Share

BAB 2

'Kenapa aku tidak mati juga? Suhu di luar sini sangat dingin, tapi kenapa rasanya hangat sakali? Apakah ini karena kekuatan yang aku punya?' rintihnya dalam hati.

Kekuatannya merespon suhu yang ada di sekitarnya, meski tubuh luar Austin merasa dingin, tapi suhu dalam tubuhnya tetap menghangat. Austin memejamkan matanya, bulu matanya sudah berubah menjadi es, begitupun dengan rambutnya. Tubuhnya sudah tertutup oleh tumpukkan salju, bergerak pun tidak sanggup karena salju membekukan seluruh tubuh luarnya.

'Kenapa kau menyikasaku seperti ini, Tuhan? Aku hanya ingin mati,' ucapnya dalam hati.

Meski menutup mata, Austin mampu mendengar suara di sikitarnya. Banyak pengendara yang melintas tapi tidak ada yang sadar akan kehadiran dirinya. Sudah hampir sebulan Austin terbenam di tumpukkan salju. Tidak ada niat sedikitpun untuk pergi dari tempatnya meski ia mampu. Hanya kematian yang ia inginkan.

"Oh Tuhan, kemana jatuhnya kalungku?" Austin mendengar suara wanita di dekatnya. Dia tidak berharap Wanita itu mau menolongnya, bagi Austin tidak ada orang baik selain orangtuanya.

Wanita tua itu mencari kalungnya sampai dia berjalan ke arah Austin. "Kenapa di sana ada tumpukan salju yang begitu tinggi?" gumam wanita tua itu sambil melangkah ke arah Austin.

Austin merasa Wanita tua itu akan mendekat, sontak dia membuka kelopak matanya dengan berat. Austin terkejut saat pandangan mereka bertemu. Wanita tua itu menutup mulutnya karena terkejut saat melihat Austin.

"Oh, ya Tuhan. Kenapa kamu ada di sana?" tanya wanita tua sambil mengali salju yang menutupi tubuh Austin dengan kedua tangannya.

Dirasa tidak akan membuahkan hasil jika dia sendiri, wanita tua memanggil supir dan anak buahnya untuk membantunya mengeluarkan Austin. Saat Austin berhasil dikeluarkan, mereka semua terkejut melihat Austin yang terbujur kaku.

"Lebih baik kita bawa saja ke rumah sakit Nyonya, aku rasa pemuda ini masih hidup," ucap salah satu pengawal saat merasakan hembusan napas dari hidung Austin.

"Ya, ya, bawa pemuda ini ke rumah sakit, aku yang bertanggungjawab," balas wanita tua yang dipanggil Nyonya.

Para pengawal menggotong tubuh Austin yang terbujur kaku seperti mayat. Austin merasa tersentuh melihat kebaikan wanita tua yang menolongnya. 'Aku pikir tidak ada orang baik sepertimu, Mom,' ucap Austin dalam hatinya. Austin merasa hidup tidaklah buruk jika masih bisa menemukan orang baik.

Mobil membelah jalan dengan beriringan, rombongan wanita tua itu menuju rumah sakit terdekat demi menyelamatkan Austin. Begitu sampai di rumah sakit, Austin langsung di bawa ke ruang tindakan oleh petugas rumah sakit. Wanita tua yang membawa Austin sangat cemas, padahal ia tidak mengenal siapa pemuda yang ia tolong.

"Salam Nyonya Thomson, anda bisa menunggu di sana, kami akan berusaha memulihkan suhu tubuh pemuda yang Nyonya tolong," ucap dokter.

"Tidak, aku cemas sekali, aku tunggu di sini saja," balas wanita tua yang ternyata Nyonya besar dari keluarga Thomson.

Nyonya Thomson menunggu Austin dengan panik, berulang kali dia meremas jemari tuanya. "Semoga pemuda itu baik-baik saja, aku tidak bisa membayangkan jika menjadi dirinya, pasti dia menderita sekali," gumam Nyonya Thomson.

Sedangkan di dalam sana, para dokter dan perawat merasa heran dengan keadaan tubuh Austin, "Dilihat dari kondisinya, sepertinya dia tertimbun salju kurang lebih selama sebulan. Tapi mengapa organ dalamnya sehat layaknya manusia biasa? Tidak ada jejak kerusakan di dalam tubuhnya."

Mereka hanya menghangatkan tubuh Austin sampai tubuhnya tidak kaku lagi. Begitu tubuh luar Austin kembali seperti semula, ia langsung duduk dan mengejutkan para tenaga medis.

"Apakah tidak ada yang anda rasakan lagi?" tanya dokter heran.

"Tidak, aku sangat sehat," balas Austin yakin sambil menggerak-gerakkan tubuhnya yang tadi kaku.

Para tenaga medis tercengang melihat Austin bugar layaknya tidak terjadi apa-apa. Normalnya, jika orang biasa yang berada di posisi Austin pasti sudah terkena hipotermia. Untuk bergerak pun tidak akan sebebas Austin menggerakkannya seperti sekarang. Mereka tidak tahu kalau semua itu karena kekuatan yang ada di dalam dirinya.

"Baru kali ini aku melihat keajaiban Tuhan, kamu sangat beruntung, nak," ucap salah satu dokter yang merawatnya.

"Benar apa yang kamu katakan, tapi kita harus tetap memeriksa tubuhnya secara keseluruhan," timpal dokter lainnya.

Akhirnya mereka memeriksa tubuh Austin dengan alat-alat yang ada di rumah sakit, tak terkecuali darahnya. Lagi-lagi para tenaga medis merasa takjub dengan keajaiban pada tubuh Austin. Austin dinyatakan sehat, tanpa keluhan apapun.

Dengan wajah gembira, dokter keluar bersama dengan Austin menemui Nyonya Thomson. Dokter itu terus tersenyum sambil merangkul pundak Austin. Austin merasa bahagia diperlakukan baik oleh dokter yang merawatnya, meski hanya rangkulan sederhana, tapi sudah membuatnya merasa berarti.

"Lihatlah pemuda yang kau selamatkan Nyonya, dia mendapatkan berkat Tuhan yang luar biasa. Meskipun tubuhnya terkubur salju sampai terbujur kaku seperti tadi, kesehatannya tidak berpengaruh. Dia sehat, bahkan melebihi kesehatan Nyonya," ucap dokter kepada Nyonya Thomson.

Nyonya Thomson menutup mulutnya, terkejut sekaligus takjub dengan apa yang dilihatnya. Austin pemuda yang tadi begitu mengenaskan kini tampil di hadapannya dengan tubuh bugar. Bukan hanya itu saja yang membuat Nyonya Thomson terkejut, dia terkejut melihat wajah tampan Austin. Wajah dengan rahang yang tegas, bulu mata lentik, hidung yang mancung. Juga kulit putih, serta otot tangan yang terpampang di depan matanya.

"Ya, benar. Dia memang pemuda yang diberkati Tuhan, bukan hanya kesehatannya yang diberkati, tapi wajahnya juga, kamu tampan sekali, nak," ucap Nyonya Thomson yang terpesona dengan ketampanan Austin.

Austin tersenyum, baru kali ini ada yang memuji ketampanannya selain ibunya. Dokter dan Nyonya Thomson terkekeh melihat wajah Austin.

"Oh iya, siapa nama kamu, nak?" tanya Nyonya Thomson.

"Austin Nyonya," balas Austin cepat.

"Jangan panggil Nyonya. Panggil aku Nenek, aku memiliki cucu wanita yang cantik, apakah kamu mau menikahinya?"

Dokter yang ada di sebelah Austin terperangah dengan pertanyaan Nyonya Thomson. "Wah... kamu sangat beruntung nak," ucap dokter sambil menepuk-nepuk pundak Austin.

Austin tidak tahu harus menjawab apa, pernikahan tidak ada dalam angenda hidupnya. Austin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa.

"Apakah kamu memiliki keluarga?" tanya Nyonya Thomson lagi.

Austin menggelengkan kepalanya. "Tidak Nyonya, orangtuaku sudah meninggal, dan aku tidak memiliki apapun," balas Austin sedih.

"Jangan bersedih, mulai sekarang aku yang akan menjadi keluargamu, kamu mau 'kan tinggal bersama denganku? Masalah pernikahan bisa kita bicarakan nanti."

"Kamu benar-benar beruntung, Nyonya Thomson adalah wanita kaya raya yang tak terjamah di kota ini. Kamu harus menerima tawarannya," timpal dokter yang ada di sampingnya.

"Bagaimana? Kamu mau 'kan menjadi cucu angkatku? Aku sangat menyukaimu, aku juga merasa kamu pemuda yang baik."

'Bagaimana jika mereka tahu tentang kekuatanku? Apakah jika mereka tahu, mereka akan membuangku seperti yang dilakukan keluargaku? Atau aku sembunyikan saja kekuatan ini? Tapi, apakah bisa?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status