"A-apa?! Membantuku mandi?" tanya Kenny terkejut. "Baiklah, aku telpon nenek saja," balas Austin.Pria itu paham arti keterkejutan Kenny, tak mungkin Kenny mau menerima bantuannya. Ia pun tak yakin bisa membantu Kenny membersihkan dirinya. Kenny hanya terdiam saat Austin hendak menelpon sang nenek, ia terus meremas tangannya. Sedari tadi ia meremas tangannya, rasa gugup saat ia membayangkan Austin melihat tubuh polosnya tanpa busana. "Syukurlah kau datang, Mom. Tolong bantu aku membersihkan diri," pinta Kenny pada Julie. Ia merasa lega akan kehadiran Julie di ruangannya. Sedangkan Austin, ia mematikan sambungan telpon yang belum tersambung ke Nyonya Thomson. Ada sedikit lega saat Julie hadir di ruangan itu. Tapi ia pun merasa cemas, takut Julie mengatakan hal yang membuatnya kesal. Mau bagaimana pun Julie masih saja kukuh dengan keinginannya untuk memisahkan mereka. Austin menatap wajah Julie yang sudah tak memberikan lagi sikap baik padanya. Wanita paruh baya itu bahkan tak menga
"Kenapa kau matikan telponnya?" tanya Peter penasaran. Belum sempat Austin menjawab pertanyaan Peter, ponselnya berdering kembali. Kenny menelpon Austin karena merasa penasaran dengan maksud Austin menelponnya. Pemilik gedung itu adalah Kenny, nomor yang agen berikan itu adalah nomor istrinya. Nama Kenny terpampang nyata di layar ponsel, Austin bingung harus berkata apa."Halo," ucap Austin."Kenapa kau mematikan telponnya? Apakah ada sesuatu hal yang terjadi hingga kau menelponku?" tanya Kenny penasaran."Tidak, aku hanya salah tekan nomor saja. Tadinya aku mau menelpon Tuan Jack, ya, Tuan Jack," balas Austin sedikit tergugup. "Aku pikir ada apa, apakah kau sudah makan?" tanya Kenny dengan perhatiannya."Sudah, kau?" "Aku juga sudah," balas Kenny."Kalau begitu aku tutup dulu ya, aku sedang berada di jalan dengan Peter. Sebentar lagi aku kembali ke rumah sakit.""Baiklah, hati-hati di jalan."Sambungan telpon terputus, Austin dapat bernapas lega meski harus berbohong. Peter yang
"Sudahlah, nanti aku tanyakan saja padanya. Kalau memang dia yang mengerjakannya, berarti dia sedang menyembunyikan sesuatu padaku," gumam Austin.Kenny kembali ke kamarnya, dengan hati-hati ia membuka pintu agar tidur Austin tak terusik. Tapi usahanya sia-sia, Austin terbangun dan terkejut melihat Kenny yang baru saja memasuki kamar."Kau habis dari mana? Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Austin cemas.Kenny tersenyum. "Aku habis dari ruang kerja, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Oh ya, apakah kau yang membantuku mengerjakan semua pekerjaan itu?" tanya Kenny penasaran.Austin tergugup, ia terlihat salah tingkah tanpa berani menatap Kenny. "Mana mungkin aku yang mengerjakannya, aku tak paham dengan cara kerja sebuah perusahaan besar."Austin langsung berjalan dengan cepat ke belakang Kenny, ia mendorong kursi roda Kenny. Setelah sampai di dekat tempat tidur, ia langsung menggendong Kenny dan membaringkannya di sana. Pria itu tak berani menatap mata Kenny, ia takut kebohongannya
"Apakah kau tak ingin aku turun ke bawah? Kenapa?" tanya Austin penasaran.Pria itu menatap wanitanya lekat, ia mendekati Kenny dan menyentuh kening sang istri dengan punggung tangannya. Ia pikir Kenny mengalami demam sehingga ia tak ingin ditinggal olehnya.Dengan cepat Kenny menepis tangan Austin, ia merasa bingung dengan hatinya. Kenny sama sekali tak menginginkan Austin turun, tapi ia sendiri bingung mencari alasan yang tepat untuk melarangnya."Apakah ada yang sakit?" tanya Austin lagi."Tidak, turunlah jika kau ingin turun." Kenny langsung memunggungi Austin. Ia menutup tubuhnya dengan selimut. Rasa aneh Kenny rasakan, ia merasakan hatinya menjadi sesak mengingat perkataan Julie kepadanya tentang hubungan Austin dan Lea."Baiklah, aku akan tetap di sini menemanimu," balas Austin.Entah mengapa Austin merasa ada yang berbeda dengan istrinya. Ia melihat punggung Kenny yang sedikit bergetar. Nyatanya, Kenny sedang terisak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi
"Baiklah, kalau itu maumu," balas Austin.Austin membalikkan tubuhnya hendak keluar kamar, ia hanya sedang mengerjai istrinya. Dengan langkah sepelan mungkin ia menanti reaksi sang istri. Pria itu membuka pintu dan menutupnya lagi, tapi ia tak keluar dari kamarnya. Begitu suara pintu tertutup, ia bersedekap dada melihat Kenny yang masih memunggunginya. Tanpa diduga, Kenny meneriaki namanya."Austin!... brengsek kau ya!... apakah kau tak memiliki hati untukku?" Kenny berteriak dan menangis setelah suara pintu tertutup.Austin terkejut dengan tangisan Kenny yang menyesakkan, ia berjalan ke arah istrinya dan memeluknya dari belakang. Sontak Kenny terkejut dan menoleh ke arah Austin. Tanpa direncanakan, tolehan itu membuat bibirnya dan bibir sang suami menyatu. Keduanya membolakan mata dengan detak jantung yang berlomba satu sama lain. Hanya hitungan Detik Austin langsung menegapkan tubuh dan membuang pandangannya."M-maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu," ucap Austin tanpa memand
"Robert," balas Tuan Arthur."Paman Robert? Kenapa hidupku selalu berhubungan dengannya?" kesal Austin."Dia menculik Clarissa saat wanita itu sedang ada pelatihan desain di Madripoor city. Sekarang wanita itu ada di markasnya dan dijadikan budak pemuas nafsu. Akan aku kirimkan alamatnya." Tuan Arthur mengirimkan alamat lokasi penyekapan Clarissa pada Austin melalui pesan singkat."Kau sedang berbicara dengan siapa?" tanya Kenny penasaran."Ah ... hanya bicara dengan rekan kerja. Kau mau ke mana?" balas Austin tegugup."Aku ingin ke taman belakang, rasanya jenuh sekali berada di kamar terus, apakah kau mau menemaniku?" tanya Kenny lagi.Wanita itu kini sudah tak mengenakan kursi roda, melainkan tongkat untuk membantunya berjalan. Semakin hari keadaan Kenny semakin membaik dan ia sudah mulai beraktivitas meski hanya di rumah saja. "Ayo aku temani." Austin membantu Kenny berjalan dengan memegangi lengannya."Aku bisa jalan sendiri. Oh iya, bagaimana dengan usaha yang Peter kelola? Apak
"Aku mohon hentikan, aku mohon." Kenny memberanikan diri memeluk Austin dari belakang, matanya terpejam, tak kuasa melihat penyiksaan yang Austin lakukan pada lawannya. Pelukan dan tangisan Kenny mengejutkan Austin, dalam hitungan detik api terserap kembali ke dalam telapak tangannya. Pria bertubuh kekar itu terbakar hingga tak terdengar teriakan lagi dari mulutnya. Sang rekan yang datang bersama dengan pria kekar itu membolakan mata, tak kuasa menolong temannya. Ia terpaku, menatap kesengsaraan yang disebabkan oleh kekuatan Austin."T-tangkap dia! Jangan biarkan dia lari!" teriak pengawal Thomson yang menyaksikan kekuatan Austin. Pengawal itu terkejut saat mengetahui sang majikan memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia pun terpaku melihat kejadian naas di depannya, begitu pengawal Thomson mendapat kesadaran, mereka langsung mengejar rekan penjahat yang hendak menculik Kenny. Begitu Austin mendapatkan kesadaran, tubuhnya bergetar melihat manusia yang sudah tak bernyawa di depannya.
"Tenanglah, kau harus tenang," bisik Kenny meski takut.Para pengawal melindungi dirinya dari kobaran api yang memburu ke arah mereka. Mereka tak meyangka jika kekuatan itu bisa lebih besar dari yang tadi mereka lihat. Austin mendengar bisikan Kenny, ia memejamkan, mata berusaha mengontrol jiwa di dalam dirinya. Fokus itu masih ia lakukan karena bisikan-bisikan Kenny di telinganya. Wanitanya itu terus saja memberikan ketenangan dengan kata-katanya, bahkan pelukan wanita itu belum juga terlepas dari tubuh Austin. Tanpa disadari, air terangkat dari permukaan danau. Lagi-lagi Kenny tercengang melihat apa yang ada di hadapannya. Meski memejamkan mata, Austin mampu meraskan jika dirinya bisa mengontrol kekuatan. Hembusan angin yang keluar dari telapak tangan kirinya mengangkat air, dan membuat api yang berkobar semakin mengecil."Wow!... Keren!" gumam Kenny.Pujian Kenny membuat Austin membuka matanya, ia pun melihat apa yang Kenny lihat. Perlahan Kenny menyentuh pergelangan tangan Austi