengadopsi Ayyara yang masih berusia 5 tahun.“Dua puluh tahun sudah berlalu, tapi sampai hari ini Ayya tidak tahu kalau orang tuanya meninggal karena ditabrak
“Jaga mulut, Bu Vega!” seru Ayyara dengan tatapan begitu dingin. Vega kaget dengan tamparan Ayyara yang tiba-tiba, membuat wajahnya tampak memerah. Semua orang yang berlalu di sekitar sana pun terhenti melihat pemandangan itu. “Sialan! Wanita jalang!” umpat Vega sembari membalas dengan melayangkan tamparan keras. Raja reflek menangkap tangan Vega sebelum mendarat di wajah sang istri. “Jangan sentuh istriku!” Raja mengangkat alisnya dengan tatapan tajam. Vega jauh lebih terkejut, apalagi tatapan pria itu seketika membuat hatinya gemetar. Namun, Vega tak mau kalah, “Lepaskan tanganku! Biarkan tanganku menampar Ayya!” “Anda pantas mendapatkan tamparan istriku!” seru Raja sembari menghempaskan tangan Vega, “Pergilah! Jangan ganggu istriku!” Namun, Vega menghiraukan ucapan Raja. Mata tajamnya malah mengintimidasi Ayyara sembari melayangkan tamparan keras. Raja pun kembali menangkap tangan Vega di udara, “Jangan sentuh istriku!” Kalimat yang sama dengan tatapan yang lebih mengeri
“Jangan hentikan! Lanjutkan!” seru seorang pria. “terus gebukin dia rame-rame sampek bonyok!”Semua orang menoleh ke arah orang yang datang tersebut.“Kalau perlu mulutnya dirobek sekalian!” Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Berry.Ucapan Berry membuat beberapa orang semakin kalap menghajar Vega. Berulang kali pula wanita itu memohon ampun, berteriak kesakitan, dan menangis pilu. Namun, semakin Vega memohon, semakin bersemangat pula orang-orang memberikan pelajaran.Ayyara yang melihat itu pun langsung melerai. Walau Vega bersalah, dia tidak membenarkan adanya main hakim sendiri. Terlebih lagi, tindakan mereka bisa menciderai bahkan membunuh wanita itu.“Cukup! Kalian bisa di tuntut kalau terus main hakim sendiri!” peringatan Ayyara berhasil membuat mereka mundur.Semua orang yang masih kesal pun melampiaskan dengan cara melemparkan kalimat sampah terhadap Vega.“Beruntung ada yang menyelamatkanmu! Kalau tidak kamu jadi perkedel hari ini!”“Betul, fitnah lebih kejam dari pembunu