Beranda / Romansa / Membalas Kesombongan Mantan / Bab 381 bahagia tak terkira

Share

Bab 381 bahagia tak terkira

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mendengar ada orang yang mencariku, Aldi bergegas membawaku pulang.

Kini pikiranku dipenuhi dengan tanda tanya tentang siapa orang yang datang ke rumah, ingin bertemu denganku.

Damar?

Rasanya tidak mungkin. Dia divonis hukuman seumur hidup, dan tidak akan bebas dari kurungan penjara. Kecuali, Damar ... kabur.

Oh, astaga. Benarkah begitu? Dia mencariku untuk balas dendam?

Seketika bulu-bulu di tubuhku meremang membayangkan kemungkinan yang sedang kupikirkan. Namun, secepat kilat kutepis, lalu mencoba tenang dengan menarik napas panjang berulang kali.

"Kamu ada janjian sama orang, Run?" tanya Aldi memecah keheningan.

"Tidak, Bang. Aku juga tidak tahu siapa yang datang mencariku. Apa satpam tadi tidak bertanya namanya?"

"Orang itu tidak mengatakan nama dia. Dia hanya bilang ingin bertemu denganmu. Penting."

Jalanan mulai ramai kembali, hingga membuat Aldi harus hati-hati mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi. Kami memang sedang buru-buru, tapi keselamatan nomor sat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 382 dua kejutan yang luar biasa

    "Gue sengaja ke sini buat nemuin, lo."Aku melirik Rossa sebentar, lalu mataku beralih ke arah rumah yang di mana suamiku dan dua sales tadi keluar. Wajah penuh tanya Aldi membuatku merasa tak enak. Sedangkan dua pria yang mengantarkan mobil baru untukku, dia pamit dan pergi menggunakan sepeda motor salah satu dari mereka. Aldi berjalan mendekatiku. Dia menanyakan siapa lelaki bertato di depanku yang masih bergeming tidak melakukan apa-apa. "Dia Alex, Bang. Temannya Damar." Rahang suamiku tiba-tiba mengeras dengan mata menatap tak suka. Bukan rahasia lagi, jika Aldi memang sangat membenci Damar. Dari awal masalah dengan Rindu, sampai denganku waktu itu, Damar menjadi orang yang punya pengaruh buruk bagi hidupnya. "Ada apa ke sini?" tanya Aldi dingin. "Mbak Aruna, Pak Aldi, saya pamit dulu, ya? Nanti main lagi." Rossa langsung pulang. Dia mengerti jika aku sedang kedatangan tamu. Aku mengangguk ramah pada Rossa, kemudian kembali melihat Alex yang mengeluarkan sesuatu dari saku

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 383 telepon Mami Siska

    Damar benar-benar memberikan mobilnya padaku seperti yang dia tulis dalam surat tadi. Buktinya, kunci mobil itu sekarang ada pada Aldi, yang langsung diberikan padaku. "Ini dari Alex?" Aku mengulang pertanyaan. "Iya. Sama nomor telepon dia kayaknya. Sebaiknya jangan disimpan."Aku menoleh ke arah Aldi yang terlihat tidak suka dengan pemberian Alex. Bukan kunci mobil milik Damar, melainkan secarik kertas bertuliskan dua belas angka di sana. "Kenapa jangan disimpan?" Lagi-lagi pertanyaan keluar dari bibir ini. "Menurutmu, apa baik menyimpan nomor pria lain yang tidak terikat hubungan apa pun denganmu? Dia bukan rekan bisnis, jadi tidak usah disimpan. Tidak akan menguntungkan.""Eh, Bang!" Aku hanya bisa bengong saat Aldi mengambil kembali kertas tersebut, lalu membuangnya ke luar jendela mobil. Melihat wajah tak suka Aldi, aku tidak berani membantah. Hanya pasrah, lalu mulai melajukan mobil baru untuk mencobanya. Cemburu. Mungkin karena itu Aldi tidak memperbolehkan aku menyimpan

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 384 gara-gara Mami Siska

    Aku mencoba mencerna ucapan Mami Siska dengan kepala yang dingin, tapi aku tetap tidak mengerti.Mengembalikan jualanku? Mungkinkah maksud dia mengembalikan kemeja yang waktu itu dia order dariku? "Bentar, Mam. Maksud Mami barang jualanku itu ....""Iya, Aruna. Saya ingin memutuskan menyudahi kerja sama denganmu, dan mengembalikan kemeja yang saya beli darimu.""Loh, kenapa?" tanyaku. Aku bingung saat ini. Antara terkejut, juga panik, dan tidak mengerti kenapa Mami Siska melakukan ini. Setahuku, pada saat transaksi beberapa waktu lalu, tidak ada masalah apa pun. Bahkan dia juga sudah membayar penuh, tanpa tunggakan. Lalu kenapa harus dikembalikan, jika sebenarnya barang yang ada pada dia saat ini, sudah menjadi haknya? "Mam," panggilku, karena tidak ada suara dari wanita itu. "Pokoknya saya akan kembalikan sisa barang yang ada pada saya, dan kamu juga harus mengembalikan uang saya.""Tidak bisa begitu, Mam!" tolakku cepat. "Barang yang sudah dibeli, tidak bisa dikembalikan tanp

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 385 Haikal lagi

    "Bang, ada apa?" tanyaku lagi karena tidak mendapatkan jawaban. Aldi menyudahi berbicara dengan yang kuyakini adalah Papa. Setelahnya, dia menatapku bersamaan tangannya yang menyimpan ponsel. "Kata Papa, tadi dia melihat postingan seseorang di grup bisnis dan usaha, yang mengatakan kecewa dan merasa ditipu oleh pabrik yang bekerja sama dengan orang itu. Dan dari foto yang orang asing itu kirim, Papa mengenali label pakaiannya. Seperti merk pakaian yang pabrik kita produksi, katanya.""Hah ...." Aku melongo dengan pikiran ke sana kemari. Entah ini hanya kebetulan atau memang disengaja, kenapa berita itu ada di saat aku tengah terlibat masalah dengan Mami Siska? Apa jangan-jangan memang orang yang sama dalam grup yang Papa maksud? "Bang, apa pikiran kita sama?" tanyaku pada Aldi. "Mami Siska di balik postingan yang Papa maksud?" Aku mengangguk membenarkan ucapan Aldi. Siapa lagi kalau bukan dia. Saat ini aku hanya punya masalah dengan Mami Siska, yang untuk membicarakan dan meny

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 386 Haikal dipolisikan

    "Ini barang yang dibalikin?" tanya Papa."Iya, Pah." Aku menjawab seraya mengembuskan napas kasar. Pagi ini, pabrik dikunjungi Papa. Apalagi alasannya jika bukan tentang masalah yang dibuat Haikal. Tadi, aku sudah memeriksa barang yang dikembalikan Mami Siska. Ada beberapa rijek di bagian dalam baju, yang sangat aku yakini sengaja dibuat rusak. Karena aku sangat yakin sekali, cacat loncat benang dan kerutan pada serat kain tidak akan lolos qiusi di bagian produksi. Ini benar-benar fitnah yang dibuat untuk menjatuhkan perusahaan. "Siapa kemarin yang mengantar ke sini?" tanya Papa lagi. "Katanya kurir, Pah. Aku juga tidak tahu pas dibawa ke sininya. Aku tidak ke pabrik kemarin." Aku menunduk merasa bersalah. Pabrik ini tanggung jawabku. Seharusnya aku bisa mengatasi semua masalah, tidak harus melibatkan Papa. Namun, pada akhirnya Papa turun tangan karena masalah yang datang bukan soal bisnis lagi, melainkan urusan pribadi keluarga kami."Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Simpan s

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 387 memburu Haikal

    Sebelum mengambil ponsel yang diberikan Aldi, aku melihat lagi wajah suamiku yang seperti menaruh curiga. "Kamu menyuruh orang memata-matai Haikal?" tanyanya lagi. Sudah bisa kutebak siapa yang mengirimkan pesan ke ponselku setelah Aldi berucap demikian. Tanganku mengambilnya benda pipih itu, lalu melihat apa sekiranya pesan yang dikirimkan Alex untukku. [Gue sudah dapat semua yang lo mau, Run.] Kemudian Bebe foto Haikal pun muncul, yang pastinya dari Alex. Dalam hati aku tersenyum karena tahu di mana dia saat ini. Dan yang membuatku lebih bahagia lagi, Alex mengirimkan beberapa gambar yang pasti akan membuat Mami Siska patah hati. Bagaimana tidak, di dalam gambar yang Alex kirimkan, Haikal berada di club malam dengan menggandeng seorang wanita. Selanjutnya, ada foto Haikal yang sedang karaokean dengan ditemani wanita berpakaian mini dan terbuka. "Ternyata dia memang suka jajan," ucapku menyeringai. "Siapa dia?"Aku mengangkat kepala, melihat pada Aldi yang menatapku lekat.

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 388 ulah Haikal?

    "Alina di rumah sakit.""Apa? Kenapa bisa di rumah sakit?" Oh, Tuhan. Apa lagi yang terjadi pada keluargaku, kenapa begitu banyak kejutan di setiap harinya?Masalah Haikal saja belum selesai, sudah muncul lagi masalah yang lain. "Mobil yang ditumpangi Alina dan Saffa menabrak pembatas jalan, sekarang adikku belum sadarkan diri di rumah sakit."Aku hanya bisa beristighfar seraya menghela napas panjang. Sungguh, ini kejutan yang luar biasa di luar dugaan. "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang, Bang," kataku akhirnya. Aldi memutarbalikkan kendaraannya, mengurungkan niat untuk pergi ke Bogor. Alina lebih penting, aku pun ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga mobil Alina bisa kecelakaan. Rasanya tidak mungkin jika wanita itu mengendarai mobilnya sendirian. Alina memang pernah belajar mengemudi, tapi tidak sampai bisa. Mungkinkah Ari ngebut, atau dia kelelahan hingga akhirnya mobil yang membawa mereka nabrak?Aku menggeleng-gelengkan kepala karena tidak menemukan jawaban ata

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 389 Haikal sedang tidak berdaya

    Pagi mulai menyapa dengan langit yang begitu cerah. Tidak ada awan hitam yang menghalangi langkah hariku untuk beraktivitas. Dua cangkir kopi di atas meja menghadirkan aroma ketenangan bagi penikmatnya. Roti tawar dan selai cokelat pun menjadi pelengkap sarapan pagi ini. "Mau ke rumah sakit?" Satu pertanyaan Aldi layangkan seraya berjalan mendekat, lalu mengecup keningku singkat. Aku mengangguk. Namun, pandangan ini tetap fokus pada pekerjaan yang belum terselesaikan. Memasukkan beberapa makanan ke dalam kotak bekal, untukku bawa ke rumah sakit. Kemarin malam, aku dan Aldi pulang. Bukan tidak ingin menemani Alina dan Saffa, tapi memang di sana sudah cukup ramai dan akan sangat mengganggu jika semua keluarga menginap di rumah sakit. Makanya, kami memutuskan untuk pulang dan kembali ke sana pagi ini. Ah, bukan kami. Melainkan hanya aku saja. Aldi harus mengurus beberapa pekerjaan yang tidak mungkin dapat ditinggalkan. "Ini bekal kamu, Bang." Aku menggeser satu kotak bekal yang s

Bab terbaru

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 408 Ending season 2

    "Ada apa, Mah?" Aldi bertanya seraya menghampiri Mama yang duduk di ujung ranjang. "Duduk kalian semua. Lihatlah, apa yang Mama temukan di bawah bantal Papa?" ujar Mama seraya memperlihatkan kertas dengan coretan tinta di dalamnya. "Ternyata Papa sudah punya firasat akan pergi, dan dia buat surat wasiat ini untuk kita."Semua anak menantu memperhatikan kertas yang ada di tangan Mama. Sebagai anak laki-laki, Aldi ditunjuk Mama untuk membacakan apa yang Papa tulis di dalam sana. Aldi duduk di ujung ranjang bersama Mama, sedangkan aku dan Alina serta Adikara, berada di depannya seraya bersandar pada sandaran ranjang. "Assalamualaikum." Aldi mulai membacakan surat yang katanya ditulis langsung oleh Papa. "Istriku, anak-anakku, sebelum Papa menuliskan kata-kata penting dalam kertas putih ini, ijinkanlah terlebih dahulu untuk Papa mengucapkan beribu kata cinta untuk kalian."Aldi menghentikan sejenak bacaannya, lalu menarik napas dengan dalam. "Mama ... terima kasih atas cinta kasih yan

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 407

    Kami yang ada di depan ruang jenazah berseru kaget saat tubuh Mama jatuh ke lantai. Ibu mertuaku pingsan. Cepat-cepat Om Gunawan dan Adikara mengangkat tubuh Mama, lalu membawanya ke salah satu ruang rawat yang ada di rumah sakit. Aku memanggil dokter agar memeriksa keadaan Mama yang tumbang. Mungkin kekehan karena terus menangis, shock juga atas meninggalnya Papa. "Gimana dengan Mama, Dokter?" tanyaku setelah dokter wanita itu memeriksa ibu mertuaku. "Ibu Marta mengalami shock, tapi tidak apa-apa, sebentar lagi juga siuman. Setelah bangun, nanti kasih makan, ya? Biar punya tenaga dan gak lemas lagi. Ini sudah saya buatkan resep obat buat diambil di apotik."Aku mengangguk. Alina yang melihat Mama bangun, langsung menghampiri ibunya itu dan memeluknya. Lagi. Tangis mereka berdua pecah membuatku memalingkan wajah menghapus air mata yang ikut tumpah. Segera aku keluar dari ruangan Mama, pergi ke apotik untuk mengambil obat yang tadi diberikan dokter. "Aruna, kamu mau ke mana?"

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 406

    Om Gunawan yang baru saja datang bersama istrinya, langsung memeluk Aldi dan memberikan kekuatan agar suamiku itu bisa tegar menghadapi cobaan hidup yang berat ini. Sedangkan Bunda Nur, dia masuk ke ruangan di mana Mama berada. Ibu mertuaku itu tidak ingin jauh dari suaminya, terus saja menggenggam tangan Papa meskipun tahu genggamannya tidak akan terbalaskan. "Kenapa tidak pamit? Kenapa Papa pergi tidak mengatakan apa pun padaku, Om?" "Sudah, ikhlaskan. Gusti Allah tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Dan kepergian ayahmu, sudah jadi rencana-Nya."Aldi mengurai pelukan, dia mencoba kuat dan kembali ke ruangan Papa bersama Om Gun. Aku pun mengikuti mereka. Melihat wajah Papa untuk yang terakhir kali, sebelum dibawa ke ruang jenazah. Raut kehilangan bukan hanya dirasakan kami sebagai keluarga, tapi Om Gun juga. Yang kutahu mereka sudah bersahabat sejak dulu, dan Papa sudah menganggap Om Gunawan adalah saudara.Tidak heran, jika ayah mertua Alina itu ikut menitikkan air mata meli

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 405

    Sambil terisak, Mama menceritakan bagaimana awal mula Papa sakit, hingga harus masuk ICU. Kata Mama, semuanya sangat cepat hingga membuat wanita berusia enam puluh tahunan itu shock luar biasa. Tubuh Mama sampai bergetar karena masih kaget dengan apa yang terjadi kepada suaminya. "Tadi dokter bilang apa?" tanya Aldi lagi. Pasalnya, sejak kami datang tidak ada dokter yang masuk ke ruangan Papa, Mama pun hanya menangis, tidak mengatakan apa pun jika tidak ditanya. "Dokter tidak mengatakan apa-apa pada Mama, Al. Dia bilang, akan membicarakan sakitnya Papa pada anak-anak Papa. Makanya, Mama terus menelpon kamu agar segera datang," papar Mama menjelaskan. "Kalau gitu, mendingan sekarang Abang temui dokter dulu untuk menanyakan kondisi Papa dan tindakan apa yang harus kita lakukan? Biar Mama, aku yang temani di sini." Aku memberikan saran. Aldi melihatku dan Mama bergantian. Kemudian dia pamit untuk menemui dokter, agar semuanya jelas. "Mah, Mama tenang, ya? Aku yakin, Papa akan semb

  • Membalas Kesombongan Mantan   404

    Pagi ini langit begitu cerah, kusibak semua gorden agar cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Hari ini aku bangun sedikit siang dari biasanya, karena tubuh yang terasa lelah. Satu minggu ke belakang, aku sangat sibuk dengan pekerjaan. Promo besar-besaran dilakukan perusahaan untuk menggaet konsumen baru, juga mempertahankan konsumen lama. Bazar dilakukan disetiap pusat perbelanjaan, hingga aku harus turun tangan menyiapkan dan mempromosikan barang produksi pabrik. Capek? Jangan ditanya. Makanya hari minggu ini aku sengaja bangun siang dan santai-santai di tempat tidur. "Bang!" Aku berteriak memanggil suamiku yang sedari bangun, aku belum melihatnya. "Tidak mungkin dia kerja," kataku lagi seraya keluar kamar, dan berdiri di balkon. Senyumku tersungging saat melihat orang yang kucari ada di halaman rumah. Dia sedang berolahraga ringan di sana. "Abang!" panggilku membuatnya mendongak. "Hey, sudah bangun?" Aku mengangguk. "Mandilah, sudah Abang buatkan sarapan untukmu."Aku mel

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 403 tidak marah lagi

    "Mau pulang naik taksi?" Aku menoleh pada Aldi yang bicara dari dalam mobil. "Silahkan berjalan keluar dari perumahan ini, baru Tuan Putri akan menemukan taksi."Setelahnya, Aldi keluar dari mobil, lalu masuk ke rumah tanpa mengajakku sama sekali. Seperti orang bodoh yang tidak punya arah tujuan, aku hanya diam seraya memainkan jari-jari tangan. Seandainya saja tadi aku menyadari sudah ada di depan rumah, tidak akan aku turun dari mobil seraya berucap demikian. Sekarang, aku malu sendiri karena ucapanku yang tidak sesuai dengan kenyataan. Aku melihat pintu rumah yang terbuka, tapi ragu untuk masuk ke sana. Aldi, juga tidak mengajakku bersamanya. Apa dia marah? Mungkinkah dia tak butuh aku lagi? Oh, hentikan pikiran kotor ini! Aku tidak mau bertengkar dengan Aldi gara-gara otakku yang selalu berpikir buruk tentang suamiku. "Masuk ajalah. Panas di luar terus," kataku seraya melangkahkan kaki menuju rumah. Di ruang tamu dan tengah Aldi tidak ada. Aku pun melanjutkan langkah henda

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 402 gara-gara membahas anak

    Jika bisa aku meminta, jika dunia bisa aku kendalikan sendiri, aku ingin hidup seribu tahun di sini, dengan orang yang sama. Dengan dia yang selalu menjadi tempatku bersandar, melebarkan dadanya hanya agar aku nyaman berada dalam dekapan hangatnya. Jatuh cinta? Aku merasakan itu setiap hari, setiap waktu, dan di setiap momen indah yang kami lewati. "Kenapa kamu liatin aku terus, Run?" Aldi bertanya dengan tangan menyelipkan rambutku ke belakang telinga. "Karena ... Abang tampan. Aku jatuh cinta pada Abang." Aku menempelkan kedua tangan di kedua sudut bibir agar suara setengah berbisik yang kukeluarkan hanya didengar Aldi. Suamiku terkekeh geli. Dia melipat kedua tangan di meja, lalu pandangannya lurus ke arahku. Kubalas tatapan itu dengan wajah imut dan bibir yang sedikit mengerucut. "I love you," kataku lagi dengan cara yang sama seperti tadi. Kini Aldi terbahak. Namun, segera dia menutup mulut dengan telapak tangan, tidak ingin suaranya didengar pengunjung yang lain. Apaka

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 401 maaf dan permintaan laki-laki di balik jeruji besi

    "Aruna ...."Mataku terpaku pada pria yang baru saja datang dengan memakai baju tahanan. Pandangan kami sama-sama bertemu saling memandang dalam hingga akhirnya dia terlebih dahulu memalingkan wajah. Hari ini, Aldi membawaku bertemu dengan seseorang di masa lalu. Orang yang dulu sangat dekat, tapi harus berjarak karena masalah hidup yang rumit. Kami dulu seperti saudara kandung yang hubungannya sangat erat. Namun, harus renggang karena rasa benci dan keegoisan diri yang meninggi. Brukk!Aku tercengang dengan apa yang dilakukan Damar setelah berada di depanku. Dia menjauhkan tubuhnya, berlutut di depanku yang duduk bersebelahan dengan Aldi. "Dam," kataku, tenggorokanku tercekat, tak mampu berkata-kata. "Maafkan aku, Aruna. Maaf atas segala salah dan khilafku padamu. Pukul aku, pukul aku sesuka hatimu.""Tidak, Dam.""Pukul aku!!" Damar berteriak seraya memegang tanganku agar menyentuh tubuhnya. "Hentikan!" ujar Aldi menghentikan tangan Damar. "Jika seperti ini, kamu menghentika

  • Membalas Kesombongan Mantan   Bab 400 menggoda Syafiq

    "Sedang ganti seprai, Mbak. Mama dan Papa mau nginap, aku gak mau mereka merasa tidak nyaman dengan tidur di kasur yang tidak bersih."Aku tidak melihat pada Alina yang baru saja masuk. Tanganku terus menata tempat tidur agar terlihat bagus dan rapi. "Sampai segitunya kamu, Run," ujar Alina terkekeh. Setelah selesai mengganti seprai, aku duduk berdua di ujung ranjang dengan Alina. Wajahnya tidak seperti biasa. Dia terlihat murung dan tidak seceria tadi pagi. "Ada apa, Mbak?" tanyaku ingin tahu isi hatinya. Alina menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Dia memangku tangan, menautkan jari-jarinya. Sedangkan pandangannya lurus ke depan pada hiasan yang menggantung di dinding. "Aku gak tahu ini hanya pikiranku saja, atau memang ada sesuatu yang terjadi pada dia. Perasaanku tidak enak.""Siapa, Mbak?" tanyaku, karena aku tidak tahu siapa yang dibahas Alina."Naima. Dia baik-baik saja, kan?" Aku diam.Pertanyaan Alina tidak aku jawab dan malah meraih seprai yang teronggok di lan

DMCA.com Protection Status