"Maaf, Dad."
Julie langsung bungkam tidak bersuara lagi, begitupun dengan anggota keluarga yang lainnya. Mereka tidak bisa merendahkan Austin di hadapan ketua keluarga Thomson, mereka semua tidak mau menjadi sasaran kemarahan pria tua yang selalu berkuasa di keluarga itu.“Terima kasih karena kamu mau menikahi Kenny, aku sangat senang sekali. Aku yakin kamu adalah pria yang baik,” timpal Nyonya Thomson sambil menggenggam tangan Austin.“Tidak nek, aku yang seharusnya berterima kasih, kalian sudah berbaik hati menerimaku di keluarga ini.”Semua anak dan cucu keluarga Thomson harus menerima keputusan ini, meskipun dengan berat hati. Mereka semua pasti akan bersatu, untuk menjatuhkan Kenny, dan melengserkannya dari Thomson Company.Setelah semua pembahasan tentang pernikahan terselesaikan, mereka semua pulang ke kediaman masing-masing, begitupun dengan Kenny dan Julie.***Hari pernikahan akhirnya tiba, semua orang bersuka cita, tetapi tidak dengan Julie dan saudara lainnya. Mereka tersenyum, tetapi hanya senyum kepahitan yang mereka tampakkan.Tidak ada lagi senyum tulus di wajah mereka saat tahu setengah kekayaan akan jatuh kepada Kenny dan pria miskin bernama Austin. Berbeda dengan Julie, dia tersenyum pahit hanya karena malu memiliki menantu miskin seperti Austin. Tapi Julie menguatkan hatinya lagi kala mengingat kekayaan yang akan jatuh pada keluarganya, dan itu membuatnya sangat puas. Akhirnya dia yang memenangkan perebutan kekayaan, meskipun hanya setengah bagian.“Selamat untuk kalian, kami senang melihat kalian bersatu seperti ini. Semoga pernikahan kalian bertahan sampai tua dan maut memisahkan kalian, sama seperti kami,” ucap Tuan Thomson menyelamati Kenny dan Austin.“Terima kasih Kek, atas doanya,” balas Kenny.Terlihat sekali kegembiraan di wajah pasangan tua yang menjodohkan Kenny dan Austin. Austin juga merasa bersyukur telah diterima di keluarga terpandang seperti keluarga Thomson.“Apakah kamu bahagia dengan pernikahan ini? Maafkan aku yang tidak bisa menolak keinginan nenek,” ucap Austin kepada Kenny.“Aku juga tidak bisa menolak permintaan mereka, aku hanya ingin membahagiakan meraka. Kita jalani saja pernikahan ini,” balas Kenny tanpa menatap wajah Austin.Austin sadar diri jika ia tidak diinginkan oleh Kenny, ia mengembuskan napasnya, dan tidak membalas perkataan Kenny. Mereka berdua berjalan beriringan, menyapa para tamu yang mengahadiri pesta pernikahan. Senyuman indah yang dipaksakan tidak pernah lepas dari wajah pasangan pengantin baru ini.“Wah… tampan sekali suamimu, tapi apakah ini yang disebut-sebut gelandangan beruntung itu? Aku salut pada suamimu yang bisa meraih hati ketua Thomson,” ucap salah satu tamu undangan.“Maaf Nyonya, mohon jaga bicara anda, anda sedang berbicara dengan keluarga Thomson! Tidak ada yang boleh menghina keluarga Thomson, siapapun itu!” balas Kenny dengan nada tegasnya.Wanita yang menghina Austin langsung pergi begitu mendengar jawaban Kenny yang terkesan dingin. Austin yang merasa direndahkan hanya bisa menundukkan wajahnya karena tidak mau membuat Kenny lebih malu lagi.“Angkat wajahmu, sekarang kamu adalah bagian dari keluarga Thomson. Tidak ada yang boleh menghinamu,” suruh Kenny.Austin menerima perintah istrinya dan langsung mengangkat wajah juga menatap mata Kenny.“Maaf, maafkan aku, pasti kamu malu memiliki suami miskin sepertiku,” ucap Austin dengan ekspresi putus asa.“Tidak ada yang perlu dimaafkan, semua ini sudah takdir.”Austin langsung tersenyum, dia yakin jika Kenny adalah wanita baik. Setelah selesai menyapa para tamu, mereka berdua berkumpul bersama keluarga yang lainnya. Saat mereka sedang berkumpul, lagi dan lagi Austin menerima penghinaan. Bukan hanya penghinaan dari para sepupu, Ibu mertuanya pun ikut menghinanya.“Permisi, ada gembel naik kasta, beri dia jalan,” sindir William sepupu Kenny.“Beruntung sekali Kenny bisa mendapatkan pria miskin seperti ini. Ups! Bukan Kenny yang beruntung, tetapi pangeran baru kita yang beruntung,” sindir Dora sambil tertawa mengejek.“Sudah! Sudah! Jangan hiraukan gembel ini, lebih baik kalian makan saja,” timpal Julie mengacuhkan menantu barunya.Kehadiran Austin di tengah-tengah mereka membuat mereka bahagia, mereka terus saja menghina Austin tanpa memikirkan perasaannya. Tentu saja Austin merasa tidak dihargai oleh mereka, mereka semua mengacuhkannya, bahkan Kenny yang sudah resmi menjadi istrinya pun mengacuhkannya juga.Austin pergi dari hadapan mereka dan bersantai di balkon gedung. Dia bahagia dengan pernikahan ini. Tetapi dia juga sedih karena sudah menjadi beban bagi Kenny. Andai saja keluarga Austin mau menerimanya kembali, pasti dia bisa membuktikan kalau dia layak mendapatkan Kenny sebagai istrinya.Sayang sekali, kekuatannya membuat ia terpisah jauh dari keluarganya. Setiap kali Austin berlatih, selalu saja ada pihak yang dirugikan. Sampai saat ini, Austin masih belum bisa mengontrol kekuatannya, terlebih lagi jika dia sedang emosi. Saat Austin sedang tenggelam dengan masa lalunya, Kenny datang membawakan sepiring makanan, tentu saja Austin menyambut piring itu dengan senang hati karena dia juga belum mengisi perutnya sedari pagi.“Makan dulu,” ucap Kenny dingin sambil memberikan piring pada Austin.“Terima kasih, apakah kamu sudah makan?” tanya Austin.“Sudah, makanlah dulu, tamu-tamu sebentar lagi akan pulang dan kita juga akan pulang ke rumah.”“Apakah kita akan pulang ke kediaman Thomson?”“Tidak, kita pulang ke rumah orangtuaku, tidak pantas kita tinggal di sana, aku tidak mau membuat keributan dengan sepupuku yang lainnya.”“Baiklah kalau begitu, aku terserah padamu saja.”Kenny langsung pergi setelah Austin membalas perkataannya. Austin yang merasa diperhatikan langsung memakan makanannya dengan lahap. ‘Ternyata dia baik juga meskipun terkesan dingin,’ batin Austin sambil memandangi kepergian Kenny.Begitu Austin menyelesaikan makannya, dia langsung menghampiri Kenny yang sedang duduk di pelaminan. Tanpa sungkan, Austin duduk di samping Kenny dan tersenyum kepadanya.Resepsi pernikahan yang megah ini telah usai, dan tiba saatnya Austin pulang ke kediaman Kenny. Austin hanya membuntuti Kenny dari belakang dan tidak berani berjalan berdampingan, ada rasa tidak percaya di dalam dirinya. Dia takut membuat Kenny marah, dan membuangnya ke jalanan seperti keluarganya dulu.“Kenapa kamu berjalan di belakang? Apakah kamu bodyguardku? Jalan di sampingku, jangan membuat pemberitaan yang dapat merusak citra keluarga Thomson, di sini masih banyak reporter yang berkeliaran,” ucap Kenny sambil menarik tangan Austin.“Maafkan aku.”Tanpa menunggu lama Austin mengikuti langkah Kenny dan berjalan bersisian, bahkan Kenny merangkul lengan Austin layaknya pasangan yang berbahagia. Austin terkejut dengan tindakan yang dilakukan Kenny, sontak Austin langsung menoleh dan tersenyum pada Kenny. Kenny membalas senyuman Austin dan itu membuat Austin merasa menjadi pria yang sangat beruntung.“Ngapain kamu?! Kamu pakai mobil bodyguard yang ada di belakang saja! Kamu tidak pantas menaiki mobil mewah seperti ini!” bentak Julie, tidak memperbolehkan Austin menaiki mobil pengantinnya,“Mom! Apa-apaan sih? Malu dilihat reporter, Mommy mau ada berita jelek tentang Mommy?” sela Kenny.“Pria tidak tahu diri! Mommy sangat tidak suka kamu menikah dengan pria ini!”Austin terdiam, dia tidak mungkin membalas ucapan Julie disaat sedang marah seperti ini. Kenny membela Austin, ia langsung menarik tangan mommynya. Rupanya bentakan Julie didengar oleh Tuan Thomson dan itu membuatnya marah.“Julie! Hentikan tindakan keterlaluanmu! Austin ini sudah menjadi bagian dari keluarga Thomson, kamu harus menerima itu semua.”“A-aku hanya masih kesal saja dengannya Dad, sedari tadi aku dihina oleh teman-temanku karena mendapatkan menantu rendahan seperti dia.”“Cukup! Jangan membuat keributan lagi, sekarang juga kalian pulang. Edward! Bawa pulang istrimu, jangan sampai dia membuat kekacauan di sini.”“Baik Dad.”Julie menunjukan rasa tidak sukanya pada Austin. Beruntung Tuan Thomson datang dan menyuruhnya pulang. Edward suami Julie langsung menarik tangan istrinya dan memasukkannya ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan pulang Kenny mengacuhkannya dan terus saja memainkan tabletnya. Austin hanya bisa terdiam dan menjaga jarak dari Kenny, Austin takut membuat Kenny merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.Austin memandang ke luar jendela, jalanan yang dilaluinya sangat asing, bahkan sangat jauh dari tempat tinggalnya dulu. ‘Kek, aku sudah menikah, aku yakin, kalau kakek mengetahui ini pasti kakek akan merasa bahagia, Kenny wanita yang baik,’ batin Austin.Austin menolehkan wajahnya memandangi wajah sang istri, lalu dia tersenyum saat memandangi Kenny yang sedang sibuk dengan tabletnya. Austin langsung membuang wajahnya dan menatap ke luar jendela lagi saat Kenny menyadari apa yang dilakukannya. Austin merasa masih terlalu dini untuk mendekati Kenny, Austin takut dengan penolakan.Perjalanan menuju ke rumah Kenny tidak memakan waktu yang lama, hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit saja. Mereka sudah tiba di pekarangan rumah. Begitu Austin turun dari mobil, Ibu mertuanya sudah berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang, tidak ada kelembutan sama sekali saat menerima menantunya di rumah.“Selamat datang menantu miskin! Kami siap memberimu makan!” ucap Julie dengan seringai jahatnya.“Sudah, cukup Mom! Jangan buat drama lagi, kami sudah lelah,” balas Kenny.“Kenapa kamu malah membela pria miskin ini sih?! Benar apa yang Mommy katakan ‘kan? Pria ini miskin dan kita yang harus memberinya makan.”“Mau dia miskin atau tidak aku tidak perdul. Hanya sekedar makan aku juga bisa memberinya makan, yang aku butuhkan sekarang adalah istirahat, aku sangat lelah sekali.”“Maaf kalau aku menjadi beban kalian, besok aku akan mencari pekerjaan,” timpal Austin.“Ya, ya, ya, silahkan cari kerja, palingan juga kerja serabutan yang bisa kamu lakukan, pria sepertimu pasti tidak memiliki otak, mana mungkin bekerja kantoran!”"Kenapa diam? Benarkan apa yang aku katakan?" ucap Julie lagi sambil berkacak pinggang. Hati Austin seperti sedang disayat ribuan silet tak kasat mata saat menerima hinaan dari mertuanya. Bahkan saat Julie menghinanya Kenny tidak perduli, dan dia dengan acuh masuk ke dalam rumah. Julie yang sudah puas menghina Austin langsung masuk bersama dengan suaminya. Austin merasa bingung, ia hanya duduk di teras rumah sambil memeluk tasnya. Austin merasa tidak diterima di rumah sehingga ia tidak berani melangkah masuk. Hampir satu jam Austin duduk dan berdiam diri di teras, hingga Kenny datang dan menyuruhnya masuk ke dalam rumah. “Kenapa kau tidak masuk?” tanya Kenny, tangannya terlipat di dada sambil menatap wajah suami barunya. “Aku merasa kalian tidak menerimaku, aku takut melangkah masuk dan membuat ibumu marah. Aku juga tidak tahu harus meletakkan barangku di mana.” “Ayo ikut aku." Austin menerima ajakan Kenny dan mengikutinya dari belakang. Kali ini Kenny tidak berkomentar apapun sa
"I-iya Nyonya," balas Auztin kaku. Ibu mertuanya selalu menatapnya dengan tatapan permusuhan, Austin sudah biasa melihat tatapan permusuhan seperti itu dari para keluarganya dulu. Austin meneguk air liurnya saat bentakan demi bentakan terlontar dari bibir Julie. 'Kenapa sikapnya sangat berbeda sekali dengan Nyonya Thomson? Padahal Nyonya Thomson wanita yang sangat lembut,' batinnya. Melihat Austin terdiam membuat Julie merasa geram. "Kenapa memandangku seperti itu?! Pasti kamu sedang memakiku di dalam hatimu 'kan?!" bentak Jenifer lagi. Austin terkejut saat wajahnya dituding oleh Ibu mertuanya. Tanpa ia sadari, kakinya mengambil langkah mudur dan tidak sengaja menjatuhkan vas bunga yang ada di belakangnya. Pecahan vas bunga mengalihkan perhatian Julie, matanya membola saat vas bunga kesayangannya dipecahkan oleh menantu yang tak diharapkan. "Vas kesayanganku! Kamu! Kamu pria pembawa sial! Kamu lihat vas ini, vas ini adalah vas kesayanganku dan kamu tidak akan bisa menggantinya seu
'Oh tidak,' batin Austin, ia mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir istrinya. Austin berusaha mengenyahkan kemarahan yang saat ini melingkupi hati. Ia memejamkan mata, berusaha mengontrol kekuatannya. Tanpa ia inginkan, senyuman Kenny saat di kediaman Nyonya Thomson terlintas dalam ingatannya, sontak ia pun tersenyum saat mengingat itu. Api yang tadi keluar sudah diserap kembali oleh telapak tangannya. Saat Austin membuka matanya, ternyata Kenny sudah ada di hadapannya. 'Semoga dia tidak melihat api tadi,' harapnya dalam hati. "Sinar apa tadi?" tanya Kenny lagi karena tidak mendapat jawaban dari Austin. "Sinar apa?" balas Austin pura-pura tidak tahu sinar apa yang dilihat istrinya. "Aku melihat sinar merah seperti cahaya api, atau aku salah melihat?" tanya Kenny bingung. "Mungkin hanya perasaanmu saja, atau kamu sedang bermimpi," balas Austin sambil tersenyum. "Aku yakin, aku tidak bermimpi, atau memang benar aku bermimpi?" gumam Kenny sambil berjalan lagi ke ranjangnya,
"Mencuci pakaian," balas Austin singkat. "Bodoh! Bukan seperti ini jika mencuci, menantu sampah yang sia-sia, mencuci saja tidak bisa!" bentak Julie. Austin merasa tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ibu mertuanya, ia merasa sudah benar mencuci pakaian tersebut. Tapi saat pandangannya melihat ke bawah, ia terkejut saat melihat begitu banyak busa yang keluar dari sela mesin cuci. "Berapa banyak detergent yang kau tuangkan? Kalau seperti ini rusak semua pakaianku! Dasar pria tidak berguna!" maki Julie. Austin terdiam, ia memang merasa salah dan tidak berguna. Berulang kali Austin memohon maaf pada Ibu mertuanya. Ia juga berulang kali membungkukkan tubuhnya di hadapan Julie. Julie memiliki hati yang keras, dan tidak bisa menerima permohonan maaf menantunya. Justru Julie memukul-mukul kepala Austin sambil terus memakinya. "Bodoh! Dasar bodoh! Pagiku kacau karena pria bodoh sepertimu," maki Julie sambil terus memukulinya dengan botol detergent. Kehebohan yang dibuat Julie tertang
"Apa yang terjadi Mom?" tanya Kenny. Aktivitasnya terusik karena teriakan Austin. Austin berjongkok dengan memeluk erat kedua kakinya, kepalanya pun ditundukkan. "Aku mohon matikan itu! Matikan itu!" teriak Austin histeris. Kenny bingung dengan ketakutan suaminya, ia menoleh pada ibunya, mananyakan maksud Austin dengan mengangkat dagu. "Tanya saja pada pria gila itu! Dia berteriak histeris setelah aku mematik api," balas Julie. Kenny paham dengan ketakutan suaminya, dia mematikan kompor, lalu pergi begitu saja meninggalkan Austin yang sedang dilingkupi rasa ketakutan. Julie memandang hina menantunya, ia menarik tangan Austin hingga kaki berdiri dengan kokoh. "Benar-benar menantu tidak berguna, hanya api kecil saja kamu takut," gumam Julie sambil memandang Austin. Austin masih terpaku di tempatnya, matanya melihat kompor yang sudah dimatikan oleh Kenny. Ia bernapas lega, meski hanya kecil, tapi api mampu mengingatkannya pada kejadian malam naas itu. Tentu saja Julie dan Kenny tida
"Bukan urusanmu!" balas Julie. Edward mengejar langakah istrinya, ia tidak tega melihat Austin diseret paksa layaknya hewan. Sedangkan Kenny, ia hanya melihat perbuatan sang Ibu tanpa ada niat ingin membantu. "Lepaskan! Semakin lama sikapmu semakin menjadi saja," ucap Edward. "Apa perdulimu? Jangan ikut campur urusanku, cukup tahu diri saja karena kau hidup dari belas kasihku. Kau dan dia sama-sama tidak berguna," balas Julie. Kenny menggelengkan kepala melihat sikap ibunya, sedangkan Edward mengepalkan tangannya, nampak jelas kemarahan dalam dirinya. Lagi-lagi Austin menggelengkan kepala pada Ayah mertuanya untuk mencegah keributan lebih dalam lagi. Tanpa menghiraukan suaminya, Julie menarik tangan Austin dan memasukkannya ke dalam mobil. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya Austin. "Jalan Pak!" ucap Julie pada supir yang ada di hadapannya tanpa menjawab pertanyaan Austin. "Kita mau ke mana Nyonya?" tanya sang supir sambil melihat dari kaca spion dalam. "Tidak usah banyak tanya
"Benar, dia Tuan muda Austin, cepat alihkan mobil Tuan Robet, jangan sampai dia melihat Tuan muda Austin! Jika ia melihatnya pasti kita juga terkena hukuman," ucap pengawal Robert yang dulu membantu Austin. Robert hanya mendapat kabar dari pengawalnya jika mereka sudah berhasil membuang Austin ke jurang. Dan Robert mempercayai itu semua. Pengawal itu mengemudikan mobil mendahului kendaraan pengawal yang ada di hadapannya. Begitu sampai di samping mobil Robert, mereka memelankan laju kendaraannya, berusaha menutupi pandangan Robert agar tidak melihat Austin. Jantung kedua pengawal itu berdetak tak menentu, mereka juga takut akan kemarahan Robert yang terkenal kejam pada bawahannya. Rupanya Austin meyadari pemilik kendaraan yang melintas, lalu menyembunyikan diri di balik batang pohon. Ia tidak mau tertangkap oleh pamannya dan berakhir meregang nyawa. Kali ini ia tidak ingin mati, ia ingin menjalani kehidupan barunya meski terasa berat. "Beruntung Tuan muda Austin bersembunyi," gumam
"Untuk apa dia di sini?" gumam pria itu lagi. Pria tua itu menghampiri Austin dengan langkah pendekknya, ia berjalan dengan bantuan tongkat tua yang selalu setia menemainya di hari tua. Matanya tidak lepas memandangi cucu menantunya. Ia heran, mengapa Austin bisa ada di desa terpencil seperti ini? "Austin, mengapa kau bisa berada di sini nak?" tanya Tuan Thomson. Austin terkejut melihat sosok tua yang ia kenal, Austin pun menghela napas lega karena dipertemukan dengan Tuan Thomson. "Tadinya aku sedang mencari pekerjaan, Kek. Tapi aku tersesat dan aku senang melihat mereka semua menjaring ikan itu," balas Austin berbohong. Tuan Thomson melihat pemandangan yang baru saja Austin sebutkan, ia juga merasa senang dengan apa yang ia lihat. Kebahagiaan terukir di wajah warga desa, tidak sedikit warga yang datang untuk menjaring ikan di danau itu. "Tuhan memberkati mereka dengan rezeki yang melimpah, tidak biasanya bongkahan es di kawasan ini bisa mencair dengan tiba-tiba," ucap Tuan Tho
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.