“Waktuku juga tidak banyak!” ucap Ayyara. Ferdi tampak gusar melihat wanita itu tidak menghargainya. “Kamu tahu siapa aku?” tanya Ferdi dengan gaya angkuhnya. “Mohon maaf, Pak. Ada keperluan apa Bapak datang ke sini? Waktuku memang tidak banyak. Hari ini kami sedang menginterview calon karyawan.” Ferdi mendengus miring. Baru pertama kalinya ada seorang wanita muda yang bersikap kurang sopan di hadapannya. “Wanita sombong. Tapi jangan gunakan kesombonganmu di hadapanku.” Ferdi melemparkan senyuman penuh arti, bermaksud memberikan ancaman secara tidak langsung kepada Ayyara. Alih-alih takut dengan ancaman itu, Ayyara malah mempertahankan sikap dinginnya. Baginya, menyombongkan diri di hadapan orang sombong adalah cara yang tepat. “Maaf, sepertinya Bapak cuma buang-buang waktuku! Kalau tidak ada keperluan, silahkan pergi. Masih banyak urusan yang jauh lebih penting yang harus aku kerjakan.” Ferdi tampak emosi mendengarnya. Wanita itu benar-benar berani menyinggung orang yang salah
“Dia adalah ….” Jawaban Ayyara menggantung, karena niatnya hanya ingin mempermainkan Ferdi dan temannya.Ferdi menyipitkan mata, “Siapa? Cepat katakan.” Melihat Ferdi tampak tidak sabar, Ayyara pun semakin mempermainkan emosi pria tua itu, “Bukankah anda sendiri yang bilang kekuasaan pendiri Dira Group dibawah keluarga Wirdoyo? Lalu buat apa anda ingin mengetahui identitasnya? Aku rasa itu tidak terlalu penting bagi anda. Benar begitu, bukan?”Ferdi menyunggingkan senyuman sinis, “Kamu tidak perlu tahu. Cepat katakan di mana mereka?”Di titik ini, tanpa mereka sadari, Raja berdiri dan mengamati dari kejauhan. Bukan karena tidak ingin mendampingi sang istri, dia ingin istrinya belajar menghadapi orang-orang besar yang angkuh seperti Ferdi Wirdoyo. Itu sangat berguna nantinya bagi sang istri yang memimpin perusahaan.Ayyara yang merasa sudah muak meladeni mereka, lantas dia berkata, “Sebenarnya tujuan kalian ke sini untuk apa? Jangan buang-buang waktuku.” “Kami dari Pemerintahan ingi
“Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat!” ucap Raja begitu serius. “Apa syaratnya?” tanya Ferdi dengan raut wajah cemas.“Dengarkan aku.” Raja menggeram rendah, mata tajamnya mengintimidasi pria tua itu. “Awasi Marcel. Jangan biarkan dia mengganggu kehidupan kami lagi. Hanya itu syarat yang aku minta. Tapi jika anda tidak bisa menjalankan tugas ini, aku terpaksa akan melapor kepada Pak Anton.”Ferdi mengangguk cepat, “Baik. Aku terlalu memberi Marcel kebebasan, tapi sekarang aku pastikan anak keparat itu tidak akan lagi mengganggu kalian.”Ayyara yang mendengarnya hanya bisa tertawa dalam hati. Bukankah pria tua itu barusan menunjukkan keangkuhannya, tetapi sekarang dia malah tunduk di hadapan Raja yang terkenal sebagai sosok pria miskin.“Bagus.” Raja masih menampakkan aura dinginnya. “sekarang pulang dan lakukan tugasmu.”Ferdi mengangguk cepat, bergegas bangkit dan pergi bersama temannya itu.Selepas kepergian dua pria angkuh itu, Ayyara menatap suaminya, “Makasih, Mas.” ***Fer
“Ayya harus tahu kalau aku menyembunyikan fakta kematian kalian,” ucap Nugraha. Usai mengatakan itu, Nugraha berbalik pergi, menghampiri mobilnya yang terparkir di luar makam.Nugraha mengemudikan mobilnya menuju perusahaan SFM. Sepanjang perjalanan, dia tak kuasa menahan tangisnya, mengingat kejadian masa lalu itu.Dua puluh tahun yang lalu, Margareth tidak sengaja menabrak sepasang suami istri yang sedang memulung barang-barang bekas di tong sampah. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. Tak ingin Margareth di penjara, Nugraha pun membayar aparat dan saksi untuk memanipulasi fakta yang sebenarnya, hingga akhirnya media hanya memberitakan korban meninggal karena tabrak lari. Oleh karenanya, untuk menebus dosa keluarganya, juga sebagai bentuk rasa tanggung jawab, dia memutuskan untuk mengadopsi Ayyara yang masih berusia 5 tahun.“Dua puluh tahun sudah berlalu, tapi sampai hari ini Ayya tidak tahu kalau orang tuanya meninggal karena ditabrak
“Jaga mulut, Bu Vega!” seru Ayyara dengan tatapan begitu dingin. Vega kaget dengan tamparan Ayyara yang tiba-tiba, membuat wajahnya tampak memerah. Semua orang yang berlalu di sekitar sana pun terhenti melihat pemandangan itu. “Sialan! Wanita jalang!” umpat Vega sembari membalas dengan melayangkan tamparan keras. Raja reflek menangkap tangan Vega sebelum mendarat di wajah sang istri. “Jangan sentuh istriku!” Raja mengangkat alisnya dengan tatapan tajam. Vega jauh lebih terkejut, apalagi tatapan pria itu seketika membuat hatinya gemetar. Namun, Vega tak mau kalah, “Lepaskan tanganku! Biarkan tanganku menampar Ayya!” “Anda pantas mendapatkan tamparan istriku!” seru Raja sembari menghempaskan tangan Vega, “Pergilah! Jangan ganggu istriku!” Namun, Vega menghiraukan ucapan Raja. Mata tajamnya malah mengintimidasi Ayyara sembari melayangkan tamparan keras. Raja pun kembali menangkap tangan Vega di udara, “Jangan sentuh istriku!” Kalimat yang sama dengan tatapan yang lebih mengeri
“Jangan hentikan! Lanjutkan!” seru seorang pria. “terus gebukin dia rame-rame sampek bonyok!”Semua orang menoleh ke arah orang yang datang tersebut.“Kalau perlu mulutnya dirobek sekalian!” Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Berry.Ucapan Berry membuat beberapa orang semakin kalap menghajar Vega. Berulang kali pula wanita itu memohon ampun, berteriak kesakitan, dan menangis pilu. Namun, semakin Vega memohon, semakin bersemangat pula orang-orang memberikan pelajaran.Ayyara yang melihat itu pun langsung melerai. Walau Vega bersalah, dia tidak membenarkan adanya main hakim sendiri. Terlebih lagi, tindakan mereka bisa menciderai bahkan membunuh wanita itu.“Cukup! Kalian bisa di tuntut kalau terus main hakim sendiri!” peringatan Ayyara berhasil membuat mereka mundur.Semua orang yang masih kesal pun melampiaskan dengan cara melemparkan kalimat sampah terhadap Vega.“Beruntung ada yang menyelamatkanmu! Kalau tidak kamu jadi perkedel hari ini!”“Betul, fitnah lebih kejam dari pembunu
‘Pak Alex?’ Pupil mata Ayyara mengecil membaca pesan itu.Sesaat, Alexander kembali memgirim pesan.[Ini perihal kesehatan Pak Banara.]Ayyara mengerti situasi saat ini sangat genting sehingga membuat Alexander meminta bertemu dengannya tanpa sepengetahuan Raja yang masih enggan membukakan pintu maaf untuk Banara Darmendara.Raja memperhatikan Ayyara menatap layar ponsel sembari jari-jemarinya mulai bergerak. Dia mendapati keseriusan di wajah istrinya.Ayyara membalas pesan itu, [Baik, Pak Alex. Kapan dan di mana kita bertemu?] [Waktu dan tempat saya serahkan kepada Nyonya,] balas Alexander.“Dari siapa?” tanya Raja, seketika menyadarkan Ayyara.Ayyara mendongak, “Teman Ara,” ucapnya dengan senyum menyakinkan di bibir.“Teman kuliah?” tanya Raja santai.“Iya, Mas,” jawab Ayyara, memasukkan kembali ponselnya ke tas kecil.Raja terdiam, walau sebenarnya dia bertanya-tanya siapa yang mengirim pesan itu, karena dia tidak percaya sang istri berkata jujur.Dua puluh menit kemudian, mereka
“Adakah peribahasa yang lebih buruk dari tong kosong nyaring bunyinya?” tanya Alexander. Berry yang bodoh tak mengerti kalau ucapan Alexander adalah sindiran untuknya. Dia malah melebarkan senyumnya dan berkata, “Saya sangat mahir dalam menganalisis data. Komunikasi saya juga bagus.” “Saking bagusnya nilaimu paling rendah di tes kerja kemarin,” sindir Ayyara. Berry kesal mendengar Ayyara malah menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Alexander. “Ah itu aku ngisinya asal-asal-an. Lebih baik langsung praktek daripada berteori,” kilah Berry. “Aku akui mimpimu sangat tinggi. Kepandaianmu dalam memengaruhi orang lain juga lumayan bagus. Kamu pantas mendapatkan penghargaan,” ucap Alexander. Berry yang mendengar itu merasa bahagia sampai-sampai dia nyaris tak sadarkan diri. “Terima kasih pujiannya. Saya merasa tersanjung. Bukannya aku mau menyombongkan diri, aku bisa diandalkan jika diberikan kepercayaan,” ucap Berry, memberikan senyuman meyakinkan. Berry begitu yakin pria tua itu akan me