Vincent fokus menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan mengambil jatah istirahat makan siang, lantas kembali dengan pakaian penuh debu dan bercak semen yang habis tercampur dengan air.
Dalam hatinya, ada sedikit rasa percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu adalah fakta. Pasalnya, dengan perawakan atletis dan wajah tampan, harusnya dia merupakan anak orang kaya. Apalagi saat dia pertama bekerja sebagai kuli bangunan, badannya gatal-gatal karena debu dan dempulan semen yang terciprat ke wajah.
“Ah, sial. Ini membingungkan,” gerutunya.
Sekembalinya dari kantor kontruksi, Vincent berjalan menuju sebuah komplek mewah di sekitaran kota JC.
Seperti biasa, satpam komplek menghinanya karena menganggap Vincent beruntung telah jadi suami kontrak Keluarga Tatumia.
“Cih, si miskin sudah pulang. Mampus, kamu cuma dimanfaatin di sana!? Cerai aja, deh, dari pada hidupmu makin tersiksa,” ujar Joko, sopir salah satu keluarga terkaya di komplek itu. Dia sedang bincang santai dengan para satpam.
Vincent tidak menghiraukannya dan memilih pulang. Tapi, belum sempat dia melangkahkan kaki ke halaman villa, sebuah mobil Mercy merah datang dan menekan klakson keras-keras.
“Ma-maaf, Bu!”
Perempuan di dalam mobil adalah ibu mertuanya, Anindya Amelia!
“Jangan panggil aku ‘Ibu’, dasar miskin tidak tahu diri!?” Anindya memandang Vincent dengan tatapan kotor nan jijik. Dia lalu mengeluarkan map cokelat berisi beberapa kertas. “Ini, cepat tanda-tangani surat perceraianmu dengan Stevia, secepatnya!”
Wajah Vincent berubah 180 derajat. “I-ini, kenapa tiba-tiba?”
“Kenapa? Kamu tanya kenapa? Ingat ya, Vincent, kami sudah berbaik hati memberimu tempat tinggal selama tiga tahun. Kami memenuhi hakmu untuk membantu biaya perawatan penyakit langka ibumu, Hana, harusnya kamu penuhin hak kami buat minta kamu ceraiin Stevia!?”
“Ingat ya, kamu itu cuma kuli bangunan sama pelayan di klub malam, nggak ada bandingannya sama pacar baru Stevia! Kamu emang tampan, maskulin, sama punya body bagus, tapi itu semua nggak berguna karena kamu miskin, nggak bisa beliin semua keinginan kami. Sekarang, apa yang kamu punya selain tenaga? Nggak ada, kan?” Anindya menatap Vincent dengan alis terangkat.
“Tuh, lihat, pacar baru Stevia, anak miliarder paling kaya di kota ini. Tas ini, harganya 40 juta, dibeliin pacar baru Stevia. Habis ini, keluarga Tatumia mau dibeliin mobil Fortuner putih. Lah kamu, bisa apa? Bayar sewa tukang kebun sama petugas keamanan villa aja kadang nunggak. Cih, kerja cuma kotor-kotoran tiap hari, tapi hasilnya apa? Beli tas mahal aja nggak sanggup!?”
Semua itu bermula ketika Vincent kehilangan ingatan akibat insiden kecelakaan tiga tahun lalu. Dia diselamatkan seorang perempuan baik hati bernama Hana yang waktu itu jadi asisten villa tangga keluarga Tatumia. Naas, baru beberapa bulan jadi pembantu di sana, ayah kandung Stevia meninggal beberapa bulan setelah mereka menikah dan terpaksa mereka menjadikan Vincent sebagai suami kontrak untuk menutupi aib kehamilan Stevia, sekaligus menjadikan Vincent sebagai tulang punggung keluarga.
Anindya dan Stevia tidak bekerja dan hanya memanfaatkan hasil kerja keras Vincent.
Tapi, sebaliknya, Vincent tidak pernah dianggap. Meski setelah semua yang Vincent berikan pada keluarga Tatumia, keduanya masih tidak tahu diri dan merasa bahwa Vincent adalah laki-laki yang tidak berguna sama sekali.
Tiga tahun belakangan Vincent bekerja dan memberikan semua hasilnya pada ibu mertua dan istrinya. Tapi, parahnya, dia tidak dianggap, bahkan diperlakukan layaknya seorang budak di keluarga Tatumia.
Kalau bukan karena kebaikan ayah kandung Stevia yang berkenan membiayai perawatan penyakit ibu angkatnya, Vincent pasti sudah membalas perlakuan Stevia dan Anindya.
“Kenapa malah bengong? Ini berkasnya, cepat tanda-tangani!?” Anindya kembali mencibir. “Setelah menandatangani ini, cepat kemasi barang-barangmu dan balik sama ibumu yang sudah sakit-sakitan! Aku sudah menghubungi petugas keamanan buat usir kamu.”
“Aku bekerja keras selama tiga tahun dan seluruh gajiku, kalian semua yang pakai. Satu rupiah pun tidak ada yang aku ambil, tapi kenapa aku malah diusir?” ekspresi Vincent semakin bingung.
“Heh, apa kamu bilang? Uangmu bekerja tiga tahun setara sama uang yang diberi pacar baru Stevia setelah mereka menjalin hubungan selama dua minggu. Mau apa? Cepat pergi dari sini dan jangan sekali-kali kamu injakin kaki di villa keluarga Tatumia!”
“Villa keluarga Tatumia, apa maksudnya? Aku yang bayar cicilan villa ini sampai benar-benar lunas.”
“Hahaha, apa kamu lupa, nama di sertifikat tanah dan villanya adalah nama Stevia, tidak ada hubungannya denganmu. Karena itu, cepat tandatangani surat cerai ini dan pergi! Aku bisa gudikan terus berdiam di sekitarmu!”
Kondisi Vincent sudah capek fisik, ditambah lagi capek pikir karena memikirkan tawaran wanita cantik tadi. Kalau dia emosi, dia bisa pingsan karena dia belum sama sekali memakan jatah nasi bungkus istirahat siang tadi.
Demi menuruti janjinya pada ayah kandung Stevia, Vincent terpaksa bekerja keras demi bisa membahagiakan Stevia dan Anindya, tapi nyatanya, semua itu tidak cukup.
Kini, penyelamat ibu angkat Vincent sudah tiada dan Vincent merasa, dia telah menunaikan janjinya pada Micky, ayah mertuanya agar terus menafkahi keduanya selama tiga tahun.
Vincent tidak langsung menandatangani surat perceraian itu karena ini sudah mendekati akhir bulan. Yang berarti, jika dia pergi dari villa keluarga Tatumia, dia juga harus hengkang dari pekerjaaannya sebagai kuli bangunan, kontraktor dan pelayan klub malam. Dia tidak ingin gaji bekerja sebulan utuh, hangus begitu saja.
“Aku mohon, beri aku waktu sampai ganti bulan. Aku janji akan tanda-tangani surat cerai itu! Aku bersumpah!”
“Masih mau nawar? Dasar tidak tahu diri!?” Anindya menampar Vincent.“Apapun akan kulakukan asal aku diberi jatah waktu sampai pergantian bulan untuk tinggal di sini.”“Hmm, tawaran yang menarik,” ujar Anindya sambil memanggutkan kepala. “Kamu boleh tinggal di sini selama pergantian bulan, toh asisten rumah tanggaku sedang ambil cuti karena harus pulang kampung seminggu. Tapi, dengan syarat, kamu harus tidur di gudang, bersihin satu villa sehari dua kali, buatin kami makan, juga memotong seluruh rumput di halaman. Aku tidak mau tahu, setelah Bi Yusna kembali ke villa, barang-barangmu harus sudah dikemas dan kamu harus pergi saat itu juga. Bagaimana, kamu sanggup?”“Tukang kebun ke mana? Kenapa harus aku yang memotong rumput?”“Sanggup apa nggak?!” Anindya kembali membentak. “Misal nggak sanggup, silakan tanda-tangani surat cerai dan pergi dari sini!”“Sepakat,” pungkas Vincent, yang tidak mau dipusingkan lagi dengan omelan Anindya.“Oke, aku tinggal ke kantor sebentar. Sampai aku bali
“Semua yang aku bilang barusan itu bukan bualan. Bukti nyatanya ada. Tim intel pusat Ananta sudah coba mencari berkas-berkas di tiap CCTV dan koran-koran selama tiga tahun terakhir. Dan, kita menemukan sebuah tragedi yang sangat persis seperti mobil yang kamu tumpangi.”“Aku ingat betul, waktu itu, kamu sedang mencari tumpangan untuk menghadiri meeting di Australia. Seseorang menjemputmu, dan ternyata itu cuma jebakan. Ada komplotan yang ingin bunuh kamu, mereka adalah organisasi Black Mamba. Selain bunuh kamu, mereka juga mengincar nyawa seorang gadis bernama Wendy, anak sulung dari Keluarga Bramasta. Bramasta juga rekan kerja ayahmu. Bramasta sempat membuat kegaduhan yang memancing amarah Black Mamba. Kumohon, kembalilah!"“Mereka sengaja menculikmu dan ingin membunuhmu, tapi untungnya, kamu berhasil kabur, lalu melarikan diri ke Indonesia. Tapi, pengejaran tidak cukup di situ...”Raul menarik nafas dalam, selaras kemudian, melanjutkan ceritanya.“Di pinggiran kota FY, mereka berhas
Stevia sempat mencekik leher Vincent hingga pria itu susah nafas. Mobil yang mereka tunggangi meliuk-liuk di jalan raya. Karena takut, Stevia akhirnya melepas cekikan itu.“Budak dekil, ingat ya, jika sampai perbincangan tadi diketahui salah satu pegawai kantor, aku tidak segan menendangmu keluar dari Keluarga Tatumia, mengusirmu secara tidak hormat, lalu membakar semua pakaian yang kau bawa!”“Aku bisa jelaskan semuanya...” Vincent menganggap Stevia cemburu dengan kelakuannya, padahal nyatanya tidak.Stevia sama sekali tidak cemburu, dia malah senang melihat Vincent berbincang dengan gadis tadi. Itu bisa dia jadikan alasan untuk menceraikan Vincent, lantas cepat-cepat menikahi Steve.Pletak!Stevia kembali mengayunkan ponselnya ke kepala belakang Vincent, membuat lelaki itu merintih hingga akhirnya diam tak berani bicara.Vincent berusaha tegar, matanya tetap fokus pada jalan raya, tapi hatinya rapuh, pecah jadi beberapa bagian. Bagai kaca yang dibanting ke tanah, kurang lebih sepert
Hana kembali sakit setelah tiga bulan terakhir tidak menjalani terapi karena sang malaikat telah pergi untuk selama-lamanya. Stevia dan Anindya memutus biaya terapi pengobatan Hana sehingga mau tidak mau, Vincent harus bekerja ekstra dengan menjadi pelayan di klub malam demi bisa membelikan obat untuk ibu angkatnya.Cukuplah batuk berdarah dan adanya infeksi kelenjar itu jadi tanda jika ibu angkatnya butuh uang untuk segera operasi!Vincent kembali menyemangati dirinya sendiri, menanamkan tekad kalau dia harus bisa menahan siksa demi siksa yang dilakukan Keluarga Tatumia, lebih-lebih Stevia.Usai membanting ponsel, Vincent ingat, dia tadi diberi sebuah kartu hitam berlogokan sesuatu yang disepuh menggunakan tinta emas di ujung kirinya.“Kartu emas ini,” lirih Vincent, tak henti-hentinya dia menatap kartu itu. “Sebentar, misal ini benar-benar prank dari Raul, tidak mungkin Raul memberi kartu mewah ini secara cuma-cuma. Mungkin apa yang diucap Raul ada benarnya, aku memang pewaris selur
Di tempat kerja, seperti biasa, dia selalu direndahkan, dan di anak-tirikan. Berbeda dengan pegawai lain, Vincent selalu diperlakukan tidak layak.“Angkat sekopmu dan pindahkan semen yang berserakan! Gara-gara kamu, semua pekerja di sini ikut repot. Dasar tidak tahu diri, mending kamu kerja di bar jadi pelayan tante-tante!” seorang pekerja nampak memaki Vincent karena tidak fokus mengangkat sak semen hingga salah satunya jatuh.“Aku tidak mau tahu, jangan sampai gara-gara semenmu yang jatuh, kami juga ikut ganti rugi! Cepat, bayar 150 ribu untuk harga satu sak semen! Masih untung kami mau bantu kamu beresin, coba nggak, kamu bisa dipecat dari pekerjaan ini!”Vincent hanya diam. Dia masih berpikir keras apakah dirinya memang anak seorang bangsawan terkemuka, atau hanya seorang kuli bangunan kumuh.Usai menyelesaikan semuanya, Vincent tidak ambil jatah makan siang dan langsung pergi ke Bank Platina, berharap, dia bisa menemukan lokasi bank itu sebelum hari beranjak sore.“Aneh. Tumben-t
“Urusan?” satpam itu memandang Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu tahu Bank Platina itu bank macam apa?” pandangannya menyorot penampilan Vincent yang sangat tidak senonoh. “Kamu bisa ada urusan apa di sini?”Sebagai penjaga keamanan Bank Platina, pria itu telah melihat berbagai macam nasabah bank tersebut. Ada yang datang ke bank untuk melakukan setoran, melakukan transfer, dan banyak lagi. Kesamaan yang dimiliki orang-orang tersebut adalah … pakaian mereka yang glamor serta kendaraan mewah yang mereka pakai. Tak ada barang tak bermerek yang melekat di tubuh para nasabah itu.Lalu, bagaimana dengan Vincent?Vincent baru saja keluar dari lokasi konstruksi, seluruh tubuhnya kotor, rambutnya berlumuran abu semen dan wajahnya terlihat kusam. Lihat saja pakaiannya! Rompi putih terlihat termakan usia dan mulai menghitam, sepatu yang dia pakai saja sudah begitu usang! Kalau ada yang bilang Vincent adalah seorang pengemis, maka penjaga keamanan itu akan percaya! Lalu, bisakah orang semacam
“Kerja itu yang becus, jangan cuma bengong terus ngeliatin temen-temenmu angkatin semen!?”“Ta-tapi, Pak, saya sudah bekerja dari jam tujuh tadi dan belum ambil jatah istirahat makan siang sama sekali. Sedangkan mereka, sudah ambil lebih dulu jam satu siang tadi. Saya belum makan, Pak, saya capek.”“Masabodo! Cepat kerja, dari pada kamu dipecat!?”Vincent, pria jangkung nan tampan, nampak mengelap peluh keringatnya setelah bekerja setengah hari penuh. Tapi, bosnya tidak peduli ketika dia ingin ambil jatah istirahat makan siang. Dia terlihat menyedihkan. Topi capil yang sudah usang, juga rompi yang mulai koyak merupakan pakaiannya ketika bekerja.Otot kekar terpampang jelas di tangannya yang sedikit terbuka menggunakan rompi, terlebih ketika dia berjalan menuju tumpukan semen dan mengangkatnya, lima sekaligus.Ini adalah tugas tim kontruksinya, memindahkan semen dari tiga truk besar ke dekat tempat kontruksi bangunan berlangsung. Setiap pekerja dijatah mengangkat 50 kantung semen, tapi
“Urusan?” satpam itu memandang Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu tahu Bank Platina itu bank macam apa?” pandangannya menyorot penampilan Vincent yang sangat tidak senonoh. “Kamu bisa ada urusan apa di sini?”Sebagai penjaga keamanan Bank Platina, pria itu telah melihat berbagai macam nasabah bank tersebut. Ada yang datang ke bank untuk melakukan setoran, melakukan transfer, dan banyak lagi. Kesamaan yang dimiliki orang-orang tersebut adalah … pakaian mereka yang glamor serta kendaraan mewah yang mereka pakai. Tak ada barang tak bermerek yang melekat di tubuh para nasabah itu.Lalu, bagaimana dengan Vincent?Vincent baru saja keluar dari lokasi konstruksi, seluruh tubuhnya kotor, rambutnya berlumuran abu semen dan wajahnya terlihat kusam. Lihat saja pakaiannya! Rompi putih terlihat termakan usia dan mulai menghitam, sepatu yang dia pakai saja sudah begitu usang! Kalau ada yang bilang Vincent adalah seorang pengemis, maka penjaga keamanan itu akan percaya! Lalu, bisakah orang semacam
Di tempat kerja, seperti biasa, dia selalu direndahkan, dan di anak-tirikan. Berbeda dengan pegawai lain, Vincent selalu diperlakukan tidak layak.“Angkat sekopmu dan pindahkan semen yang berserakan! Gara-gara kamu, semua pekerja di sini ikut repot. Dasar tidak tahu diri, mending kamu kerja di bar jadi pelayan tante-tante!” seorang pekerja nampak memaki Vincent karena tidak fokus mengangkat sak semen hingga salah satunya jatuh.“Aku tidak mau tahu, jangan sampai gara-gara semenmu yang jatuh, kami juga ikut ganti rugi! Cepat, bayar 150 ribu untuk harga satu sak semen! Masih untung kami mau bantu kamu beresin, coba nggak, kamu bisa dipecat dari pekerjaan ini!”Vincent hanya diam. Dia masih berpikir keras apakah dirinya memang anak seorang bangsawan terkemuka, atau hanya seorang kuli bangunan kumuh.Usai menyelesaikan semuanya, Vincent tidak ambil jatah makan siang dan langsung pergi ke Bank Platina, berharap, dia bisa menemukan lokasi bank itu sebelum hari beranjak sore.“Aneh. Tumben-t
Hana kembali sakit setelah tiga bulan terakhir tidak menjalani terapi karena sang malaikat telah pergi untuk selama-lamanya. Stevia dan Anindya memutus biaya terapi pengobatan Hana sehingga mau tidak mau, Vincent harus bekerja ekstra dengan menjadi pelayan di klub malam demi bisa membelikan obat untuk ibu angkatnya.Cukuplah batuk berdarah dan adanya infeksi kelenjar itu jadi tanda jika ibu angkatnya butuh uang untuk segera operasi!Vincent kembali menyemangati dirinya sendiri, menanamkan tekad kalau dia harus bisa menahan siksa demi siksa yang dilakukan Keluarga Tatumia, lebih-lebih Stevia.Usai membanting ponsel, Vincent ingat, dia tadi diberi sebuah kartu hitam berlogokan sesuatu yang disepuh menggunakan tinta emas di ujung kirinya.“Kartu emas ini,” lirih Vincent, tak henti-hentinya dia menatap kartu itu. “Sebentar, misal ini benar-benar prank dari Raul, tidak mungkin Raul memberi kartu mewah ini secara cuma-cuma. Mungkin apa yang diucap Raul ada benarnya, aku memang pewaris selur
Stevia sempat mencekik leher Vincent hingga pria itu susah nafas. Mobil yang mereka tunggangi meliuk-liuk di jalan raya. Karena takut, Stevia akhirnya melepas cekikan itu.“Budak dekil, ingat ya, jika sampai perbincangan tadi diketahui salah satu pegawai kantor, aku tidak segan menendangmu keluar dari Keluarga Tatumia, mengusirmu secara tidak hormat, lalu membakar semua pakaian yang kau bawa!”“Aku bisa jelaskan semuanya...” Vincent menganggap Stevia cemburu dengan kelakuannya, padahal nyatanya tidak.Stevia sama sekali tidak cemburu, dia malah senang melihat Vincent berbincang dengan gadis tadi. Itu bisa dia jadikan alasan untuk menceraikan Vincent, lantas cepat-cepat menikahi Steve.Pletak!Stevia kembali mengayunkan ponselnya ke kepala belakang Vincent, membuat lelaki itu merintih hingga akhirnya diam tak berani bicara.Vincent berusaha tegar, matanya tetap fokus pada jalan raya, tapi hatinya rapuh, pecah jadi beberapa bagian. Bagai kaca yang dibanting ke tanah, kurang lebih sepert
“Semua yang aku bilang barusan itu bukan bualan. Bukti nyatanya ada. Tim intel pusat Ananta sudah coba mencari berkas-berkas di tiap CCTV dan koran-koran selama tiga tahun terakhir. Dan, kita menemukan sebuah tragedi yang sangat persis seperti mobil yang kamu tumpangi.”“Aku ingat betul, waktu itu, kamu sedang mencari tumpangan untuk menghadiri meeting di Australia. Seseorang menjemputmu, dan ternyata itu cuma jebakan. Ada komplotan yang ingin bunuh kamu, mereka adalah organisasi Black Mamba. Selain bunuh kamu, mereka juga mengincar nyawa seorang gadis bernama Wendy, anak sulung dari Keluarga Bramasta. Bramasta juga rekan kerja ayahmu. Bramasta sempat membuat kegaduhan yang memancing amarah Black Mamba. Kumohon, kembalilah!"“Mereka sengaja menculikmu dan ingin membunuhmu, tapi untungnya, kamu berhasil kabur, lalu melarikan diri ke Indonesia. Tapi, pengejaran tidak cukup di situ...”Raul menarik nafas dalam, selaras kemudian, melanjutkan ceritanya.“Di pinggiran kota FY, mereka berhas
“Masih mau nawar? Dasar tidak tahu diri!?” Anindya menampar Vincent.“Apapun akan kulakukan asal aku diberi jatah waktu sampai pergantian bulan untuk tinggal di sini.”“Hmm, tawaran yang menarik,” ujar Anindya sambil memanggutkan kepala. “Kamu boleh tinggal di sini selama pergantian bulan, toh asisten rumah tanggaku sedang ambil cuti karena harus pulang kampung seminggu. Tapi, dengan syarat, kamu harus tidur di gudang, bersihin satu villa sehari dua kali, buatin kami makan, juga memotong seluruh rumput di halaman. Aku tidak mau tahu, setelah Bi Yusna kembali ke villa, barang-barangmu harus sudah dikemas dan kamu harus pergi saat itu juga. Bagaimana, kamu sanggup?”“Tukang kebun ke mana? Kenapa harus aku yang memotong rumput?”“Sanggup apa nggak?!” Anindya kembali membentak. “Misal nggak sanggup, silakan tanda-tangani surat cerai dan pergi dari sini!”“Sepakat,” pungkas Vincent, yang tidak mau dipusingkan lagi dengan omelan Anindya.“Oke, aku tinggal ke kantor sebentar. Sampai aku bali
Vincent fokus menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan mengambil jatah istirahat makan siang, lantas kembali dengan pakaian penuh debu dan bercak semen yang habis tercampur dengan air.Dalam hatinya, ada sedikit rasa percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu adalah fakta. Pasalnya, dengan perawakan atletis dan wajah tampan, harusnya dia merupakan anak orang kaya. Apalagi saat dia pertama bekerja sebagai kuli bangunan, badannya gatal-gatal karena debu dan dempulan semen yang terciprat ke wajah.“Ah, sial. Ini membingungkan,” gerutunya.Sekembalinya dari kantor kontruksi, Vincent berjalan menuju sebuah komplek mewah di sekitaran kota JC.Seperti biasa, satpam komplek menghinanya karena menganggap Vincent beruntung telah jadi suami kontrak Keluarga Tatumia.“Cih, si miskin sudah pulang. Mampus, kamu cuma dimanfaatin di sana!? Cerai aja, deh, dari pada hidupmu makin tersiksa,” ujar Joko, sopir salah satu keluarga terkaya di komplek itu. Dia sedang bincang santai dengan para satpam.Vincen
“Kerja itu yang becus, jangan cuma bengong terus ngeliatin temen-temenmu angkatin semen!?”“Ta-tapi, Pak, saya sudah bekerja dari jam tujuh tadi dan belum ambil jatah istirahat makan siang sama sekali. Sedangkan mereka, sudah ambil lebih dulu jam satu siang tadi. Saya belum makan, Pak, saya capek.”“Masabodo! Cepat kerja, dari pada kamu dipecat!?”Vincent, pria jangkung nan tampan, nampak mengelap peluh keringatnya setelah bekerja setengah hari penuh. Tapi, bosnya tidak peduli ketika dia ingin ambil jatah istirahat makan siang. Dia terlihat menyedihkan. Topi capil yang sudah usang, juga rompi yang mulai koyak merupakan pakaiannya ketika bekerja.Otot kekar terpampang jelas di tangannya yang sedikit terbuka menggunakan rompi, terlebih ketika dia berjalan menuju tumpukan semen dan mengangkatnya, lima sekaligus.Ini adalah tugas tim kontruksinya, memindahkan semen dari tiga truk besar ke dekat tempat kontruksi bangunan berlangsung. Setiap pekerja dijatah mengangkat 50 kantung semen, tapi