“termasuk jika harus mengubah nama kepemilikan perusahaan atas namamu,” ucap Nugraha serius.Bahri, Margareth, dan, Radit seketika menunjukkan ekspresi kaget dan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Kekhawatiran mereka sepertinya akan menjadi kenyataan, perlahan Ayyara dan suaminya mulai berhasil merebut satu per satu harta keluarga Nugraha.Tak menginginkan hal itu terjadi, Margareth menghampiri Nugraha dan Ayyara. Lantas dia berkata, “Pa, kita memang harus berterima kasih sama Ayyara karena dia berhasil menyelamatkan perusahaan keluarga. Kita perlu mengapresiasinya, tapi tidak dengan cara memberikan perusahaan keluarga sama Ayya. Itu berlebihan, Pa,” protesnya dengan suara lembut. Bahri dan Radit pun melakukan hal yang sama. “Benar, Pa. Sangat tidak bijak jika Papa memberikan perusahaan keluarga pada Ayya. Perusahaan itu milik keluarga, milik kita bersama.” Bahri bersikap sok menasehati. “lebih baik Papa tarik lagi ucapan Papa.”Ayyara menatap Nugraha dengan mele
“Jangan kembali jika kamu belum belajar dari kesalahanmu!” Nugraha berkata begitu tegas, tidak ada karaguan di dalam sorot matanya.Seketika Bahri, Margareth, dan Radit terkejut bukan main. Mereka tidak menyangka Nugraha mengusir Bahri. Dan ini semua karena pengaruh Ayyara serta posisinya yang semakin kuat di rumah ini.“Pa, Apa maksud, Papa? Kok Papa malah ngusir Mas Bahri sih?” protes Margareth.“Tadi aku cuma ngomong apa adanya. Aku nggak iri sama sekali.” Bahri mencoba mencari pembelaan.Nugraha menatap dingin pada Bahri, “Kamu merasa lebih baik dari Ayya? Benar begitu? Coba sebutkan prestasimu selama diberikan kepercayaan jadi wakil direktur? Nol besar.”Bahri kesal karena Nugraha masih saja mengungkit hal tersebut, “Itu bukan salahku. Itu … itu …” Nugraha tersenyum kecut melihat Bahri tak menemukan bahan pembelaan diri, “Sudahlah, keputusanku tidak bisa diubah. Sekarang kemasi barang-barangmu. Atau mau dibantu security?”Mereka kembali dibuat terkejut, tampaknya ucapan Nugraha
Sebenarnya Nugraha ingin merayakan keberhasilan ini, tetapi Ayyara menolaknya karena merasa tidak enak hati pada ketiga orang itu yang baru terusir dari rumah.“Kakek, Ayya pulang dulu,” ucap Ayyara.“Baiklah, hati-hati di jalan.”Ayyara mengangguk sebelum dia melangkah pergi bersama sang suami.Di dalam taksi, Ayyara tampak gelisah. Keberhasilan mendapatkan proyek kerja sama dengan Prince Group rasanya kurang sempurna setelah ada pertikaian antara Nugraha dengan keluarganya sendiri.“Mas, apakah aku penyebab hancurnya hubungan keluarga besar Kakek?” tanya Ayyara dengan raut wajah sedih.“Tidak, Ara. Kalau aku ada di posisi Kakek, aku pasti melakukan hal yang sama. Mereka pantas mendapatkan hukuman,” jawab Raja.Ayyara menghembus napas berat dengan harapan masalah ini segera terselesaikan.***Saat Ayyara bersantai di teras rumah, ada seorang security menghampirinya.“Maaf, Bu Ayyara, di luar ada keluarga Bu Ayya.” kata security itu.“Siapa, Pak?” tanya Ayyara.“Mereka yang membuat ke
“Siapa yang mengizinkan kalian masuk ke rumahku?” tanya Raja sembari membuat gestur mengusir.Seketika mereka membelalakkan mata mendengar pria itu tanpa basa-basi secara terang-terangan mengusir mereka.“Hei curut! Berani kamu mengusir kami?!” bentak Radit penuh emosi. “suka atau tidak suka kami akan tinggal di sini!”“Silahkan tutup pintu dari luar,” balas Raja begitu dingin.Mendengar jawaban itu, emosi mereka semakin memuncak. Bahkan saking emosinya, Margareth melepas sepatu hak tingginya dan melemparkan ke arah Raja.Raja hanya menggerakkan kepalanya ke samping untuk menghindari lemparan benda itu. Sementara, Ayyara menghembus napas beratnya karena dia sudah memprediksi keributan pasti terjadi.“Dasar manusia sampah! Setelah kalian menghasut Papa, kalian nggak mau tanggung jawab?!” teriak Margareth. sembari menunjuk-nunjuk Raja dan Ayyara. “Memangnya siapa kalian, hah?! Kalian cuma orang asing di keluarga besar Nugraha! Tapi gara-gara kalian, Papa membenci anak dan cucunya sendir
“Seret mereka keluar!” titah Raja benar-benar serius. “Kamu!” Margareth tampak benar-benar marah. Dia menunjuk ke arah Raja dengan jari gemetar.Begitu dengan Bahri dan Radit. Namun, mereka tak dapat meluapkan kemarahannya ketika si security mulai menunjukkan tatapan bringasnya.“Secepatnya kalian pergi dari sini. Kalau tidak, aku tidak segan-segan bertindak kasar!” seru si security.Mereka tak kuasa menelan ludah. Kalimat si security barusan sedikit pun tidak ada keraguan di dalamnya.Namun, Margareth berusaha satu kali untuk tinggal di rumah ini. Dia menatap Ayyara dengan memasang wajah semelas-melasnya, “Ayya, tolonglah kami. Masak kamu tega sih membiarkan keluargamu sendiri tidur di jalanan.”“Iya, Ayya … lupakan sikap kurang ajar kami barusan. Tolong berikan kami izin tinggal di sini selama Kakek belum mencabut hukumannya.” Radit memohon dengan wajah tak kalah melasnya. “Kita ini keluarga. Kita harus saling membantu.”Keluarga? Kata-kata itu sangat menjijikkan. Ayyara sudah tah
Bahri menelan ludahnya, hal yang ditakutkan mungkin akan terjadi. Wanita selingkuhannya pasti meminta jatah, walau dia sudah menjelaskan kalau saat ini dia tidak punya pemasukan setelah dipecat Nugraha.Margareth yang melihat perubahan ekspresi sang suami, lantas bertanya, “Ada apa, Mas?”“Nggak ada apa-apa, aku cuma bingung mau minta bantuan ke siapa,” kilah Bahri sembari memainkan ponselnya supaya Margareth tidak curiga.Bahri mulai menghubungi teman-temannya satu per satu, tetapi tidak ada satu pun yang mau membantunya menyediakan tempat tinggal.Saat mereka benar-benar frustasi, ada sebuah panggilan masuk di ponsel Margareth.“Ulva?” Mengetahui siapa yang menghubunginya, perlahan sudut bibir Margareth terangkat. “aku tahu caranya biar bisa tinggal di apartemen.”***Hari berganti, Ayyara mulai bekerja kembali di perusahaan ACB Group. Begitu pun dengan Raja yang bekerja di Prince Group. Dia juga seringkali mendapatkan panggilan dari Alexander, tetapi dia masih tetap dengan pendir
Halo, teman-teman pembaca. Terima kasih karena sudah menanti karya saya. Mohon maaf, bila saya belum dapat update dan membalas komentar teman-teman dalam beberapa hari terakhir. Keluarga saya sedang dalam kondisi berduka dan tenaga saya dibutuhkan. Selain itu, kondisi saya belakangan agak drop dan berakhir terpaksa diopname karena terkena DBD. Sekali lagi, mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Mohon tetap nantikan karya ini, ya!
“Aw, nikmat.” Suara Ulva terdengar mendesah. Sebelah tangannya pun beraksi menuju ke arah paha Raja, tetapi pria itu langsung menepisnya. Raja yang mulai benar-benar kehilangan kesabaran, dia mendorong ulva dengan keras sehingga tubuhnya terbentur ke dinding mobil. “Ah … sakit!” Ulva menjerit, bahkan satu tangannya memegangi kepalanya yang terasa pusing akibat terbentur ke kaca mobil. Namun, Ulva mencoba mengabaikan rasa sakitnya dan menerbitkan senyuman menggodanya. Ketika dia menoleh ke samping, mendadak senyuman itu menghilang saat melihat tatapan Raja begitu menyeramkan bak seorang pembunuh. “Apa anda bosan hidup?!” Suara Raja begitu dingin dengan menatap tajam dan lurus pada Ulva. Ulva menelan ludahnya, tatapan itu benar-benar membuat tubuhnya gemetar. Aura mengerikan milik Raja turut dirasakan si sopir. Walau tak bersitatap secara langsung, tubuh pria itu merinding dan ketakutan. Merasa ancaman Raja tidak main-main, Ulva menoleh ke arah kemudi, “S-top, Pak.” Saking takut