Siella sedang rebahan di atas sofanya sambil memejamkan mata dengan tubuh yang bersandar dengan sangat santai. Bukan tanpa alasan, dia bosan. Tidak ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk saat ini. Siella hanya terduduk seperti patung dan tidak bisa melakukan apa pun.Meski tangannya sudah membaik, namun tidak bisa dipakai bekerja berat, dan kakinya sudah mulai pulih, meski tyidak boleh dipakai berjalan jauh dulu.TV sudah tidak menarik sama sekali baginya. Ponselnya yang bisa menyediakan segalanya pun sudah tak bisa membuat Siella terhibur. Rasanya sudah benar-benar hampa dan begitu kosong sekali.Hani kadang berkunjung kalau dia sudah ada waktu luang. Sementara Devan tidak pernah absen sama sekali mengunjunginya. Sudah seperti kewajiban saja.“Hmmm, apa aku jalan-jalan, ya?” pikirnya.Melihat ke arah jam yang ada di ponselnya, Siella mendapati kalau sepertinya tidak masalah kalau dia jalan-jalan sebentar. Setidaknya untuk membuat pikirannya lebih jernih dan bisa melepaskan rasa bosann
Siella yang mendengar ucapan dari Hani merasa agak tersipu. Debaran hatinya tak kunjung tenang seperti sebelumnya. Malah makin menjadi dan membuat Siella jadi makin salah tingkah.“Kamu suka daging, kan?” tanya Devan.“O- Oh, iya, kenapa?” Siella agak gugup menjawabnya.“Aku membeli banyak, jadi kamu bisa makan lebih banyak nanti,” sahut Devan.Pria ini benar-benar tidak bisa membuat suasana terus berayun menyenangkan. Tetapi Siella tidak mau meprotesnya lebih lanjut. Karena ia tahu bahwa tidak mungkin setiap orang bisa sama.“Mau aku potongkan buah?” Siella menawarkan diri.“Boleh. Di kulkas ada semangka, anggur, jeruk, dan beberapa mangga. Kamu bisa potong dan cuci dulu,” jawab Devan.Siella segera membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa buah untuk lebih vaariatif. Dicucinya dahulu buah-buahan tersebut, dan dipotong mangga beserta dengan semangka menjadi bentuk yang lebih mudah dimakan.Tak sekali dua kali Siella mencuri pandang ke arah Devan yang sangat fokus memanggang dan bahkan
Tetapi, tampaknya Devan ialah orang yang tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang diminta oleh Siella pada saat itu. Dia benar-benar menyanggupinya.Meski awalnya pembicaraan ini jadi sangat serius, mereka kembali bergurau pada akhirnya dengan perasaan yang sangat senang sekali.Siella merasa sangat bahagia, karena dulu ia tidak pernah berbicara selama ini dengan mantan suaminya. Seperti ada bahu yang mau menyender kepadanya meski hanya sebentar saja.“Awalnya aku ragu kalau aku ini menyukaimu. Beberapa kali aku menyangkal karena dari dulu hubungan kita tidak pernah akur,” celetuk dari Devan.“Yah wajar. Tapi kenapa kamu akhirnya mengakuinya?” Siella penasaran lagi.Devan terdiam sejenak, lalu melihat Siella dengan senyuman tipis yang sangat bahagia dan kelihatan begitu bersyukur sekali.“Karena ternyata perasaan itu bukan sembarangan perasaan. Aku mencoba dengan selalu melihatmu dan mencoba beberapa kali menghindarimu. Tapi aku selalu merasa kosong, dan tak hentinya mencari apa mun
Siella dan Devan yang baru keluar dari kamar setelah selesai mandi, merasa canggung saat bertemu dengan Hani. Wanita itu duduk santai di meja makan dengan roti panggang di tangannya.Bahkan mata Hani tak melirik sama sekali ke arah pasangan yang baru saja keluar dari kamar tersebut. Sementara Siella terus menyiku Devan untuk bicara duluan supaya suasananya tidak seburuk sekarang ini.“K- Kamu baru bangun?” tanya Devan.“Justru kalian yang baru bangun kalau bukan aku yang bangun duluan,” jawabannya benar-benar nyelekit sekali.Siella yang mendengar pertanyaan dari Devan pun hanya bisa tepuk jidat saja. Jelas sekali kalau pertanyaan yang diucap itu tidak masuk akal. Mungkin karena saking canggung dan tidak tahu harus berbicara apa, Devan sampai tidak bisa merangkai kalimat.Akhirnya mereka berdua ikut duduk di sana. Devan yang keburu tidak nyaman segera bangun dan memilih untuk mengambil sereal yang dia miliki, dan susu kotak di dalam kulkas dalam sana.“Kalian tak perlu bersikap tidak
Ide itu sebenarnya memiliki dampak lebih buruk dari yang Siella pikirkan. Hanya saja, dirinya tidak bisa membiarkan Vano tetap berkeliaran. Bisa-bisa bukan hanya Devan atau dirinya yang akan menjadi korbannya.Jadi sebisa mungkin Siella harus bisa membuat Vano muncul di permukaan. Entah cepat atau lambat, sebelum Vano bertindak jauh lebih buruk daripada ini.“Tapi itu sama saja kamu menyerahkan nyawamu padanya!” Hani jelas menentang ide itu.“Hei, Hani. Sekarang ini yang bisa membuat Vano muncul hanya aku saja. Kalau aku tetap diam dan menunggu, sampai kapan? Apa aku harus menunggu sampai Vano mengebom? Atau sampai dia menyerang dengan pedang?”Hani yang jelas sekali keberatan dengan ide Siella tidak mampu menangkis ucapannya barusan. Vano memang tidak seberbahaya itu, tetapi, tidak ada yang tahu bagaimana isi kepala dari seorang manusia pastinya.“Tapi bagaimana kamu akan bisa tahu Vano akan melakukan apa?” Hani benar-benar erasa khawatir.“Karena itulah aku bilang aku akan memancing
Siella yang ditinggal sampai tidak bisa menangis sama sekali melihat kepergian dari Devan yang tiba-tiba itu. Dadanya terasa sesak, dan bahkan seperti hilang dari dalam napasnya tersebut.Tangan Siella gemetar, ia merasakan hal yang sama seperti saat pertama kali mengetahui Vano selingkuh. Dadanya sakit sekali. Bak dipukul dengan sangat kuat sampai dirinya tak kuat untuk berbicara kembali.Berusaha mengambil ponsel di dalam tasnya, Siella menelepon Hani.(“Ada apa telepon malam-malam begini? Tidak biasanya.”) Hani langsung berbicara saat mengangkat panggilannya.“Hani…., bisa…, bisa jemput aku?” tanya Siella.(“Maksudnya? Bukannya kamu keluar dengan Devan? Kenapa kamu meminta aku yang menjemput?”) Hani bingung.“Panjang ceritanya…, jadi…., apa kamu bisa?” tanya dari Siella.Hani yang tidak banyak tanya itu segera mengiyakan setelah Siella mengatakan dimna lokasi dirinya. Hani datang dengan naik taksi, dan melihat Siella yang dalam tatapan kosong duduk di samping pohon.“Hei! Ada apa?
Hani yang mendengarnya benar-benar merasa muak. Karena Siella tidak ada habisnya membahas Devan yang sudah menyakitinya sampai seperti itu. Benar-benar wanita yang keras kepala.“Aku tahu, dan aku mengerti kalau kamu itu sangat menyukai Devan. Tapi tolong. Otakmu pakai dengan benar! Dia tidak menghargaimu, Siella. Dan sekarang kamu masih memikirkannya?!” bentak dari Hani.“Sekali ini saja. Setelahnya aku akan benar-benar meninggalkannya.”Siella berusaha memastikan Hani, dengan menatap Hani lamat-lamat dan bulat-bulat untuk menunjukkan seberapa serius dengan dengan ucapannya barusan.“Berikan aku alasan yang logis, kenapa kamu masih memikirkan Devan di saat seperti ini?” Hani benar-benar keheranan.“Sekarang ini menyingkirkan Vano adalah jalan terbaik. Baik aku, kamu, Devan, dan juga orang-orang yang di dekatku tidak akan terkena dampak apa pun setelah dia tertangkap.”“Memang menurutmu Vano akan senekat itu?”“Ya. Masih syukur kalau tidak ada yang terluka. Aku lebih takut bebasnya Va
Rifia yang sepertinya tidak menduga Siella tahu nampak heran. Tentu saja dia bingung darimana Siella bisa mengetahui darimana soal berita itu.“Lalu? Apa maumu kemari?”Siella menyilangkan tangan sambil bersandar ke kursinya itu. Tampaknya Rifia pun menyiapkan diri akan pertanyaan ini.“Tentu saja aku ingin tahu dimana dia.”Rifia menyeringai mendengar ucapan dari Siella itu. Karena dia merasa memegang sebuah kartu untuk bisa membuat Siella tidak berkutik sama sekali.“Apa untungnya? Dia sudah membuangmu, Siella. Jangan terlalu berharap. Lagipula, aku akan segera keluar, dan aku akan merebut semua milikmu, lagi,” Sombong dari Rifia yang merasa angkuh sekarang ini.Siella tidak kaget mendengarnya. Karena tabiat dari Rifia memang tidak jauh-jauh itu semua. Entah apa yang membuatnya berpikir untuk selalu merebut milik Siella ini.“Devan bisa jadi milikmu, kalau kamu memberitahuku dia dimana,” ucap Siella.Langsung terkejut Rifia mendengar apa yang dikatakan oleh Siella itu. Jelas dia tid