“Masih mau nawar? Dasar tidak tahu diri!?” Anindya menampar Vincent.
“Apapun akan kulakukan asal aku diberi jatah waktu sampai pergantian bulan untuk tinggal di sini.”
“Hmm, tawaran yang menarik,” ujar Anindya sambil memanggutkan kepala. “Kamu boleh tinggal di sini selama pergantian bulan, toh asisten rumah tanggaku sedang ambil cuti karena harus pulang kampung seminggu. Tapi, dengan syarat, kamu harus tidur di gudang, bersihin satu villa sehari dua kali, buatin kami makan, juga memotong seluruh rumput di halaman. Aku tidak mau tahu, setelah Bi Yusna kembali ke villa, barang-barangmu harus sudah dikemas dan kamu harus pergi saat itu juga. Bagaimana, kamu sanggup?”
“Tukang kebun ke mana? Kenapa harus aku yang memotong rumput?”
“Sanggup apa nggak?!” Anindya kembali membentak. “Misal nggak sanggup, silakan tanda-tangani surat cerai dan pergi dari sini!”
“Sepakat,” pungkas Vincent, yang tidak mau dipusingkan lagi dengan omelan Anindya.
“Oke, aku tinggal ke kantor sebentar. Sampai aku balik dari kantor dan villa belum dibersihkan, aku nggak segan usir kamu mentah-mentah!”
Vincent mengelap keringatnya, dia terlampau capek karena semua pekerjaan rumah harus dia lakukan.
Mulai dari memasak tiga kali sehari, belanja di supermarket, menyapu, bahkan mengepel villa mewah tiga lantai ini seorang diri. Setiap hari Vincent melakukan itu semua, tidak ada kata libur.
Selain harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah, Vincent juga dibebankan tugas sebagai supir pribadi seluruh Keluarga Tatumia. Tidak ada waktu istirahat bagi Vincent.
Setelah seharian penuh melakukan pekerjaan rumah, dia harus mengantar ibu mertua dan adik iparnya pergi membeli hadiah-hadiah mewah untuk ulang tahun Rika.
Tidak berhenti sampai di situ, Vincent juga diminta menjmeput Stevia saat jam pulang kantor. Menunggu keluarnya Stevia di depan mobil, Vincent tiba-tiba dihampiri seorang perempuan tidak dikenal.
Perempuan itu mengenakan pakaian serba hitam, termasuk kacamata yang baru saja dia lepas. Vincent memandang perempuan itu, sepertinya mereka pernah bertemu, tapi entah kapan dan di mana. Setiap kali Vincent coba mengingat siapa perempuan itu, kepalanya terasa pening.
Padahal, baru tadi siang dia bertemu Raul di dekat tempat kerja.
Usut punya usut, sakit yang diderita Vincent masih terlampau parah dan operasinya tidak berjalan mulus. Jadi, pada waktu-waktu tertentu, khususnya saat Vincent sedang tidak fit atau penat, ingatannya sangat kacau sampai-sampai dia lupa telah bertemu Raul empat jam yang lalu.
“Vincent, lama tak jumpa,” sapa perempuan itu.
Pria itu tersentak, bagaimana mungkin perempuan yang tidak dia kenal, tiba-tiba mengatakan lama tak jumpa. “Hah? Kamu bicara denganku?”
Melihat reaksi Vincent, perempuan itu termenung beberapa saat saking tidak percayanya.
Kulit Vincent berubah gelap karena sering terbakar sinar matahari, dahinya penuh minyak bercampur keringat, wajahnya terlihat lesu, dan kantung matanya terlihat membesar karena jarang tidur.
Perempuan itu bernama Raul.
Raul bercerita tentang Vincent bahwasanya dia adalah pria berjuluk ‘Special One’ yang dikenal di seluruh dunia karena berhasil menyelamatkan bisnis Keluarga Ananta dari ambang kehancuran dengan ide-ide briliannya.
Raul bahagia bisa bertemu Vincent, tapi juga tidak percaya mendapati Vincent hilang ingatan.
Satu-satunya pewaris sah Ananta berhasil ditemukan, tentu saja Raul senang!
“Tuan Vincent, saya Raul, tangan kanan sekaligus sekretaris pribadi Anda di istana Ananta. Anda adalah pria yang berjuluk ‘Legume Magician’, businessman terhebat dari keluarga paling kaya di negeri ini!”
“Hah? Dongeng macam apa itu?” Vincent melongo tidak percaya.
“Semua yang saya katakan itu sungguh-sungguh, bukti nyatanya ada. Tiga tahun lalu saat Anda diminta memimpin ekspedisi misi rahasia militer, Anda terluka parah, lalu menghilang tanpa ada jejak.”
Usai bicara, Raul memberikan sebuah kartu pada Vincent. Dia juga menjelaskan bahwa kartu itu bisa digunakan untuk segala jenis transaksi, baik legal maupun ilegal.
Vincent membolak-balik kartu nama itu dan menyimpannya di kantong celana. Dia menyeka keringat dengan kaos yang dia pakai. Memang yang dikatakan perempuan itu cukup masuk akal, karena Vincent tidak mengingat apa-apa semenjak tiga tahun terakhir.
“Tuan Vincent bisa ikut saya, mari tinggalkan tempat ini dan kembali ke markas pusat Ananta. Saya janji akan membuat ingatan Anda pulih.”
Vincent menolak dengan tegas. “Tidak perlu! Aku sudah muak dengan siksa dunia ini. Yang aku butuhkan sekarang hanya hidup tenang dan sembuhin ibu angkatku! Cepat pergi sebelum aku bersikap kasar!”
Raul mulai takut, dia perlahan mundur, lantas pergi meninggalkan Vincent seorang diri di depan gerbang villa, kebetulan juga di sana ada teman-teman kantor Stevia yang sedang berkumpul membahas proyek kerja sama bisnis.
Namun, sebelum benar-benar pergi, Raul mengingatkan satu hal pada Vincent.
“Saya bisa memberi Tuan uang sebanyak yang Tuan mau, asal Tuan berjanji satu hal. Tuan harus kembali ke Ananta sebelum saya berubah pikiran. Jangan sampai kartu itu hilang!”
Vincent tercengang, bagaimana mungkin perempuan asing itu tahu kondisi ibu angkatnya?
Sore harinya menjelang pukul lima, Vincent akhirnya selesai mengerjakan tugas-tugas rumah yang dibebankan padanya. Dia gerah dan ingin sekali mandi, tapi tak ada waktu. Segera dia pun meluncur ke kantor perusahaan Keluarga Tatumia.
Tiba di depan kantor, setelah mengirim pesan W******p kepada Stevia, Vincent diberitahu istrinya itu bahwa dia harus menunggu beberapa menit.
Vincent pun duduk saja di mobil, menyandarkan punggung dan lehernya di jok. Sesekali dia memejamkan mata, saking lelahnya dia.
Di satu titik, saat Vincent kembali membuka mata, dia mendapati seorang perempuan menghampirinya. Perempuan itu mengenakan pakaian serbahitam, termasuk kacamatanya yang baru saja dia lepas.
Vincent memandang perempuan itu. Dia tak mengenalnya. Akan tetapi…
“Vincent, lama tak jumpa,” sapa perempuan itu.
Vincent tersentak. Kok bisa perempuan itu tahu namanya? Dan lagi, barusan dia bicara seolah-olah mereka pernah bertemu sebelumnya.
“Kamu bicara denganku?” tanya Vincent, setelah memastikan di kiri, kanan, maupun belakangnya tak ada siapa pun.
Perempuan itu tersenyum. Vincent semakin heran dengan tingkahnya.
“Aku Raul, tangan kanan sekaligus sekretaris pribadimu di markas rahasia militer dunia. Kamu adalah pria yang berjuluk ‘The Special One’, satu-satunya penyelamat bisnis Keluarga Ananta dan yang pantas menggantikan tahta Tuan Besar Daniel Ananta,” ujar perempuan itu.
“Saat ini kamu mungkin tidak mengenalku karena kamu mengalami hilang ingatan akibat kecelakaan brutal tiga tahun lalu, dan itu sangat disayangkan. Seorang perempuan menyelamatkanmu, lalu Micky setuju untuk menanggung seluruh biaya pengobatanmu. Informasi itu baru kami dapat. Meski tiga tahun ini kamu tidak mengurusi bisnis Keluarga Ananta, tapi percayalah, Tuan, sampai saat ini pun kamu masih pewaris sah Ananta yang sangat kami hormati!"
“Dan kini, aku muncul ke hadapanmu untuk memintamu kembali. Ananta membutuhkanmu! Kami semua membutuhkanmu! Ayahmu, Tuan Besar Daniel, menangis sampai air matanya tak bisa keluar lagi saat aku bercerita kalau kamu masih hidup. Pliss, Vincent, kumohon, kami semua ingin kamu kembali ke Ananta dan jadi pewaris sah seluruh aset kekayaan keluarga.”
Vincent ternganga. Bisa-bisanya perempuan asing ini memaparkan hal-hal tak masuk akal yang terdengar konyol di telinganya.
Ananta? The Special One? Apa itu?
Yang dia ingat, nama aslinya adalah Vincent Ardiansyah, bukan Vincent Ananta. Ini pasti jebakan, apalagi sekarang marak sekali mafia yang mencari korban untuk dijual organ vitalnya.
Vincent merasa wanita bernama Therensia Raul Alvida ini sedang mempermainkannya. Mungkin ini semacam prank untuk kebutuhan konten. Dia dipanggil Raul mungkin karena penampilannya yang terkesan tomboi dan seperti seorang lelaki.
Dan, Vincent kesal bukan main!
“Apaan sih ini? Jangan main-main deh! Lebih baik kamu pergi sebelum aku berkata kasar!” ancam Vincent.
Bukannya gentar, perempuan berbaju hitam itu malah kembali tersenyum, seperti ada yang disembunyikan.
“Semua yang aku bilang barusan itu bukan bualan. Bukti nyatanya ada. Tim intel pusat Ananta sudah coba mencari berkas-berkas di tiap CCTV dan koran-koran selama tiga tahun terakhir. Dan, kita menemukan sebuah tragedi yang sangat persis seperti mobil yang kamu tumpangi.”“Aku ingat betul, waktu itu, kamu sedang mencari tumpangan untuk menghadiri meeting di Australia. Seseorang menjemputmu, dan ternyata itu cuma jebakan. Ada komplotan yang ingin bunuh kamu, mereka adalah organisasi Black Mamba. Selain bunuh kamu, mereka juga mengincar nyawa seorang gadis bernama Wendy, anak sulung dari Keluarga Bramasta. Bramasta juga rekan kerja ayahmu. Bramasta sempat membuat kegaduhan yang memancing amarah Black Mamba. Kumohon, kembalilah!"“Mereka sengaja menculikmu dan ingin membunuhmu, tapi untungnya, kamu berhasil kabur, lalu melarikan diri ke Indonesia. Tapi, pengejaran tidak cukup di situ...”Raul menarik nafas dalam, selaras kemudian, melanjutkan ceritanya.“Di pinggiran kota FY, mereka berhas
Stevia sempat mencekik leher Vincent hingga pria itu susah nafas. Mobil yang mereka tunggangi meliuk-liuk di jalan raya. Karena takut, Stevia akhirnya melepas cekikan itu.“Budak dekil, ingat ya, jika sampai perbincangan tadi diketahui salah satu pegawai kantor, aku tidak segan menendangmu keluar dari Keluarga Tatumia, mengusirmu secara tidak hormat, lalu membakar semua pakaian yang kau bawa!”“Aku bisa jelaskan semuanya...” Vincent menganggap Stevia cemburu dengan kelakuannya, padahal nyatanya tidak.Stevia sama sekali tidak cemburu, dia malah senang melihat Vincent berbincang dengan gadis tadi. Itu bisa dia jadikan alasan untuk menceraikan Vincent, lantas cepat-cepat menikahi Steve.Pletak!Stevia kembali mengayunkan ponselnya ke kepala belakang Vincent, membuat lelaki itu merintih hingga akhirnya diam tak berani bicara.Vincent berusaha tegar, matanya tetap fokus pada jalan raya, tapi hatinya rapuh, pecah jadi beberapa bagian. Bagai kaca yang dibanting ke tanah, kurang lebih sepert
Hana kembali sakit setelah tiga bulan terakhir tidak menjalani terapi karena sang malaikat telah pergi untuk selama-lamanya. Stevia dan Anindya memutus biaya terapi pengobatan Hana sehingga mau tidak mau, Vincent harus bekerja ekstra dengan menjadi pelayan di klub malam demi bisa membelikan obat untuk ibu angkatnya.Cukuplah batuk berdarah dan adanya infeksi kelenjar itu jadi tanda jika ibu angkatnya butuh uang untuk segera operasi!Vincent kembali menyemangati dirinya sendiri, menanamkan tekad kalau dia harus bisa menahan siksa demi siksa yang dilakukan Keluarga Tatumia, lebih-lebih Stevia.Usai membanting ponsel, Vincent ingat, dia tadi diberi sebuah kartu hitam berlogokan sesuatu yang disepuh menggunakan tinta emas di ujung kirinya.“Kartu emas ini,” lirih Vincent, tak henti-hentinya dia menatap kartu itu. “Sebentar, misal ini benar-benar prank dari Raul, tidak mungkin Raul memberi kartu mewah ini secara cuma-cuma. Mungkin apa yang diucap Raul ada benarnya, aku memang pewaris selur
Di tempat kerja, seperti biasa, dia selalu direndahkan, dan di anak-tirikan. Berbeda dengan pegawai lain, Vincent selalu diperlakukan tidak layak.“Angkat sekopmu dan pindahkan semen yang berserakan! Gara-gara kamu, semua pekerja di sini ikut repot. Dasar tidak tahu diri, mending kamu kerja di bar jadi pelayan tante-tante!” seorang pekerja nampak memaki Vincent karena tidak fokus mengangkat sak semen hingga salah satunya jatuh.“Aku tidak mau tahu, jangan sampai gara-gara semenmu yang jatuh, kami juga ikut ganti rugi! Cepat, bayar 150 ribu untuk harga satu sak semen! Masih untung kami mau bantu kamu beresin, coba nggak, kamu bisa dipecat dari pekerjaan ini!”Vincent hanya diam. Dia masih berpikir keras apakah dirinya memang anak seorang bangsawan terkemuka, atau hanya seorang kuli bangunan kumuh.Usai menyelesaikan semuanya, Vincent tidak ambil jatah makan siang dan langsung pergi ke Bank Platina, berharap, dia bisa menemukan lokasi bank itu sebelum hari beranjak sore.“Aneh. Tumben-t
“Urusan?” satpam itu memandang Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu tahu Bank Platina itu bank macam apa?” pandangannya menyorot penampilan Vincent yang sangat tidak senonoh. “Kamu bisa ada urusan apa di sini?”Sebagai penjaga keamanan Bank Platina, pria itu telah melihat berbagai macam nasabah bank tersebut. Ada yang datang ke bank untuk melakukan setoran, melakukan transfer, dan banyak lagi. Kesamaan yang dimiliki orang-orang tersebut adalah … pakaian mereka yang glamor serta kendaraan mewah yang mereka pakai. Tak ada barang tak bermerek yang melekat di tubuh para nasabah itu.Lalu, bagaimana dengan Vincent?Vincent baru saja keluar dari lokasi konstruksi, seluruh tubuhnya kotor, rambutnya berlumuran abu semen dan wajahnya terlihat kusam. Lihat saja pakaiannya! Rompi putih terlihat termakan usia dan mulai menghitam, sepatu yang dia pakai saja sudah begitu usang! Kalau ada yang bilang Vincent adalah seorang pengemis, maka penjaga keamanan itu akan percaya! Lalu, bisakah orang semacam
“Kerja itu yang becus, jangan cuma bengong terus ngeliatin temen-temenmu angkatin semen!?”“Ta-tapi, Pak, saya sudah bekerja dari jam tujuh tadi dan belum ambil jatah istirahat makan siang sama sekali. Sedangkan mereka, sudah ambil lebih dulu jam satu siang tadi. Saya belum makan, Pak, saya capek.”“Masabodo! Cepat kerja, dari pada kamu dipecat!?”Vincent, pria jangkung nan tampan, nampak mengelap peluh keringatnya setelah bekerja setengah hari penuh. Tapi, bosnya tidak peduli ketika dia ingin ambil jatah istirahat makan siang. Dia terlihat menyedihkan. Topi capil yang sudah usang, juga rompi yang mulai koyak merupakan pakaiannya ketika bekerja.Otot kekar terpampang jelas di tangannya yang sedikit terbuka menggunakan rompi, terlebih ketika dia berjalan menuju tumpukan semen dan mengangkatnya, lima sekaligus.Ini adalah tugas tim kontruksinya, memindahkan semen dari tiga truk besar ke dekat tempat kontruksi bangunan berlangsung. Setiap pekerja dijatah mengangkat 50 kantung semen, tapi
Vincent fokus menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan mengambil jatah istirahat makan siang, lantas kembali dengan pakaian penuh debu dan bercak semen yang habis tercampur dengan air.Dalam hatinya, ada sedikit rasa percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu adalah fakta. Pasalnya, dengan perawakan atletis dan wajah tampan, harusnya dia merupakan anak orang kaya. Apalagi saat dia pertama bekerja sebagai kuli bangunan, badannya gatal-gatal karena debu dan dempulan semen yang terciprat ke wajah.“Ah, sial. Ini membingungkan,” gerutunya.Sekembalinya dari kantor kontruksi, Vincent berjalan menuju sebuah komplek mewah di sekitaran kota JC.Seperti biasa, satpam komplek menghinanya karena menganggap Vincent beruntung telah jadi suami kontrak Keluarga Tatumia.“Cih, si miskin sudah pulang. Mampus, kamu cuma dimanfaatin di sana!? Cerai aja, deh, dari pada hidupmu makin tersiksa,” ujar Joko, sopir salah satu keluarga terkaya di komplek itu. Dia sedang bincang santai dengan para satpam.Vincen
“Urusan?” satpam itu memandang Vincent sambil tersenyum. “Apa kamu tahu Bank Platina itu bank macam apa?” pandangannya menyorot penampilan Vincent yang sangat tidak senonoh. “Kamu bisa ada urusan apa di sini?”Sebagai penjaga keamanan Bank Platina, pria itu telah melihat berbagai macam nasabah bank tersebut. Ada yang datang ke bank untuk melakukan setoran, melakukan transfer, dan banyak lagi. Kesamaan yang dimiliki orang-orang tersebut adalah … pakaian mereka yang glamor serta kendaraan mewah yang mereka pakai. Tak ada barang tak bermerek yang melekat di tubuh para nasabah itu.Lalu, bagaimana dengan Vincent?Vincent baru saja keluar dari lokasi konstruksi, seluruh tubuhnya kotor, rambutnya berlumuran abu semen dan wajahnya terlihat kusam. Lihat saja pakaiannya! Rompi putih terlihat termakan usia dan mulai menghitam, sepatu yang dia pakai saja sudah begitu usang! Kalau ada yang bilang Vincent adalah seorang pengemis, maka penjaga keamanan itu akan percaya! Lalu, bisakah orang semacam
Di tempat kerja, seperti biasa, dia selalu direndahkan, dan di anak-tirikan. Berbeda dengan pegawai lain, Vincent selalu diperlakukan tidak layak.“Angkat sekopmu dan pindahkan semen yang berserakan! Gara-gara kamu, semua pekerja di sini ikut repot. Dasar tidak tahu diri, mending kamu kerja di bar jadi pelayan tante-tante!” seorang pekerja nampak memaki Vincent karena tidak fokus mengangkat sak semen hingga salah satunya jatuh.“Aku tidak mau tahu, jangan sampai gara-gara semenmu yang jatuh, kami juga ikut ganti rugi! Cepat, bayar 150 ribu untuk harga satu sak semen! Masih untung kami mau bantu kamu beresin, coba nggak, kamu bisa dipecat dari pekerjaan ini!”Vincent hanya diam. Dia masih berpikir keras apakah dirinya memang anak seorang bangsawan terkemuka, atau hanya seorang kuli bangunan kumuh.Usai menyelesaikan semuanya, Vincent tidak ambil jatah makan siang dan langsung pergi ke Bank Platina, berharap, dia bisa menemukan lokasi bank itu sebelum hari beranjak sore.“Aneh. Tumben-t
Hana kembali sakit setelah tiga bulan terakhir tidak menjalani terapi karena sang malaikat telah pergi untuk selama-lamanya. Stevia dan Anindya memutus biaya terapi pengobatan Hana sehingga mau tidak mau, Vincent harus bekerja ekstra dengan menjadi pelayan di klub malam demi bisa membelikan obat untuk ibu angkatnya.Cukuplah batuk berdarah dan adanya infeksi kelenjar itu jadi tanda jika ibu angkatnya butuh uang untuk segera operasi!Vincent kembali menyemangati dirinya sendiri, menanamkan tekad kalau dia harus bisa menahan siksa demi siksa yang dilakukan Keluarga Tatumia, lebih-lebih Stevia.Usai membanting ponsel, Vincent ingat, dia tadi diberi sebuah kartu hitam berlogokan sesuatu yang disepuh menggunakan tinta emas di ujung kirinya.“Kartu emas ini,” lirih Vincent, tak henti-hentinya dia menatap kartu itu. “Sebentar, misal ini benar-benar prank dari Raul, tidak mungkin Raul memberi kartu mewah ini secara cuma-cuma. Mungkin apa yang diucap Raul ada benarnya, aku memang pewaris selur
Stevia sempat mencekik leher Vincent hingga pria itu susah nafas. Mobil yang mereka tunggangi meliuk-liuk di jalan raya. Karena takut, Stevia akhirnya melepas cekikan itu.“Budak dekil, ingat ya, jika sampai perbincangan tadi diketahui salah satu pegawai kantor, aku tidak segan menendangmu keluar dari Keluarga Tatumia, mengusirmu secara tidak hormat, lalu membakar semua pakaian yang kau bawa!”“Aku bisa jelaskan semuanya...” Vincent menganggap Stevia cemburu dengan kelakuannya, padahal nyatanya tidak.Stevia sama sekali tidak cemburu, dia malah senang melihat Vincent berbincang dengan gadis tadi. Itu bisa dia jadikan alasan untuk menceraikan Vincent, lantas cepat-cepat menikahi Steve.Pletak!Stevia kembali mengayunkan ponselnya ke kepala belakang Vincent, membuat lelaki itu merintih hingga akhirnya diam tak berani bicara.Vincent berusaha tegar, matanya tetap fokus pada jalan raya, tapi hatinya rapuh, pecah jadi beberapa bagian. Bagai kaca yang dibanting ke tanah, kurang lebih sepert
“Semua yang aku bilang barusan itu bukan bualan. Bukti nyatanya ada. Tim intel pusat Ananta sudah coba mencari berkas-berkas di tiap CCTV dan koran-koran selama tiga tahun terakhir. Dan, kita menemukan sebuah tragedi yang sangat persis seperti mobil yang kamu tumpangi.”“Aku ingat betul, waktu itu, kamu sedang mencari tumpangan untuk menghadiri meeting di Australia. Seseorang menjemputmu, dan ternyata itu cuma jebakan. Ada komplotan yang ingin bunuh kamu, mereka adalah organisasi Black Mamba. Selain bunuh kamu, mereka juga mengincar nyawa seorang gadis bernama Wendy, anak sulung dari Keluarga Bramasta. Bramasta juga rekan kerja ayahmu. Bramasta sempat membuat kegaduhan yang memancing amarah Black Mamba. Kumohon, kembalilah!"“Mereka sengaja menculikmu dan ingin membunuhmu, tapi untungnya, kamu berhasil kabur, lalu melarikan diri ke Indonesia. Tapi, pengejaran tidak cukup di situ...”Raul menarik nafas dalam, selaras kemudian, melanjutkan ceritanya.“Di pinggiran kota FY, mereka berhas
“Masih mau nawar? Dasar tidak tahu diri!?” Anindya menampar Vincent.“Apapun akan kulakukan asal aku diberi jatah waktu sampai pergantian bulan untuk tinggal di sini.”“Hmm, tawaran yang menarik,” ujar Anindya sambil memanggutkan kepala. “Kamu boleh tinggal di sini selama pergantian bulan, toh asisten rumah tanggaku sedang ambil cuti karena harus pulang kampung seminggu. Tapi, dengan syarat, kamu harus tidur di gudang, bersihin satu villa sehari dua kali, buatin kami makan, juga memotong seluruh rumput di halaman. Aku tidak mau tahu, setelah Bi Yusna kembali ke villa, barang-barangmu harus sudah dikemas dan kamu harus pergi saat itu juga. Bagaimana, kamu sanggup?”“Tukang kebun ke mana? Kenapa harus aku yang memotong rumput?”“Sanggup apa nggak?!” Anindya kembali membentak. “Misal nggak sanggup, silakan tanda-tangani surat cerai dan pergi dari sini!”“Sepakat,” pungkas Vincent, yang tidak mau dipusingkan lagi dengan omelan Anindya.“Oke, aku tinggal ke kantor sebentar. Sampai aku bali
Vincent fokus menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan mengambil jatah istirahat makan siang, lantas kembali dengan pakaian penuh debu dan bercak semen yang habis tercampur dengan air.Dalam hatinya, ada sedikit rasa percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu adalah fakta. Pasalnya, dengan perawakan atletis dan wajah tampan, harusnya dia merupakan anak orang kaya. Apalagi saat dia pertama bekerja sebagai kuli bangunan, badannya gatal-gatal karena debu dan dempulan semen yang terciprat ke wajah.“Ah, sial. Ini membingungkan,” gerutunya.Sekembalinya dari kantor kontruksi, Vincent berjalan menuju sebuah komplek mewah di sekitaran kota JC.Seperti biasa, satpam komplek menghinanya karena menganggap Vincent beruntung telah jadi suami kontrak Keluarga Tatumia.“Cih, si miskin sudah pulang. Mampus, kamu cuma dimanfaatin di sana!? Cerai aja, deh, dari pada hidupmu makin tersiksa,” ujar Joko, sopir salah satu keluarga terkaya di komplek itu. Dia sedang bincang santai dengan para satpam.Vincen
“Kerja itu yang becus, jangan cuma bengong terus ngeliatin temen-temenmu angkatin semen!?”“Ta-tapi, Pak, saya sudah bekerja dari jam tujuh tadi dan belum ambil jatah istirahat makan siang sama sekali. Sedangkan mereka, sudah ambil lebih dulu jam satu siang tadi. Saya belum makan, Pak, saya capek.”“Masabodo! Cepat kerja, dari pada kamu dipecat!?”Vincent, pria jangkung nan tampan, nampak mengelap peluh keringatnya setelah bekerja setengah hari penuh. Tapi, bosnya tidak peduli ketika dia ingin ambil jatah istirahat makan siang. Dia terlihat menyedihkan. Topi capil yang sudah usang, juga rompi yang mulai koyak merupakan pakaiannya ketika bekerja.Otot kekar terpampang jelas di tangannya yang sedikit terbuka menggunakan rompi, terlebih ketika dia berjalan menuju tumpukan semen dan mengangkatnya, lima sekaligus.Ini adalah tugas tim kontruksinya, memindahkan semen dari tiga truk besar ke dekat tempat kontruksi bangunan berlangsung. Setiap pekerja dijatah mengangkat 50 kantung semen, tapi