“Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat!” ucap Raja begitu serius. “Apa syaratnya?” tanya Ferdi dengan raut wajah cemas.“Dengarkan aku.” Raja menggeram rendah, mata tajamnya mengintimidasi pria tua itu. “Awasi Marcel. Jangan biarkan dia mengganggu kehidupan kami lagi. Hanya itu syarat yang aku minta. Tapi jika anda tidak bisa menjalankan tugas ini, aku terpaksa akan melapor kepada Pak Anton.”Ferdi mengangguk cepat, “Baik. Aku terlalu memberi Marcel kebebasan, tapi sekarang aku pastikan anak keparat itu tidak akan lagi mengganggu kalian.”Ayyara yang mendengarnya hanya bisa tertawa dalam hati. Bukankah pria tua itu barusan menunjukkan keangkuhannya, tetapi sekarang dia malah tunduk di hadapan Raja yang terkenal sebagai sosok pria miskin.“Bagus.” Raja masih menampakkan aura dinginnya. “sekarang pulang dan lakukan tugasmu.”Ferdi mengangguk cepat, bergegas bangkit dan pergi bersama temannya itu.Selepas kepergian dua pria angkuh itu, Ayyara menatap suaminya, “Makasih, Mas.” ***Fer
“Ayya harus tahu kalau aku menyembunyikan fakta kematian kalian,” ucap Nugraha. Usai mengatakan itu, Nugraha berbalik pergi, menghampiri mobilnya yang terparkir di luar makam.Nugraha mengemudikan mobilnya menuju perusahaan SFM. Sepanjang perjalanan, dia tak kuasa menahan tangisnya, mengingat kejadian masa lalu itu.Dua puluh tahun yang lalu, Margareth tidak sengaja menabrak sepasang suami istri yang sedang memulung barang-barang bekas di tong sampah. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. Tak ingin Margareth di penjara, Nugraha pun membayar aparat dan saksi untuk memanipulasi fakta yang sebenarnya, hingga akhirnya media hanya memberitakan korban meninggal karena tabrak lari. Oleh karenanya, untuk menebus dosa keluarganya, juga sebagai bentuk rasa tanggung jawab, dia memutuskan untuk mengadopsi Ayyara yang masih berusia 5 tahun.“Dua puluh tahun sudah berlalu, tapi sampai hari ini Ayya tidak tahu kalau orang tuanya meninggal karena ditabrak
“Jaga mulut, Bu Vega!” seru Ayyara dengan tatapan begitu dingin. Vega kaget dengan tamparan Ayyara yang tiba-tiba, membuat wajahnya tampak memerah. Semua orang yang berlalu di sekitar sana pun terhenti melihat pemandangan itu. “Sialan! Wanita jalang!” umpat Vega sembari membalas dengan melayangkan tamparan keras. Raja reflek menangkap tangan Vega sebelum mendarat di wajah sang istri. “Jangan sentuh istriku!” Raja mengangkat alisnya dengan tatapan tajam. Vega jauh lebih terkejut, apalagi tatapan pria itu seketika membuat hatinya gemetar. Namun, Vega tak mau kalah, “Lepaskan tanganku! Biarkan tanganku menampar Ayya!” “Anda pantas mendapatkan tamparan istriku!” seru Raja sembari menghempaskan tangan Vega, “Pergilah! Jangan ganggu istriku!” Namun, Vega menghiraukan ucapan Raja. Mata tajamnya malah mengintimidasi Ayyara sembari melayangkan tamparan keras. Raja pun kembali menangkap tangan Vega di udara, “Jangan sentuh istriku!” Kalimat yang sama dengan tatapan yang lebih mengeri
“Jangan hentikan! Lanjutkan!” seru seorang pria. “terus gebukin dia rame-rame sampek bonyok!”Semua orang menoleh ke arah orang yang datang tersebut.“Kalau perlu mulutnya dirobek sekalian!” Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Berry.Ucapan Berry membuat beberapa orang semakin kalap menghajar Vega. Berulang kali pula wanita itu memohon ampun, berteriak kesakitan, dan menangis pilu. Namun, semakin Vega memohon, semakin bersemangat pula orang-orang memberikan pelajaran.Ayyara yang melihat itu pun langsung melerai. Walau Vega bersalah, dia tidak membenarkan adanya main hakim sendiri. Terlebih lagi, tindakan mereka bisa menciderai bahkan membunuh wanita itu.“Cukup! Kalian bisa di tuntut kalau terus main hakim sendiri!” peringatan Ayyara berhasil membuat mereka mundur.Semua orang yang masih kesal pun melampiaskan dengan cara melemparkan kalimat sampah terhadap Vega.“Beruntung ada yang menyelamatkanmu! Kalau tidak kamu jadi perkedel hari ini!”“Betul, fitnah lebih kejam dari pembunu
‘Pak Alex?’ Pupil mata Ayyara mengecil membaca pesan itu.Sesaat, Alexander kembali memgirim pesan.[Ini perihal kesehatan Pak Banara.]Ayyara mengerti situasi saat ini sangat genting sehingga membuat Alexander meminta bertemu dengannya tanpa sepengetahuan Raja yang masih enggan membukakan pintu maaf untuk Banara Darmendara.Raja memperhatikan Ayyara menatap layar ponsel sembari jari-jemarinya mulai bergerak. Dia mendapati keseriusan di wajah istrinya.Ayyara membalas pesan itu, [Baik, Pak Alex. Kapan dan di mana kita bertemu?] [Waktu dan tempat saya serahkan kepada Nyonya,] balas Alexander.“Dari siapa?” tanya Raja, seketika menyadarkan Ayyara.Ayyara mendongak, “Teman Ara,” ucapnya dengan senyum menyakinkan di bibir.“Teman kuliah?” tanya Raja santai.“Iya, Mas,” jawab Ayyara, memasukkan kembali ponselnya ke tas kecil.Raja terdiam, walau sebenarnya dia bertanya-tanya siapa yang mengirim pesan itu, karena dia tidak percaya sang istri berkata jujur.Dua puluh menit kemudian, mereka
“Adakah peribahasa yang lebih buruk dari tong kosong nyaring bunyinya?” tanya Alexander. Berry yang bodoh tak mengerti kalau ucapan Alexander adalah sindiran untuknya. Dia malah melebarkan senyumnya dan berkata, “Saya sangat mahir dalam menganalisis data. Komunikasi saya juga bagus.” “Saking bagusnya nilaimu paling rendah di tes kerja kemarin,” sindir Ayyara. Berry kesal mendengar Ayyara malah menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Alexander. “Ah itu aku ngisinya asal-asal-an. Lebih baik langsung praktek daripada berteori,” kilah Berry. “Aku akui mimpimu sangat tinggi. Kepandaianmu dalam memengaruhi orang lain juga lumayan bagus. Kamu pantas mendapatkan penghargaan,” ucap Alexander. Berry yang mendengar itu merasa bahagia sampai-sampai dia nyaris tak sadarkan diri. “Terima kasih pujiannya. Saya merasa tersanjung. Bukannya aku mau menyombongkan diri, aku bisa diandalkan jika diberikan kepercayaan,” ucap Berry, memberikan senyuman meyakinkan. Berry begitu yakin pria tua itu akan me
“Mas, ayo balik ke perusahaan,” ajak Ayyara, kentara jelas bahwa dirinya ingin menghindar dari pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Berry.“Jangan buru-buru. Habiskan makanannya dulu. Aku janji nggak akan mengganggunya,” ucap Berry sembari mengambil sebuah kursi dan duduk di sebelah Raja. “aku cuma ingin bicara sebentar saja, 1 menit.”“Aku tidak punya banyak waktu,” ketus Ayyara. “Baiklah. Cepat katakan,” sahut Raja tiba-tiba.Berry senang mendengarnya, tetapi tidak dengan Ayyara yang terlihat semakin gelisah.Ayyara takut Berry menyinggung pertemuannya dengan Alexander tadi pagi di tempat ini di hadapan Raja. “Makasih ya, Raja,” kata Berry, lalu menoleh ke arah Ayyara. “aku cuma ingin minta nomernya Bapak-bapak yang kamu temui tadi pagi di sini.”Ayyara sekilas melebarkan mata. Dia pun seketika menoleh ke arah Raja, takut sang suami marah karena kebohongannya terungkap..Raja justru terlihat sibuk menyantap makanannya, membuat Ayyara sedikit bernapas lega. Namun, keringat d
Sebelum tangan Marcel mengenai wajah Ayyara, sebuah kepalan tangan milik Raja terlebih dahulu masuk ke perut pria itu.Saking kerasnya, Marcel terlempar mendarat di lantai. Semua orang melongo tak percaya. “Ahh!” Marcel menjerit kesakitan sembari memegangi perutnya.Semua orang yang awalnya terdiam karena menghormati Ayyara, kini mereka mulai memaki kasar terhadap Raja.“Kamu gila, ya?! Dia Pak Marcel Putra Wirdoyo, anaknya Pak Ferdi, seorang pejabat sekaligus pemilik WNE Group.” seru salah satu pria denga nada penuh penekanan. “kamu sudah muak hidup?!”“Hidupmu bakalan tamat, aku berani taruhan!”Namun, Raja malah merogoh dan memainkan ponselnya, membuat semua orang semakin kesal.“Punya otak nggak sih, kamu?! Kok bisa ya Bu Ayya punya suami modelan kayak kamu? Sadar diri, kamu sudah malu-maluin istrimu di hadapan banyak orang!”Ayyara pun tak lepas dari sasaran kekesalan mereka.“Lihat tuh kelakuan suamimu! Kami menghormatimu karena prestasimu. Tapi kamu kok belagu ya jadi orang? B