"Apa yang kau katakan?! Tidak, aku tidak menyetujinya," timpal Nyonya Thomson yang sedari tadi mendengar pertengkaran Julie dengan Austin. "Kenapa Mommy terus membela pria tak berguna ini? Lebih baik mereka bercerai, tak ada cinta juga di pernikahan mereka," balas Julie dengan keras kepala. "Aku akan menerima perceraian jika Kenny sendiri yang memintaku meninggalkannya. Aku memang pria miskin, tak memiliki apapun. Tapi aku yakin bisa membahagiakan Kenny tanpa kekayaan keluarga Thomson," timpal Austin dengan berani.Ucapan Austin terdengar hingga ke dalam ruangan. Kenny yang tadi memunggungi pintu masuk kini merubah posisinya. Matanya berkaca-kaca mendengar keyakinan yang dilontarkan Austin pada ibunya. "Apakah benar ia ingin mempertahankan pernikahan ini? Apakah yang dikatakan Mommy adalah kebohongan kalau Austin berselingkuh dengan Lea?" gumam Kenny sambil memandang ke arah pintu yang tertutup.Ia berusaha turun meski dokter melarangnya menggunakan kaki yang terluka. Entah apa yan
"Aku yang sengaja mengumumkannya, aku sangat bahagia setelah menemukanmu dan tak sabar memberitahu seluruh dunia tentang dirimu. Tapi kau tenang saja, aku tak memberitahu mereka tentang identitasmu. Aku masih merahasiakan identitasmu seperti yang kau pinta," balas Tuan Arthur.Memang benar jika di dalam pemberitaan mereka tak menyebutkan identitas pewaris sah Arthur Company. Mereka hanya mengabarkan bahwa Tuan Arthur memliki ahli waris sah, seorang pemuda berusia 27 tahun. "Tapi tetap saja kau membuat hidupku semakin sulit, Kek. Sekarang Ibu mertua mendesakku untuk menceraikan Kenny, ia ingin Kenny menikah dengan pewarismu," ucap Austin kesal.Tuan Arthur tertawa saat mendengar kekesalan sang cucu. "Kenapa kau tertawa, Kek?" tanya Austin bingung."Maaf ... maafkan aku ... aku merasa Ibu mertuamu sangat konyol. Biarkan saja Julie mau berkata apa, kau pertahankan saja pernikahanmu. Atau kau ingin bermain-main dengan Ibu mertuamu?" "Bermain-main seperti apa? Aku tak ingin membohongi s
"A-apa?! Membantuku mandi?" tanya Kenny terkejut. "Baiklah, aku telpon nenek saja," balas Austin.Pria itu paham arti keterkejutan Kenny, tak mungkin Kenny mau menerima bantuannya. Ia pun tak yakin bisa membantu Kenny membersihkan dirinya. Kenny hanya terdiam saat Austin hendak menelpon sang nenek, ia terus meremas tangannya. Sedari tadi ia meremas tangannya, rasa gugup saat ia membayangkan Austin melihat tubuh polosnya tanpa busana. "Syukurlah kau datang, Mom. Tolong bantu aku membersihkan diri," pinta Kenny pada Julie. Ia merasa lega akan kehadiran Julie di ruangannya. Sedangkan Austin, ia mematikan sambungan telpon yang belum tersambung ke Nyonya Thomson. Ada sedikit lega saat Julie hadir di ruangan itu. Tapi ia pun merasa cemas, takut Julie mengatakan hal yang membuatnya kesal. Mau bagaimana pun Julie masih saja kukuh dengan keinginannya untuk memisahkan mereka. Austin menatap wajah Julie yang sudah tak memberikan lagi sikap baik padanya. Wanita paruh baya itu bahkan tak menga
"Kenapa kau matikan telponnya?" tanya Peter penasaran. Belum sempat Austin menjawab pertanyaan Peter, ponselnya berdering kembali. Kenny menelpon Austin karena merasa penasaran dengan maksud Austin menelponnya. Pemilik gedung itu adalah Kenny, nomor yang agen berikan itu adalah nomor istrinya. Nama Kenny terpampang nyata di layar ponsel, Austin bingung harus berkata apa."Halo," ucap Austin."Kenapa kau mematikan telponnya? Apakah ada sesuatu hal yang terjadi hingga kau menelponku?" tanya Kenny penasaran."Tidak, aku hanya salah tekan nomor saja. Tadinya aku mau menelpon Tuan Jack, ya, Tuan Jack," balas Austin sedikit tergugup. "Aku pikir ada apa, apakah kau sudah makan?" tanya Kenny dengan perhatiannya."Sudah, kau?" "Aku juga sudah," balas Kenny."Kalau begitu aku tutup dulu ya, aku sedang berada di jalan dengan Peter. Sebentar lagi aku kembali ke rumah sakit.""Baiklah, hati-hati di jalan."Sambungan telpon terputus, Austin dapat bernapas lega meski harus berbohong. Peter yang
"Sudahlah, nanti aku tanyakan saja padanya. Kalau memang dia yang mengerjakannya, berarti dia sedang menyembunyikan sesuatu padaku," gumam Austin.Kenny kembali ke kamarnya, dengan hati-hati ia membuka pintu agar tidur Austin tak terusik. Tapi usahanya sia-sia, Austin terbangun dan terkejut melihat Kenny yang baru saja memasuki kamar."Kau habis dari mana? Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Austin cemas.Kenny tersenyum. "Aku habis dari ruang kerja, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Oh ya, apakah kau yang membantuku mengerjakan semua pekerjaan itu?" tanya Kenny penasaran.Austin tergugup, ia terlihat salah tingkah tanpa berani menatap Kenny. "Mana mungkin aku yang mengerjakannya, aku tak paham dengan cara kerja sebuah perusahaan besar."Austin langsung berjalan dengan cepat ke belakang Kenny, ia mendorong kursi roda Kenny. Setelah sampai di dekat tempat tidur, ia langsung menggendong Kenny dan membaringkannya di sana. Pria itu tak berani menatap mata Kenny, ia takut kebohongannya
"Apakah kau tak ingin aku turun ke bawah? Kenapa?" tanya Austin penasaran.Pria itu menatap wanitanya lekat, ia mendekati Kenny dan menyentuh kening sang istri dengan punggung tangannya. Ia pikir Kenny mengalami demam sehingga ia tak ingin ditinggal olehnya.Dengan cepat Kenny menepis tangan Austin, ia merasa bingung dengan hatinya. Kenny sama sekali tak menginginkan Austin turun, tapi ia sendiri bingung mencari alasan yang tepat untuk melarangnya."Apakah ada yang sakit?" tanya Austin lagi."Tidak, turunlah jika kau ingin turun." Kenny langsung memunggungi Austin. Ia menutup tubuhnya dengan selimut. Rasa aneh Kenny rasakan, ia merasakan hatinya menjadi sesak mengingat perkataan Julie kepadanya tentang hubungan Austin dan Lea."Baiklah, aku akan tetap di sini menemanimu," balas Austin.Entah mengapa Austin merasa ada yang berbeda dengan istrinya. Ia melihat punggung Kenny yang sedikit bergetar. Nyatanya, Kenny sedang terisak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi
"Baiklah, kalau itu maumu," balas Austin.Austin membalikkan tubuhnya hendak keluar kamar, ia hanya sedang mengerjai istrinya. Dengan langkah sepelan mungkin ia menanti reaksi sang istri. Pria itu membuka pintu dan menutupnya lagi, tapi ia tak keluar dari kamarnya. Begitu suara pintu tertutup, ia bersedekap dada melihat Kenny yang masih memunggunginya. Tanpa diduga, Kenny meneriaki namanya."Austin!... brengsek kau ya!... apakah kau tak memiliki hati untukku?" Kenny berteriak dan menangis setelah suara pintu tertutup.Austin terkejut dengan tangisan Kenny yang menyesakkan, ia berjalan ke arah istrinya dan memeluknya dari belakang. Sontak Kenny terkejut dan menoleh ke arah Austin. Tanpa direncanakan, tolehan itu membuat bibirnya dan bibir sang suami menyatu. Keduanya membolakan mata dengan detak jantung yang berlomba satu sama lain. Hanya hitungan Detik Austin langsung menegapkan tubuh dan membuang pandangannya."M-maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu," ucap Austin tanpa memand
"Robert," balas Tuan Arthur."Paman Robert? Kenapa hidupku selalu berhubungan dengannya?" kesal Austin."Dia menculik Clarissa saat wanita itu sedang ada pelatihan desain di Madripoor city. Sekarang wanita itu ada di markasnya dan dijadikan budak pemuas nafsu. Akan aku kirimkan alamatnya." Tuan Arthur mengirimkan alamat lokasi penyekapan Clarissa pada Austin melalui pesan singkat."Kau sedang berbicara dengan siapa?" tanya Kenny penasaran."Ah ... hanya bicara dengan rekan kerja. Kau mau ke mana?" balas Austin tegugup."Aku ingin ke taman belakang, rasanya jenuh sekali berada di kamar terus, apakah kau mau menemaniku?" tanya Kenny lagi.Wanita itu kini sudah tak mengenakan kursi roda, melainkan tongkat untuk membantunya berjalan. Semakin hari keadaan Kenny semakin membaik dan ia sudah mulai beraktivitas meski hanya di rumah saja. "Ayo aku temani." Austin membantu Kenny berjalan dengan memegangi lengannya."Aku bisa jalan sendiri. Oh iya, bagaimana dengan usaha yang Peter kelola? Apak