“Siapa dia Mom? Mengapa gembel seperti ini dibawa pulang?”
“Aku menemukannya di jalan, lalu aku membawanya ke rumah sakit, berhubung dia tidak memiliki keluarga jadi aku bawa ke sini.”“Jadi, sekarang rumah kita menjadi rumah penampungan gembel seperti ini?”“Jaga bicaramu! Dia adalah tamuku, tidak sepantasnya kamu berkata seperti itu!”“Terserah Mommy saja,” balas Julie dengan congkak.Dengan rasa welas asih, Nyonya Thomson membantu Austin dan menawarkannya untuk tinggal di rumah besar keluarga Thomson. Austin menerima tawaran Nyonya Thomson. Begitu sampai di rumah, anak tertuanya Julie tidak menyukai Austin. Nyonya Thomson tidak memiliki anak laki-laki, dia hanya memiliki tiga anak wanita, tiga cucu wanita, dan satu cucu laki-laki.Ketiga anaknya selalu bersaing untuk mendapatkan harta yang dimiliki oleh keluarga Thomson. Bukan hanya anak-anaknya saja yang bersaing, bahkan cucunya pun ikut bersaing dan itu membuatnya sedih. Karena persaingan itulah, Nyonya dan Tuan Thomson seperti kehilangan sebuah kehangatan keluarga.“Kamu mau tinggal di sini bersamaku dan juga suamiku?” tanya Nyonya Thomson kepada Austin.Austin menjawab pertanyaan wanita tua itu dengan anggukan kepala. Austin tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan orang baik yang mau menampungnya disaat keterpurukannya.Austin merasa bersyukur dengan apa yang didapatkannya, dia tidak menyangka kalau wanita tua yang sudah menolongnya ini akan memperlakukannya seperti keluarganya sendiri. Tentu saja Austin menerima permintaan Nyonya Thomson, bahkan dengan senang hati.Nyonya Thomson membawa Austin ke kamarnya. Begitu memasuki kamar, Austin terkagum-kagum dengan fasilitas yang diberikan oleh Nyonya Thomson. Dia hanya laki-laki biasa yang baru saja dibuang oleh keluarganya karena melakukan satu kesalahan. Meskipun baru menegenal Austin, Nyonya Thomson sangat perhatian padanya.“Kamu istirahatlah di sini, aku turun dulu, jika kamu membutuhkan apapun, kamu bisa memintanya pada maid yang ada di mansion ini. Anggap saja ini adalah tempat tinggalmu sendiri,” ucap Nyonya Thomson sambil tersenyum.Setelah mempersilahkan Austin untuk beristirahat, Nyonya Thomson langsung turun ke bawah berniat untuk bersantai di ruang keluarga. Siapa sangka, hari ini semua anak dan cucunya berkumpul di kediamannya. Biasanya jika sudah berkumpul seperti ini, pasti akan ada kegaduhan yang dibuat oleh anak-anak dan cucunya.“Tumben kalian datang ke sini? Masih ingat kalau kalian memiliki Orangtua?” tanya Nyonya Thomson sambil meminum minumannya.“Kami merindukanmu Mom.”“Aku juga nek, aku sangat merindukan nenek.”“Ya… ya… aku juga merindukan kalian, jadi?” Nyonya Thomson seperti sudah mengetahui apa niat anak dan cucunya datang ke sini.“Mom, aku tidak setuju kalau Thomson Company diberikan kepada Kenny. Dia hanya seorang wanita, lebih pantas Thomson Company diberikan kepada anakku, William,” ucap anak bungsunya.“Apa yang bisa William lakukan? Bukankah dia hanya suka bersenang-senang di Club?” timpal Julie, Ibu dari Kenny.“Apa bagusnya Kenny? Lebih baik anakku saja Dora yang meneruskan perusahaan,” sanggah anak kedua Nyonya Thomson.“Apakah kalian mengharapkan kami mati dan menikmati harta Thomson? Apakah kalian sudah tidak memiliki hati lagi?” tanya Nyonya Thomson.Setelah mengatakan itu, semua anak dan cucunya hanya menundukkan kepala, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Nyonya Thomson. Hanya Kenny yang berani mendekati Nyonya Thomson, Kenny adalah wanita muda yang penuh dengan kelembutan serta welas asih, sama seperti Nyonya Thomson. Maka dari itu, pasangan Thomson sangat mempercayai Kenny untuk meneruskan perusahaan yang selama ini mereka kelola.Tanpa mereka sadari, Austin memperhatikan pembicaraan mereka dari atas. Ia keluar karena merasa haus, tapi langkahnya terhenti, dia tertarik untuk mendengarkan perdebatan mereka. Bibirnya menyunggingkan senyum, lalu menggelengkan kepalanya."Kasihan sekali Nyonya Thomson, seluruh keluarganya sama seperti keluargaku yang haus akan harta," ucap Austin sambil tersenyum sinis. Austin terus memperhatikan mereka semua yang ada di bawah. Matanya menangkap sosok wanita muda dengan balutan jas yang elegan, wanita itu adalah Kenny."Apakah dia yang dimaksud Nyonya Thomson saat di rumah sakit tadi?" tanyanya pada diri sendiri.“Maafkan kami, Nek. Kami tidak bermaksud seperti itu, mungkin mereka mau membantuku untuk mengelola perusahaan, dan aku tidak mempermasalahkannya. Lagipula itu adalah perusaan keluarga kita bukan,” ucap Kenny menenangkan Nyonya Thomson sambil memeluknya dari samping.“Lihatlah, hanya Kenny saja yang bisa mengerti aku, kalian semua malah membuat aku pusing,” ucap Nyonya Thomson.“Ada apa ini?” tanya Tuan Thomson yang baru saja tiba.“Lihatlah anak-anakmu, kita belum mati saja sudah merebutkan harta, bagaimana kalau kita sudah mati? Pasti mereka senang dan berbahagia karena kematian kita,” balas Nyonya Thomson.“Apakah benar begitu?” tanya Tuan Thomson.“Tidak Dad, kami tidak bermaksud seperti itu, Kami hanya ingin anak-anak kami juga bekerja di Thomson Company sama seperti Kenny, bukan di kantor cabang,” jawab anak bungsu mereka.“Sudahlah, nanti kita bicarakan. Tadi aku habis dari peramal yang biasa meramal keluarga kita. Dia bilang, jika Mommy kalian menemukan pria dan membawanya pulang, maka pria itu harus dijadikan menantu di rumah ini. Peramal juga bilang, pria itulah yang akan membawa kejayaan untuk keluarga kita. Tapi yang menjadi masalah, kita tidak boleh asal memilih pria karena ramalan itu. Pria itu harus di bawa ke rumah dengan hati yang tulus,” terang Tuan Thomson.Tuan Thomson sangat mempercayai peramal yang dimaksud. Selama ini dia selalu mengikuti apa yang dikatakan oleh peramal itu karena ramalannya tidak pernah meleset, dan Tuan Thomson selalu mempercayainya bahkan menghormati peramal itu.Mendengar perkataan Tuan Thomson, Nyonya Thomson tersenyum bahagia. Tetapi tidak dengan Julie, Julie sudah mengetahui jika ibunya membawa seorang pria ke rumah. Dan Julie tidak menyukai Austin karena penampilan buruk Austin dan kasta yang rendah. Berbeda dengan anak dan cucunya yang lain, mereka semua menampilkan wajah keterkejutannya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Tuan Thomson.“Kenapa kamu tersenyum bahagia seperti itu?” tanya Tuan Thomson kepada istrinya.“Keberuntungan yang sangat tepat, aku baru saja membawa pria dari jalanan. Aku sengaja membawanya ke sini karena dia tidak memiliki tempat tinggal,” balas Nyonya Thomson.“Waah… apakah kamu serius? Di mana pria itu? Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya, keluarga kita pasti diberkati oleh Tuhan,” ucap Tuan Thomson sambil tersenyum puas.“Dia sedang istirahat, tadinya aku mau menceritakan ini padamu, dan aku berpikir untuk menjodohkan Austin dengan Kenny.”“Austin? Jadi nama pria itu Austin, nama yang bagus, aku setuju dengan ide kamu sayang,” ucap Tuan Thomson.“Kenapa harus dijodohkan dengan Kenny? Aku tidak menyukainya, suamiku juga tidak akan menyukainya,” tolak Julie.Austin mendengar semua perkataan Tuan Thomson dan penolakan Julie, ia sangat terkejut. Bagaimana mungkin ada kebetulan seperti yang ia alami?"Apakah ini yang dinamakan takdir? Apa mereka akan menerimaku seperti Nyonya Thomson menerimaku?""Tidak Dad! Aku menolak perjodohan itu!" tolak Julie lagi.Julie menolak perjodohan anaknya dengan pria yang baru ditemui ibunya. Latar belakang yang tidak jelas, bahkan status sosial yang tidak mungkin disandingkan dengan anaknya yang seorang CEO muda. Saudara perempuan Julie hanya mentertawakannya, mereka beruntung karena mereka tidak menjadi korban ramalan tidak jelas itu. “Bukan kamu dan suamimu yang menentukannya, tetapi aku, itupun kalau kamu mau menerima setengah harta keluarga Thomson,” ucap Tuan Thomson. “Kalau Kenny tidak mau, biar aku saja yang dijodohkan dengan pria itu Kek,” pinta Dora cepat saat mendengar kakeknya mau memberikan setengah kekayaan keluarga Thomson. “Tidak! Tidak! Aku setuju Kenny menikah dengan pria rendahan itu, tapi pegang janji Daddy,” timpal Julie. Tentu saja Julie menerima perjodohan itu untuk anaknya Kenny, iming-iming yang diberikan daddynya sangat menggiurkan. Harta Thomson tidak akan dilepaskan begitu saja, apalagi diberikan kepada saudara kan
"Maaf, Dad."Julie langsung bungkam tidak bersuara lagi, begitupun dengan anggota keluarga yang lainnya. Mereka tidak bisa merendahkan Austin di hadapan ketua keluarga Thomson, mereka semua tidak mau menjadi sasaran kemarahan pria tua yang selalu berkuasa di keluarga itu. “Terima kasih karena kamu mau menikahi Kenny, aku sangat senang sekali. Aku yakin kamu adalah pria yang baik,” timpal Nyonya Thomson sambil menggenggam tangan Austin. “Tidak nek, aku yang seharusnya berterima kasih, kalian sudah berbaik hati menerimaku di keluarga ini.” Semua anak dan cucu keluarga Thomson harus menerima keputusan ini, meskipun dengan berat hati. Mereka semua pasti akan bersatu, untuk menjatuhkan Kenny, dan melengserkannya dari Thomson Company. Setelah semua pembahasan tentang pernikahan terselesaikan, mereka semua pulang ke kediaman masing-masing, begitupun dengan Kenny dan Julie. *** Hari pernikahan akhirnya tiba, semua orang bersuka cita, tetapi tidak dengan Julie dan saudara lainnya. Mereka
"Kenapa diam? Benarkan apa yang aku katakan?" ucap Julie lagi sambil berkacak pinggang. Hati Austin seperti sedang disayat ribuan silet tak kasat mata saat menerima hinaan dari mertuanya. Bahkan saat Julie menghinanya Kenny tidak perduli, dan dia dengan acuh masuk ke dalam rumah. Julie yang sudah puas menghina Austin langsung masuk bersama dengan suaminya. Austin merasa bingung, ia hanya duduk di teras rumah sambil memeluk tasnya. Austin merasa tidak diterima di rumah sehingga ia tidak berani melangkah masuk. Hampir satu jam Austin duduk dan berdiam diri di teras, hingga Kenny datang dan menyuruhnya masuk ke dalam rumah. “Kenapa kau tidak masuk?” tanya Kenny, tangannya terlipat di dada sambil menatap wajah suami barunya. “Aku merasa kalian tidak menerimaku, aku takut melangkah masuk dan membuat ibumu marah. Aku juga tidak tahu harus meletakkan barangku di mana.” “Ayo ikut aku." Austin menerima ajakan Kenny dan mengikutinya dari belakang. Kali ini Kenny tidak berkomentar apapun sa
"I-iya Nyonya," balas Auztin kaku. Ibu mertuanya selalu menatapnya dengan tatapan permusuhan, Austin sudah biasa melihat tatapan permusuhan seperti itu dari para keluarganya dulu. Austin meneguk air liurnya saat bentakan demi bentakan terlontar dari bibir Julie. 'Kenapa sikapnya sangat berbeda sekali dengan Nyonya Thomson? Padahal Nyonya Thomson wanita yang sangat lembut,' batinnya. Melihat Austin terdiam membuat Julie merasa geram. "Kenapa memandangku seperti itu?! Pasti kamu sedang memakiku di dalam hatimu 'kan?!" bentak Jenifer lagi. Austin terkejut saat wajahnya dituding oleh Ibu mertuanya. Tanpa ia sadari, kakinya mengambil langkah mudur dan tidak sengaja menjatuhkan vas bunga yang ada di belakangnya. Pecahan vas bunga mengalihkan perhatian Julie, matanya membola saat vas bunga kesayangannya dipecahkan oleh menantu yang tak diharapkan. "Vas kesayanganku! Kamu! Kamu pria pembawa sial! Kamu lihat vas ini, vas ini adalah vas kesayanganku dan kamu tidak akan bisa menggantinya seu
'Oh tidak,' batin Austin, ia mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir istrinya. Austin berusaha mengenyahkan kemarahan yang saat ini melingkupi hati. Ia memejamkan mata, berusaha mengontrol kekuatannya. Tanpa ia inginkan, senyuman Kenny saat di kediaman Nyonya Thomson terlintas dalam ingatannya, sontak ia pun tersenyum saat mengingat itu. Api yang tadi keluar sudah diserap kembali oleh telapak tangannya. Saat Austin membuka matanya, ternyata Kenny sudah ada di hadapannya. 'Semoga dia tidak melihat api tadi,' harapnya dalam hati. "Sinar apa tadi?" tanya Kenny lagi karena tidak mendapat jawaban dari Austin. "Sinar apa?" balas Austin pura-pura tidak tahu sinar apa yang dilihat istrinya. "Aku melihat sinar merah seperti cahaya api, atau aku salah melihat?" tanya Kenny bingung. "Mungkin hanya perasaanmu saja, atau kamu sedang bermimpi," balas Austin sambil tersenyum. "Aku yakin, aku tidak bermimpi, atau memang benar aku bermimpi?" gumam Kenny sambil berjalan lagi ke ranjangnya,
"Mencuci pakaian," balas Austin singkat. "Bodoh! Bukan seperti ini jika mencuci, menantu sampah yang sia-sia, mencuci saja tidak bisa!" bentak Julie. Austin merasa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ibu mertuanya, ia merasa sudah benar mencuci pakaian tersebut. Tapi saat pandangannya melihat ke bawah, ia terkejut saat melihat begitu banyak busa yang keluar dari sela mesin cuci. "Berapa banyak detergent yang kau tuangkan? Kalau seperti ini rusak semua pakaianku! Dasar pria tidak berguna!" maki Julie. Austin terdiam, ia memang merasa salah dan tidak berguna. Berulang kali Austin memohon maaf pada Ibu mertuanya. Ia juga berulang kali membungkukkan tubuhnya di hadapan Julie. Julie memiliki hati yang keras, dan tidak bisa menerima permohonan maaf menantunya. Justru Julie memukul-mukul kepala Austin sambil terus memakinya. "Bodoh! Dasar bodoh! Pagiku kacau karena pria bodoh sepertimu," maki Julie sambil terus memukulinya dengan botol detergent. Kehebohan yang dibuat Julie tertang
"Apa yang terjadi Mom?" tanya Kenny. Aktivitasnya terusik karena teriakan Austin. Austin berjongkok dengan memeluk erat kedua kakinya, kepalanya pun ditundukkan. "Aku mohon matikan itu! Matikan itu!" teriak Austin histeris. Kenny bingung dengan ketakutan suaminya, ia menoleh pada ibunya, mananyakan maksud Austin dengan mengangkat dagu. "Tanya saja pada pria gila itu! Dia berteriak histeris setelah aku mematik api," balas Julie. Kenny paham dengan ketakutan suaminya, dia mematikan kompor, lalu pergi begitu saja meninggalkan Austin yang sedang dilingkupi rasa ketakutan. Julie memandang hina menantunya, ia menarik tangan Austin hingga kaki berdiri dengan kokoh. "Benar-benar menantu tidak berguna, hanya api kecil saja kamu takut," gumam Julie sambil memandang Austin. Austin masih terpaku di tempatnya, matanya melihat kompor yang sudah dimatikan oleh Kenny. Ia bernapas lega, meski hanya kecil, tapi api mampu mengingatkannya pada kejadian malam naas itu. Tentu saja Julie dan Kenny tida
"Bukan urusanmu!" balas Julie. Edward mengejar langakah istrinya, ia tidak tega melihat Austin diseret paksa layaknya hewan. Sedangkan Kenny, ia hanya melihat perbuatan sang Ibu tanpa ada niat ingin membantu. "Lepaskan! Semakin lama sikapmu semakin menjadi saja," ucap Edward. "Apa perdulimu? Jangan ikut campur urusanku, cukup tahu diri saja karena kau hidup dari belas kasihku. Kau dan dia sama-sama tidak berguna," balas Julie. Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya, sedangkan Edward mengepalkan tangannya, nampak jelas kemarahan dalam dirinya. Lagi-lagi Austin menggelengkan kepala pada Ayah mertuanya untuk mencegah keributan lebih dalam lagi. Tanpa menghiraukan suaminya, Julie menarik tangan Austin dan memasukkannya ke dalam mobil. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya Austin. "Jalan Pak!" ucap Julie pada supir yang ada di hadapannya tanpa menjawab pertanyaan Austin. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya sang supir sambil melihat dari kaca spion dalam. "Tidak usah banyak tanya