"I-iya Nyonya," balas Auztin kaku.
Ibu mertuanya selalu menatapnya dengan tatapan permusuhan, Austin sudah biasa melihat tatapan permusuhan seperti itu dari para keluarganya dulu. Austin meneguk air liurnya saat bentakan demi bentakan terlontar dari bibir Julie.'Kenapa sikapnya sangat berbeda sekali dengan Nyonya Thomson? Padahal Nyonya Thomson wanita yang sangat lembut,' batinnya.Melihat Austin terdiam membuat Julie merasa geram. "Kenapa memandangku seperti itu?! Pasti kamu sedang memakiku di dalam hatimu 'kan?!" bentak Jenifer lagi.Austin terkejut saat wajahnya dituding oleh Ibu mertuanya. Tanpa ia sadari, kakinya mengambil langkah mudur dan tidak sengaja menjatuhkan vas bunga yang ada di belakangnya. Pecahan vas bunga mengalihkan perhatian Julie, matanya membola saat vas bunga kesayangannya dipecahkan oleh menantu yang tak diharapkan."Vas kesayanganku! Kamu! Kamu pria pembawa sial! Kamu lihat vas ini, vas ini adalah vas kesayanganku dan kamu tidak akan bisa menggantinya seumur hidupmu!" bentak Julie sambil menunjukkan pecahan vas di hadapan wajah Austin.Julie memajukan pecahan vas yang ada di tangannya, pecahan itu diarahkannya pada wajah Austin. Kemarahannya memuncak, ia tidak terima Austin memecahkan vas kesayangannya. Austin takut melihat kemarahan Ibu mertuanya, ia mengambil langkah mundur. Langkah itu bersamaan dengan teriakan Kenny yang berjalan ke arah mereka."Ada apa sih Mom teriak-teriak seperti itu?" tanya Kenny.Julie membalikkan tubuh menghadap anaknya, tapi tangannya masih ditudingkan di depan wajah menantunya. Pergerakkannya tidak seimbang sehingga pecahan itu menggores pipi Austin. Austin juga tidak menyadari pergerakan Ibu mertuanya, saat itu ia fokus melihat kedatangan Kenny."Sthh...." rintih Austin memegangi pipinya yang tergores pecahan vas."Mom! Apa yang Mommy lakukan? Lihat perbuatan Mommy padanya," ucap Kenny pada ibunya."Apa?" tanya Julie, ia masih belum menyadari perbuatannya.Kenny memutar tubuh ibunya menghadap Austin, bukannya merasa kasihan, Julie justru menyunggingkan senyuman sinisnya. Kenny tidak habis pikir dengan perbuatan ibunya. Meskipun Kenny tidak menyetujui pernikahan ini, tapi ia tidak ada niat untuk melukai Austin seperti yang dilakukan ibunya."Hanya luka kecil saja, tidak usah manja," balas Julie acuh lalu pergi meninggalkan Austin dan Kenny.Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya, ia langsung mencari kotak obat yang ada di kamarnya. Tindakan Kenny tidak luput dari pengamatan Austin. Bibirnya tersenyum saat melihat sang istri membelanya. 'Aku harap kamu wanita yang baik seperti Nyonya Thomson,' batin Austin berharap.Austin mengikuti langkah istrinya sampai ke dalam kamar, ia berdiri tepat di belakang tubuh Kenny. Saat Kenny hendak membalikkan tubuhnya, ia terkejut dengan kehadiran Austin. Sontak Kenny memberikan kotak obat itu dengan kasar pada suaminya, lalu ia merebahkan tubuhnya di kasur.Austin memperhatikan pergerakan istrinya. Ia memandang kotak obat di tangannya. lalu beralih menatap lagi tubuh Kenny yang sudah tertutup selimut. Austin tersenyum melihat itu semua, lalu duduk di sofa. Ia pikir Kenny mau membantunya mengobati luka di pipi, tapi sayang, Kenny hanya memberikan kotak obat saja padanya.Luka di pipi hanya sebatas goresan kecil, ia tidak menderita karena goresan itu. Diambilnya kapas dan obat cair lalu menyapunya pada luka. 'Baru sehari menjadi menantu di rumah ini, tapi aku sudah mendapatkan luka. Apakah dulu Mommy mendapatkan luka seperti ini dari para saudaranya?' batin Austin.Austin membuang kapas yang ada di tangannya dengan kasar. Ia merasa kesal karena mengingat hinaan yang ibunya terima. Austin mengepalkan tangannya hingga urat ketara sekali dalam pandangan. Austin berusaha menenangkan amarahnya, ia memejamkan mata berusa mengenyahkan kekesalan itu.Hatinya kembali terasa sesak saat mengingat teriakan orangtuanya pada malam naas itu. Bulir keringat sudah membasahi wajahnya, urat di leher manandakan kemarahan yang tak bisa mereda dalam sekejap waktu.Austin bangkit dari duduknya dan mengambil lagkah lebar menuju balkon kamar. Kepalan kedua tangannya masih belum terlepas. Ia terus menggelengkan kepalanya, terus berusaha mengenyahkan kenangan mengerikan itu."Apa yang terjadi? Sinar apa tadi?"'Oh tidak,' batin Austin, ia mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir istrinya. Austin berusaha mengenyahkan kemarahan yang saat ini melingkupi hati. Ia memejamkan mata, berusaha mengontrol kekuatannya. Tanpa ia inginkan, senyuman Kenny saat di kediaman Nyonya Thomson terlintas dalam ingatannya, sontak ia pun tersenyum saat mengingat itu. Api yang tadi keluar sudah diserap kembali oleh telapak tangannya. Saat Austin membuka matanya, ternyata Kenny sudah ada di hadapannya. 'Semoga dia tidak melihat api tadi,' harapnya dalam hati. "Sinar apa tadi?" tanya Kenny lagi karena tidak mendapat jawaban dari Austin. "Sinar apa?" balas Austin pura-pura tidak tahu sinar apa yang dilihat istrinya. "Aku melihat sinar merah seperti cahaya api, atau aku salah melihat?" tanya Kenny bingung. "Mungkin hanya perasaanmu saja, atau kamu sedang bermimpi," balas Austin sambil tersenyum. "Aku yakin, aku tidak bermimpi, atau memang benar aku bermimpi?" gumam Kenny sambil berjalan lagi ke ranjangnya,
"Mencuci pakaian," balas Austin singkat. "Bodoh! Bukan seperti ini jika mencuci, menantu sampah yang sia-sia, mencuci saja tidak bisa!" bentak Julie. Austin merasa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ibu mertuanya, ia merasa sudah benar mencuci pakaian tersebut. Tapi saat pandangannya melihat ke bawah, ia terkejut saat melihat begitu banyak busa yang keluar dari sela mesin cuci. "Berapa banyak detergent yang kau tuangkan? Kalau seperti ini rusak semua pakaianku! Dasar pria tidak berguna!" maki Julie. Austin terdiam, ia memang merasa salah dan tidak berguna. Berulang kali Austin memohon maaf pada Ibu mertuanya. Ia juga berulang kali membungkukkan tubuhnya di hadapan Julie. Julie memiliki hati yang keras, dan tidak bisa menerima permohonan maaf menantunya. Justru Julie memukul-mukul kepala Austin sambil terus memakinya. "Bodoh! Dasar bodoh! Pagiku kacau karena pria bodoh sepertimu," maki Julie sambil terus memukulinya dengan botol detergent. Kehebohan yang dibuat Julie tertang
"Apa yang terjadi Mom?" tanya Kenny. Aktivitasnya terusik karena teriakan Austin. Austin berjongkok dengan memeluk erat kedua kakinya, kepalanya pun ditundukkan. "Aku mohon matikan itu! Matikan itu!" teriak Austin histeris. Kenny bingung dengan ketakutan suaminya, ia menoleh pada ibunya, mananyakan maksud Austin dengan mengangkat dagu. "Tanya saja pada pria gila itu! Dia berteriak histeris setelah aku mematik api," balas Julie. Kenny paham dengan ketakutan suaminya, dia mematikan kompor, lalu pergi begitu saja meninggalkan Austin yang sedang dilingkupi rasa ketakutan. Julie memandang hina menantunya, ia menarik tangan Austin hingga kaki berdiri dengan kokoh. "Benar-benar menantu tidak berguna, hanya api kecil saja kamu takut," gumam Julie sambil memandang Austin. Austin masih terpaku di tempatnya, matanya melihat kompor yang sudah dimatikan oleh Kenny. Ia bernapas lega, meski hanya kecil, tapi api mampu mengingatkannya pada kejadian malam naas itu. Tentu saja Julie dan Kenny tida
"Bukan urusanmu!" balas Julie. Edward mengejar langakah istrinya, ia tidak tega melihat Austin diseret paksa layaknya hewan. Sedangkan Kenny, ia hanya melihat perbuatan sang Ibu tanpa ada niat ingin membantu. "Lepaskan! Semakin lama sikapmu semakin menjadi saja," ucap Edward. "Apa perdulimu? Jangan ikut campur urusanku, cukup tahu diri saja karena kau hidup dari belas kasihku. Kau dan dia sama-sama tidak berguna," balas Julie. Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya, sedangkan Edward mengepalkan tangannya, nampak jelas kemarahan dalam dirinya. Lagi-lagi Austin menggelengkan kepala pada Ayah mertuanya untuk mencegah keributan lebih dalam lagi. Tanpa menghiraukan suaminya, Julie menarik tangan Austin dan memasukkannya ke dalam mobil. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya Austin. "Jalan Pak!" ucap Julie pada supir yang ada di hadapannya tanpa menjawab pertanyaan Austin. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya sang supir sambil melihat dari kaca spion dalam. "Tidak usah banyak tanya
"Benar, dia Tuan muda Austin, cepat alihkan mobil Tuan Robet, jangan sampai dia melihat Tuan muda Austin! Jika ia melihatnya pasti kita juga terkena hukuman," ucap pengawal Robert yang dulu membantu Austin. Robert hanya mendapat kabar dari pengawalnya jika mereka sudah berhasil membuang Austin ke jurang. Dan Robert mempercayai itu semua. Pengawal itu mengemudikan mobil mendahului kendaraan pengawal yang ada di hadapannya. Begitu sampai di samping mobil Robert, mereka memelankan laju kendaraannya, berusaha menutupi pandangan Robert agar tidak melihat Austin. Jantung kedua pengawal itu berdetak tak menentu, mereka juga takut akan kemarahan Robert yang terkenal kejam pada bawahannya. Rupanya Austin meyadari pemilik kendaraan yang melintas, lalu menyembunyikan diri di balik batang pohon. Ia tidak mau tertangkap oleh pamannya dan berakhir meregang nyawa. Kali ini ia tidak ingin mati, ia ingin menjalani kehidupan barunya meski terasa berat. "Beruntung Tuan muda Austin bersembunyi," gumam
"Untuk apa dia di sini?" gumam pria itu lagi. Pria tua itu menghampiri Austin dengan langkah pendekknya, ia berjalan dengan bantuan tongkat tua yang selalu setia menemainya di hari tua. Matanya tidak lepas memandangi cucu menantunya. Ia heran, mengapa Austin bisa ada di desa terpencil seperti ini? "Austin, mengapa kau bisa berada di sini nak?" tanya Tuan Thomson. Austin terkejut melihat sosok tua yang ia kenal, Austin pun menghela napas lega karena dipertemukan dengan Tuan Thomson. "Tadinya aku sedang mencari pekerjaan, Kek. Tapi aku tersesat dan aku senang melihat mereka semua menjaring ikan itu," balas Austin berbohong. Tuan Thomson melihat pemandangan yang baru saja Austin sebutkan, ia juga merasa senang dengan apa yang ia lihat. Kebahagiaan terukir di wajah warga desa, tidak sedikit warga yang datang untuk menjaring ikan di danau itu. "Tuhan memberkati mereka dengan rezeki yang melimpah, tidak biasanya bongkahan es di kawasan ini bisa mencair dengan tiba-tiba," ucap Tuan Tho
"Maaf Tuan, di depan ada rombongan keluarga Jacob," balas supir. "Baiklah, tunggu saja, jangan membuat masalah dengan keluarga Jacob," ucap Tuan Thomson. Austin mengerenyitkan kening saat nama keluarganya disebut, jantungnya pun berdetak tak menentu. Pandangannya mencari rombongan yang dimaksud. Ia tahu jika pamannya memiliki sifat kejam, tapi ia tidak menyangka kekejaman itu bahkan sampai ke negara luar. "Kenapa kau seperti ketakutan?" tanya Tuan Thomson. "Tidak Kek, aku hanya takjub saja melihat rombongan di depan," balas Austin berbohong. Beruntung rombongan Jacob berada di depannya hingga tidak memungkinkan Robert melihat dirinya. Kelegaan kian terasa saat rombongan yang ada di hadapannya menghilang. Begitu juga dengan Tuan Thomson. Meski keluarga Thomson menduduki peringkat pertama di negaranya, mereka tak akan bisa menandingi keluarga Jacob. Robert terkenal dengan kekejamannya saat berbisnis, hingga siapa saja pasti akan tunduk pada perintahnya. Berbeda dengan sang kakek,
"Pemuda siapa yang kau maksud?" "Wilson, putra Robert Jacob," balas Nyonya Thomson. Austin membeku di tempat saat mendengar nama sepupunya disebut, ia tidak menyangka Wilson berkunjung ke kediaman keluarga Thomson. 'Apakah Wilson sudah mengetahui keberadaanku?' batin Austin. Bukan hanya Austin yang membeku mendengar kabar kedatangan Wilson Jacob. Tuan Thomson juga sama terkejutnya saat mendengar nama keluarga yang sangat ia hindari berkunjung langsung ke kediamannya. "Apa yang ia katakan?" tanya Tuan Thomson. "Seperti biasa, mereka menginginkan Kenny," balas Nyonya Thomson. Tanpa Austin ketahui, selama ini Wilson sudah mengincar Kenny untuk dijadikan istrinya. Tapi Kenny terus menolak keinginan Wilson, beruntungnya, Wilson benar-benar mencintainya, hingga Wilson tak ada niat sedikit pun untuk menyakiti Kenny dan keluarganya. Austin terkejut saat mendegar perkataan Nyonya Thomson, ia memikirkan bagaimana cara menjauhkan diri dari keluarganya? Meski ia memiliki kekuatan untuk mel
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.