“Jangan hentikan! Lanjutkan!” seru seorang pria. “terus gebukin dia rame-rame sampek bonyok!”Semua orang menoleh ke arah orang yang datang tersebut.“Kalau perlu mulutnya dirobek sekalian!” Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Berry.Ucapan Berry membuat beberapa orang semakin kalap menghajar Vega. Berulang kali pula wanita itu memohon ampun, berteriak kesakitan, dan menangis pilu. Namun, semakin Vega memohon, semakin bersemangat pula orang-orang memberikan pelajaran.Ayyara yang melihat itu pun langsung melerai. Walau Vega bersalah, dia tidak membenarkan adanya main hakim sendiri. Terlebih lagi, tindakan mereka bisa menciderai bahkan membunuh wanita itu.“Cukup! Kalian bisa di tuntut kalau terus main hakim sendiri!” peringatan Ayyara berhasil membuat mereka mundur.Semua orang yang masih kesal pun melampiaskan dengan cara melemparkan kalimat sampah terhadap Vega.“Beruntung ada yang menyelamatkanmu! Kalau tidak kamu jadi perkedel hari ini!”“Betul, fitnah lebih kejam dari pembunu
‘Pak Alex?’ Pupil mata Ayyara mengecil membaca pesan itu.Sesaat, Alexander kembali memgirim pesan.[Ini perihal kesehatan Pak Banara.]Ayyara mengerti situasi saat ini sangat genting sehingga membuat Alexander meminta bertemu dengannya tanpa sepengetahuan Raja yang masih enggan membukakan pintu maaf untuk Banara Darmendara.Raja memperhatikan Ayyara menatap layar ponsel sembari jari-jemarinya mulai bergerak. Dia mendapati keseriusan di wajah istrinya.Ayyara membalas pesan itu, [Baik, Pak Alex. Kapan dan di mana kita bertemu?] [Waktu dan tempat saya serahkan kepada Nyonya,] balas Alexander.“Dari siapa?” tanya Raja, seketika menyadarkan Ayyara.Ayyara mendongak, “Teman Ara,” ucapnya dengan senyum menyakinkan di bibir.“Teman kuliah?” tanya Raja santai.“Iya, Mas,” jawab Ayyara, memasukkan kembali ponselnya ke tas kecil.Raja terdiam, walau sebenarnya dia bertanya-tanya siapa yang mengirim pesan itu, karena dia tidak percaya sang istri berkata jujur.Dua puluh menit kemudian, mereka
“Adakah peribahasa yang lebih buruk dari tong kosong nyaring bunyinya?” tanya Alexander. Berry yang bodoh tak mengerti kalau ucapan Alexander adalah sindiran untuknya. Dia malah melebarkan senyumnya dan berkata, “Saya sangat mahir dalam menganalisis data. Komunikasi saya juga bagus.” “Saking bagusnya nilaimu paling rendah di tes kerja kemarin,” sindir Ayyara. Berry kesal mendengar Ayyara malah menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Alexander. “Ah itu aku ngisinya asal-asal-an. Lebih baik langsung praktek daripada berteori,” kilah Berry. “Aku akui mimpimu sangat tinggi. Kepandaianmu dalam memengaruhi orang lain juga lumayan bagus. Kamu pantas mendapatkan penghargaan,” ucap Alexander. Berry yang mendengar itu merasa bahagia sampai-sampai dia nyaris tak sadarkan diri. “Terima kasih pujiannya. Saya merasa tersanjung. Bukannya aku mau menyombongkan diri, aku bisa diandalkan jika diberikan kepercayaan,” ucap Berry, memberikan senyuman meyakinkan. Berry begitu yakin pria tua itu akan me
“Mas, ayo balik ke perusahaan,” ajak Ayyara, kentara jelas bahwa dirinya ingin menghindar dari pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Berry.“Jangan buru-buru. Habiskan makanannya dulu. Aku janji nggak akan mengganggunya,” ucap Berry sembari mengambil sebuah kursi dan duduk di sebelah Raja. “aku cuma ingin bicara sebentar saja, 1 menit.”“Aku tidak punya banyak waktu,” ketus Ayyara. “Baiklah. Cepat katakan,” sahut Raja tiba-tiba.Berry senang mendengarnya, tetapi tidak dengan Ayyara yang terlihat semakin gelisah.Ayyara takut Berry menyinggung pertemuannya dengan Alexander tadi pagi di tempat ini di hadapan Raja. “Makasih ya, Raja,” kata Berry, lalu menoleh ke arah Ayyara. “aku cuma ingin minta nomernya Bapak-bapak yang kamu temui tadi pagi di sini.”Ayyara sekilas melebarkan mata. Dia pun seketika menoleh ke arah Raja, takut sang suami marah karena kebohongannya terungkap..Raja justru terlihat sibuk menyantap makanannya, membuat Ayyara sedikit bernapas lega. Namun, keringat d
Sebelum tangan Marcel mengenai wajah Ayyara, sebuah kepalan tangan milik Raja terlebih dahulu masuk ke perut pria itu.Saking kerasnya, Marcel terlempar mendarat di lantai. Semua orang melongo tak percaya. “Ahh!” Marcel menjerit kesakitan sembari memegangi perutnya.Semua orang yang awalnya terdiam karena menghormati Ayyara, kini mereka mulai memaki kasar terhadap Raja.“Kamu gila, ya?! Dia Pak Marcel Putra Wirdoyo, anaknya Pak Ferdi, seorang pejabat sekaligus pemilik WNE Group.” seru salah satu pria denga nada penuh penekanan. “kamu sudah muak hidup?!”“Hidupmu bakalan tamat, aku berani taruhan!”Namun, Raja malah merogoh dan memainkan ponselnya, membuat semua orang semakin kesal.“Punya otak nggak sih, kamu?! Kok bisa ya Bu Ayya punya suami modelan kayak kamu? Sadar diri, kamu sudah malu-maluin istrimu di hadapan banyak orang!”Ayyara pun tak lepas dari sasaran kekesalan mereka.“Lihat tuh kelakuan suamimu! Kami menghormatimu karena prestasimu. Tapi kamu kok belagu ya jadi orang? B
“Marcel! Aku akan membunuhmu hari ini juga!” murka Ferdi sembari berjalan ke arah Marcel. “anak bajingan!”BUGH!Tanpa diduga oleh siapapun, Marcel mendapatkan hukuman dari Ferdi. Rasa sakit di perutnya belum sembuh akibat pukulan Raja, kini Ayahnya sendiri malah menambahkan dengan melayangkan pukulan ke wajah dan perutnya tanpa ampun.“Sudah berapa kali aku katakan! Jangan mengganggu Bu Ayya lagi!” Urat di pelipis Ferdi menyembul. “anak kurang ajar! Kamu selalu bikin masalah! Papa malu punya anak kayak kamu!”Ferdi lalu menghampiri Raja dan Ayyara, “Maafkan anakku. Ini murni salahku!” sembari membungkuk, suaranya terdengar gemetar.Tentu saja semua orang yang menyaksikan pemandangan ini langsung melongo. Alangkah terkejutnya mereka melihat Ferdi yang disegani dan memiliki koneksi kuat di Nusantara itu begitu panik sampai suaranya berubah.Dari tempatnya berdiri, Marcel merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Wajahnya memerah dan pipinya memanas menahan malu.“Bapak ingat 'kan apa konsek
“Sepertinya wajahmu sudah tidak asing lagi,” ucap pria tua itu.“Mungkin Bapak melihat wajah saya di koran atau di televisi,” balas Ayyara dengan senyuman kecil.Pria tua itu masih mengamati Ayyara, “Jujur saya tidak terlalu memperhatikan detail wajah setiap orang yang akan hendak bekerja sama dengan saya. Tapi setelah bertemu dengan anda, saya merasa seperti mengenal anda di masa lalu,” ucapnya sembari mengingat-ingat. “kalau boleh tahu siapa nama orang tua anda?”“Orang tua saya meninggal semenjak saya masih kecil, Pak,” jawab Ayyara. “saya diasuh Kakek saya.”“Maaf, saya tidak bermaksud menyinggungnya,” kata pria tua itu.Ayyara mengangguk disertai senyuman kecil, “Tidak apa-apa, Pak.”Pria tua itu menoleh ke arah Raja. “Anda suami Bu Ayya?”Raja dan Ayyara senang dengan tutur bahasanya yang sopan, menandakan kalau pria tua itu begitu menghormati orang lain.“Benar, Pak. Nama saya Raja,” tutur Raja. “Senang bertemu dengan anda. Nama saya Bambang,” Pria tua itu tersenyum ramah. D
“Ada apa lagi, Anton?” tanya Raja. “Maaf, Pak Raja. Aku lupa nanti malam ada undangan dari walikota untuk datang ke pesta hari jadi pernikahannya. Mungkin Pak Raja ingin menghadirinya?” “Tidak. Aku tidak tertarik,” jawab Raja datar. “Baiklah kalau begitu, Pak.” *** Hari berlalu begitu cepat. Perusahaan Jaya Kosmetik sudah diresmikan, menandakan hari itu juga semua karyawan bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Sebagai pimpinan perusahaan, Ayyara tidak menunjuk sikap angkuh. Justru dia berbaur dengan semua lapisan karyawan. Dia tidak menganggap mereka adalah bawahannya, melainkan sebagai teman kerja. Tentu semua karyawan semakin kagum dan menyukai kepemimpinan Ayyara. Mereka pun merasa iri dengan Raja yang mendapatkan cintanya Ayyara. Ibaratkan seorang rakyat jelata yang menikahi seorang ratu. “Bu Ayyara sudah cantik, pintar, baik … dia memang idaman para lelaki. Tapi sayang dia malah punya suami miskin kayak Raja.” “Heran aku. Kok bisa ya Bu Ayya jatuh