'Oh tidak,' batin Austin, ia mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir istrinya.
Austin berusaha mengenyahkan kemarahan yang saat ini melingkupi hati. Ia memejamkan mata, berusaha mengontrol kekuatannya. Tanpa ia inginkan, senyuman Kenny saat di kediaman Nyonya Thomson terlintas dalam ingatannya, sontak ia pun tersenyum saat mengingat itu. Api yang tadi keluar sudah diserap kembali oleh telapak tangannya.Saat Austin membuka matanya, ternyata Kenny sudah ada di hadapannya. 'Semoga dia tidak melihat api tadi,' harapnya dalam hati."Sinar apa tadi?" tanya Kenny lagi karena tidak mendapat jawaban dari Austin."Sinar apa?" balas Austin pura-pura tidak tahu sinar apa yang dilihat istrinya."Aku melihat sinar merah seperti cahaya api, atau aku salah melihat?" tanya Kenny bingung."Mungkin hanya perasaanmu saja, atau kamu sedang bermimpi," balas Austin sambil tersenyum."Aku yakin, aku tidak bermimpi, atau memang benar aku bermimpi?" gumam Kenny sambil berjalan lagi ke ranjangnya, tangannya pun tidak tinggal diam, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena kebingungan yang ia rasakan.Austin melihat punggung Kenny yang menjauh, ia tersenyum melihat istrinya kebingungan. Ia juga merasa lega karena Kenny tidak melihat kekuatan yang dimilikinya.'Aku tidak boleh terbawa emosi, jika tidak, keluarga ini yang akan menjadi korbannya,' ucapnya dalam hati.Austin mengikuti langkah istrinya dari belakang, ia berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Kenny pun sama, ia telah merebahkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut. Austin melihat punggung istrinya sambil tersenyum senang.'Ternyata senyummu mampu mengalihkan emosiku,' batinnya sambil tersenyum.Austin mencoba untuk meraih alam mimpi sama seperti yang dilakukan Kenny. Tidak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah terlelap.***"Mana pria itu?!" tanya Julie dengan berteriak, ia memasuki kamar mereka dengan menghentakkan kaki.Kenny dan Austin yang masih tertidur terkejut mendengar teriakan Julie, sontak mereka bangun dan menatap wajah Julie."Bagus kalau kamu tahu diri tidak tidur dengan putriku! Pria malas! Sudah jam segini masih tidur, bangun kamu!" teriak Julie lagi.Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya pada Austin, tapi ia mengacuhkannya, tidak membela Austin ataupun menegur ibunya. Kenny berjalan dengan gontai menuju kamar mandi. Sedangkan Austin langsung berdiri tegap hingga selimutnya terjatuh ke lantai."I-iya Nyonya," balas Austin."Bersihkan rumah, jangan menganggap dirimu Tuan di sini. Pembantu di rumah ini sudah aku pecat dan kamu yang menggantikannya," ucap Julie lagi dengan congkak.Austin menganggukkan kepalanya meski ragu, ia tidak menyangka jika ia dijadikan pembantu di rumah ini. Julie melempar pakaian kotor yang ada di tangannya hingga berhamburan di hadapan Austin. Karena tidak siap, Austin tidak bisa menangkap cucian kotor yang baru saja dilempar Julie."Cuci itu sampai bersih!" perintah Julie lalu pergi meninggalkan Austin dengan segala kebingungannya.Austin memunguti pakaian kotor yang ada di lantai, lalu membawanya ke ruang cuci. Austin melihat beberapa mesin cuci, ia berdiri memandangi mesin yang ada di hadapannya."Bagaimana cara menggunakannya?" tanya Austin pada diri sendiri.Selama ini ia selalu dilayani oleh maid yang ada di kediaman Jacob. Ia sama sekali tidak pernah menyentuh pekerjaan selama hidupnya. Ia diperlakukan spesial layaknya pangeran yang selalu diberikan fasilitas untuk mempermudah hidupnya.Lama memandangi mesin cuci yang ada di hadapannya, tapi ia masih belum menemukan cara untuk mengoperasikannya. Matanya beralih pada tumpukan datergent dan pelembut yang ada di etalase."Ini untuk apa?" gumamnya lagi sambil memegang satu botol detergent.Austin memutar-mutar botol itu mencari tahu apa kegunaannya. Setelah ia mengetahuinya, ia langsung menuangkan detergent itu ke dalam mesin cuci. Dilihatnya banyak tombol di bagian atas mesin cuci, ia memencet asal beberapa tombol, tapi mesin cuci masih belum menunjukkan kinerjanya."Pantas tidak hidup, aku belum menyambungkan listriknya," gumamnya saat melihat sambungan listrik.Austin menyambungkan listrik dan memasukkan semua pakaian yang ada di tangannya ke dalam mesin cuci."Hei! Apa yang kamu lakukan?!""Mencuci pakaian," balas Austin singkat. "Bodoh! Bukan seperti ini jika mencuci, menantu sampah yang sia-sia, mencuci saja tidak bisa!" bentak Julie. Austin merasa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ibu mertuanya, ia merasa sudah benar mencuci pakaian tersebut. Tapi saat pandangannya melihat ke bawah, ia terkejut saat melihat begitu banyak busa yang keluar dari sela mesin cuci. "Berapa banyak detergent yang kau tuangkan? Kalau seperti ini rusak semua pakaianku! Dasar pria tidak berguna!" maki Julie. Austin terdiam, ia memang merasa salah dan tidak berguna. Berulang kali Austin memohon maaf pada Ibu mertuanya. Ia juga berulang kali membungkukkan tubuhnya di hadapan Julie. Julie memiliki hati yang keras, dan tidak bisa menerima permohonan maaf menantunya. Justru Julie memukul-mukul kepala Austin sambil terus memakinya. "Bodoh! Dasar bodoh! Pagiku kacau karena pria bodoh sepertimu," maki Julie sambil terus memukulinya dengan botol detergent. Kehebohan yang dibuat Julie tertang
"Apa yang terjadi Mom?" tanya Kenny. Aktivitasnya terusik karena teriakan Austin. Austin berjongkok dengan memeluk erat kedua kakinya, kepalanya pun ditundukkan. "Aku mohon matikan itu! Matikan itu!" teriak Austin histeris. Kenny bingung dengan ketakutan suaminya, ia menoleh pada ibunya, mananyakan maksud Austin dengan mengangkat dagu. "Tanya saja pada pria gila itu! Dia berteriak histeris setelah aku mematik api," balas Julie. Kenny paham dengan ketakutan suaminya, dia mematikan kompor, lalu pergi begitu saja meninggalkan Austin yang sedang dilingkupi rasa ketakutan. Julie memandang hina menantunya, ia menarik tangan Austin hingga kaki berdiri dengan kokoh. "Benar-benar menantu tidak berguna, hanya api kecil saja kamu takut," gumam Julie sambil memandang Austin. Austin masih terpaku di tempatnya, matanya melihat kompor yang sudah dimatikan oleh Kenny. Ia bernapas lega, meski hanya kecil, tapi api mampu mengingatkannya pada kejadian malam naas itu. Tentu saja Julie dan Kenny tida
"Bukan urusanmu!" balas Julie. Edward mengejar langakah istrinya, ia tidak tega melihat Austin diseret paksa layaknya hewan. Sedangkan Kenny, ia hanya melihat perbuatan sang Ibu tanpa ada niat ingin membantu. "Lepaskan! Semakin lama sikapmu semakin menjadi saja," ucap Edward. "Apa perdulimu? Jangan ikut campur urusanku, cukup tahu diri saja karena kau hidup dari belas kasihku. Kau dan dia sama-sama tidak berguna," balas Julie. Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya, sedangkan Edward mengepalkan tangannya, nampak jelas kemarahan dalam dirinya. Lagi-lagi Austin menggelengkan kepala pada Ayah mertuanya untuk mencegah keributan lebih dalam lagi. Tanpa menghiraukan suaminya, Julie menarik tangan Austin dan memasukkannya ke dalam mobil. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya Austin. "Jalan Pak!" ucap Julie pada supir yang ada di hadapannya tanpa menjawab pertanyaan Austin. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya sang supir sambil melihat dari kaca spion dalam. "Tidak usah banyak tanya
"Benar, dia Tuan muda Austin, cepat alihkan mobil Tuan Robet, jangan sampai dia melihat Tuan muda Austin! Jika ia melihatnya pasti kita juga terkena hukuman," ucap pengawal Robert yang dulu membantu Austin. Robert hanya mendapat kabar dari pengawalnya jika mereka sudah berhasil membuang Austin ke jurang. Dan Robert mempercayai itu semua. Pengawal itu mengemudikan mobil mendahului kendaraan pengawal yang ada di hadapannya. Begitu sampai di samping mobil Robert, mereka memelankan laju kendaraannya, berusaha menutupi pandangan Robert agar tidak melihat Austin. Jantung kedua pengawal itu berdetak tak menentu, mereka juga takut akan kemarahan Robert yang terkenal kejam pada bawahannya. Rupanya Austin meyadari pemilik kendaraan yang melintas, lalu menyembunyikan diri di balik batang pohon. Ia tidak mau tertangkap oleh pamannya dan berakhir meregang nyawa. Kali ini ia tidak ingin mati, ia ingin menjalani kehidupan barunya meski terasa berat. "Beruntung Tuan muda Austin bersembunyi," gumam
"Untuk apa dia di sini?" gumam pria itu lagi. Pria tua itu menghampiri Austin dengan langkah pendekknya, ia berjalan dengan bantuan tongkat tua yang selalu setia menemainya di hari tua. Matanya tidak lepas memandangi cucu menantunya. Ia heran, mengapa Austin bisa ada di desa terpencil seperti ini? "Austin, mengapa kau bisa berada di sini nak?" tanya Tuan Thomson. Austin terkejut melihat sosok tua yang ia kenal, Austin pun menghela napas lega karena dipertemukan dengan Tuan Thomson. "Tadinya aku sedang mencari pekerjaan, Kek. Tapi aku tersesat dan aku senang melihat mereka semua menjaring ikan itu," balas Austin berbohong. Tuan Thomson melihat pemandangan yang baru saja Austin sebutkan, ia juga merasa senang dengan apa yang ia lihat. Kebahagiaan terukir di wajah warga desa, tidak sedikit warga yang datang untuk menjaring ikan di danau itu. "Tuhan memberkati mereka dengan rezeki yang melimpah, tidak biasanya bongkahan es di kawasan ini bisa mencair dengan tiba-tiba," ucap Tuan Tho
"Maaf Tuan, di depan ada rombongan keluarga Jacob," balas supir. "Baiklah, tunggu saja, jangan membuat masalah dengan keluarga Jacob," ucap Tuan Thomson. Austin mengerenyitkan kening saat nama keluarganya disebut, jantungnya pun berdetak tak menentu. Pandangannya mencari rombongan yang dimaksud. Ia tahu jika pamannya memiliki sifat kejam, tapi ia tidak menyangka kekejaman itu bahkan sampai ke negara luar. "Kenapa kau seperti ketakutan?" tanya Tuan Thomson. "Tidak Kek, aku hanya takjub saja melihat rombongan di depan," balas Austin berbohong. Beruntung rombongan Jacob berada di depannya hingga tidak memungkinkan Robert melihat dirinya. Kelegaan kian terasa saat rombongan yang ada di hadapannya menghilang. Begitu juga dengan Tuan Thomson. Meski keluarga Thomson menduduki peringkat pertama di negaranya, mereka tak akan bisa menandingi keluarga Jacob. Robert terkenal dengan kekejamannya saat berbisnis, hingga siapa saja pasti akan tunduk pada perintahnya. Berbeda dengan sang kakek,
"Pemuda siapa yang kau maksud?" "Wilson, putra Robert Jacob," balas Nyonya Thomson. Austin membeku di tempat saat mendengar nama sepupunya disebut, ia tidak menyangka Wilson berkunjung ke kediaman keluarga Thomson. 'Apakah Wilson sudah mengetahui keberadaanku?' batin Austin. Bukan hanya Austin yang membeku mendengar kabar kedatangan Wilson Jacob. Tuan Thomson juga sama terkejutnya saat mendengar nama keluarga yang sangat ia hindari berkunjung langsung ke kediamannya. "Apa yang ia katakan?" tanya Tuan Thomson. "Seperti biasa, mereka menginginkan Kenny," balas Nyonya Thomson. Tanpa Austin ketahui, selama ini Wilson sudah mengincar Kenny untuk dijadikan istrinya. Tapi Kenny terus menolak keinginan Wilson, beruntungnya, Wilson benar-benar mencintainya, hingga Wilson tak ada niat sedikit pun untuk menyakiti Kenny dan keluarganya. Austin terkejut saat mendegar perkataan Nyonya Thomson, ia memikirkan bagaimana cara menjauhkan diri dari keluarganya? Meski ia memiliki kekuatan untuk mel
"Tentu saja aku memperlakukannya dengan baik, bukankah begitu Austin?" Julie masuk ke dalam rumah, ia langsung menjawab pertanyaan Tuan Thomson sebelum Austin membuka suara. Ia takut Austin mengatakan apa yang ia perbuat pagi tadi. Julie tidak mau membuat orangtuanya marah dan menarik kembali harta yang sudah diberikan. "Benarkah begitu, Nak?" tanya Nyonya Thomson tak percaya pada perkataan putrinya, ia sangat paham bagaimana watak Julie selama ini. Julie duduk di samping Austin, ia menatap Austin dengan tatapan tajam, tapi tatapan itu tersamarkan dengan senyum yang ia berikan. Julie mendekati tubuh menantunya, lalu mencubit pinggang Austin untuk memperingatinya. "T-tentu Nek, Momy sangat baik dan perhatian padaku," balas Austin sambil menggeser tubuhnya menjauh dari Julie. "Bagus jika memang seperti itu, aku harap kau memperlakukan menantumu dengan baik, jangan sampai kau menyesali perbuatanmu nanti," ucap Nyonya Thomson memperingati putrinya, "Tentu saja Mom," balas Julie samb