Siella dan Devan yang baru keluar dari kamar setelah selesai mandi, merasa canggung saat bertemu dengan Hani. Wanita itu duduk santai di meja makan dengan roti panggang di tangannya.Bahkan mata Hani tak melirik sama sekali ke arah pasangan yang baru saja keluar dari kamar tersebut. Sementara Siella terus menyiku Devan untuk bicara duluan supaya suasananya tidak seburuk sekarang ini.“K- Kamu baru bangun?” tanya Devan.“Justru kalian yang baru bangun kalau bukan aku yang bangun duluan,” jawabannya benar-benar nyelekit sekali.Siella yang mendengar pertanyaan dari Devan pun hanya bisa tepuk jidat saja. Jelas sekali kalau pertanyaan yang diucap itu tidak masuk akal. Mungkin karena saking canggung dan tidak tahu harus berbicara apa, Devan sampai tidak bisa merangkai kalimat.Akhirnya mereka berdua ikut duduk di sana. Devan yang keburu tidak nyaman segera bangun dan memilih untuk mengambil sereal yang dia miliki, dan susu kotak di dalam kulkas dalam sana.“Kalian tak perlu bersikap tidak
Ide itu sebenarnya memiliki dampak lebih buruk dari yang Siella pikirkan. Hanya saja, dirinya tidak bisa membiarkan Vano tetap berkeliaran. Bisa-bisa bukan hanya Devan atau dirinya yang akan menjadi korbannya.Jadi sebisa mungkin Siella harus bisa membuat Vano muncul di permukaan. Entah cepat atau lambat, sebelum Vano bertindak jauh lebih buruk daripada ini.“Tapi itu sama saja kamu menyerahkan nyawamu padanya!” Hani jelas menentang ide itu.“Hei, Hani. Sekarang ini yang bisa membuat Vano muncul hanya aku saja. Kalau aku tetap diam dan menunggu, sampai kapan? Apa aku harus menunggu sampai Vano mengebom? Atau sampai dia menyerang dengan pedang?”Hani yang jelas sekali keberatan dengan ide Siella tidak mampu menangkis ucapannya barusan. Vano memang tidak seberbahaya itu, tetapi, tidak ada yang tahu bagaimana isi kepala dari seorang manusia pastinya.“Tapi bagaimana kamu akan bisa tahu Vano akan melakukan apa?” Hani benar-benar erasa khawatir.“Karena itulah aku bilang aku akan memancing
Siella yang ditinggal sampai tidak bisa menangis sama sekali melihat kepergian dari Devan yang tiba-tiba itu. Dadanya terasa sesak, dan bahkan seperti hilang dari dalam napasnya tersebut.Tangan Siella gemetar, ia merasakan hal yang sama seperti saat pertama kali mengetahui Vano selingkuh. Dadanya sakit sekali. Bak dipukul dengan sangat kuat sampai dirinya tak kuat untuk berbicara kembali.Berusaha mengambil ponsel di dalam tasnya, Siella menelepon Hani.(“Ada apa telepon malam-malam begini? Tidak biasanya.”) Hani langsung berbicara saat mengangkat panggilannya.“Hani…., bisa…, bisa jemput aku?” tanya Siella.(“Maksudnya? Bukannya kamu keluar dengan Devan? Kenapa kamu meminta aku yang menjemput?”) Hani bingung.“Panjang ceritanya…, jadi…., apa kamu bisa?” tanya dari Siella.Hani yang tidak banyak tanya itu segera mengiyakan setelah Siella mengatakan dimna lokasi dirinya. Hani datang dengan naik taksi, dan melihat Siella yang dalam tatapan kosong duduk di samping pohon.“Hei! Ada apa?
Hani yang mendengarnya benar-benar merasa muak. Karena Siella tidak ada habisnya membahas Devan yang sudah menyakitinya sampai seperti itu. Benar-benar wanita yang keras kepala.“Aku tahu, dan aku mengerti kalau kamu itu sangat menyukai Devan. Tapi tolong. Otakmu pakai dengan benar! Dia tidak menghargaimu, Siella. Dan sekarang kamu masih memikirkannya?!” bentak dari Hani.“Sekali ini saja. Setelahnya aku akan benar-benar meninggalkannya.”Siella berusaha memastikan Hani, dengan menatap Hani lamat-lamat dan bulat-bulat untuk menunjukkan seberapa serius dengan dengan ucapannya barusan.“Berikan aku alasan yang logis, kenapa kamu masih memikirkan Devan di saat seperti ini?” Hani benar-benar keheranan.“Sekarang ini menyingkirkan Vano adalah jalan terbaik. Baik aku, kamu, Devan, dan juga orang-orang yang di dekatku tidak akan terkena dampak apa pun setelah dia tertangkap.”“Memang menurutmu Vano akan senekat itu?”“Ya. Masih syukur kalau tidak ada yang terluka. Aku lebih takut bebasnya Va
Rifia yang sepertinya tidak menduga Siella tahu nampak heran. Tentu saja dia bingung darimana Siella bisa mengetahui darimana soal berita itu.“Lalu? Apa maumu kemari?”Siella menyilangkan tangan sambil bersandar ke kursinya itu. Tampaknya Rifia pun menyiapkan diri akan pertanyaan ini.“Tentu saja aku ingin tahu dimana dia.”Rifia menyeringai mendengar ucapan dari Siella itu. Karena dia merasa memegang sebuah kartu untuk bisa membuat Siella tidak berkutik sama sekali.“Apa untungnya? Dia sudah membuangmu, Siella. Jangan terlalu berharap. Lagipula, aku akan segera keluar, dan aku akan merebut semua milikmu, lagi,” Sombong dari Rifia yang merasa angkuh sekarang ini.Siella tidak kaget mendengarnya. Karena tabiat dari Rifia memang tidak jauh-jauh itu semua. Entah apa yang membuatnya berpikir untuk selalu merebut milik Siella ini.“Devan bisa jadi milikmu, kalau kamu memberitahuku dia dimana,” ucap Siella.Langsung terkejut Rifia mendengar apa yang dikatakan oleh Siella itu. Jelas dia tid
Sebenarnya Siella sudah merinding setelah mendengar ucapan barusan. Ia sebenarnya sangat takut mengatakannya, tetapi ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia harus bisa melawan supaya Devan bisa pergi darinya.“Ya. Kamu seharusnya pakai akal sehat kalau bicara. Kalau kamu pintar, kamu tidak akan seenaknya merencanakan sesuatu tanpa aku tahu sama sekali!” tegas Devan.Siella yang mendengarnya benar-benar merasa kesal sekali. Sifat Devan benar-benar tidak dikendalikan dengan baik. Bahkan untuk sekedar bicara baik-baik saja dia tidak bisa.Nyatanya Devan memang tidak merasa bersalah setelah berkata demikian kepada Siella. Dia justru merasa bangga dan merasa bahwa apa yang sudah dia lakukan itu benar. Makanya dia tidak gentar sama sekali.“Lalu karena itu kamu bisa berkata tanpa memikirkan perasaan orang lain?” Siella mengatakan perasaannya yang tersinggung.“Kenapa? Kamu merasa? Bagus, memang sudah seharusnya kamu merasa dan menyadarinya, supaya kamu berpikir dua kali atas rencana itu,” b
Hani sampai mau memukul kepala Devan supaya dia sadar bahwa daritadi tidak ada satu pun kata yang menyerap ke dalam otaknya, dan malah ditangkis dengan sangat tidak sopan sekali.Devan benar-benar hanya menangkap kata yang merupakan bagian dari dirinya yang benar, dan mengabaikan kalimat Hani yang menunjukkan dimana posisi salahnya. Bukannya makin sadar, justru Devan malah makin tidak tahu diri.“Kamu ini sebenarnya mau apa sih?! Kamu mau Siella tetap salah? Begitu? Mau dia minta maaf dan mengakui kalau tindakannya itu tidak benar?!” Sambil melotot ke arah Devan, Hani menahan diri untuk tidak menabok kepalanya.“Lalu apa lagi? Memang begitu seharusnya.” Devan menyahuti seperti dugaan Hani.Sekali lagi Hani berpaling dan merasakan kesal yang luar biasa sekali. Orang ini benar-benar gila dan tidak mau tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Dia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Bahkan tidak mau tahu salahnya.“Ya kalau begitu pantas kamu diputusi!! Dia sudah muak dan kesal me
Hani menghela napas lagi, dan berkali-kali menahan diri supaya tidak marah kepada sepupunya yang tidak tahu diri itu. Dia benar-benar orang yang sangat merepotkan untuk saat ini.“Mau kamu sampai jungkir balik pun tidak akan membuat Siella jadi balik kepadamu dengan cara yang sama,” ujar Hani.“Siella pasti akan memaafkanku! Aku tahu dia orang yang baik!” Devan merasa sangat yakin.“Iya, Siella itu memang sangat baik. Tapi dia tidak akan kembali padamu,” balasnya.“Apa? Kenapa? Apa alasan dia tidak akan kembali padaku?” Devan tidak yakin dengan ucapan Hani.“Ya karena dia masih waras. Orang gila mana yang sudah gagal di pernikahan pertamanya, mau menikah lagi dengan pria yang tidak bisa menjaga perasaannya? Itu sama saja Siella masih mencari hal yang sama,” Hani membeberkan sedikit sudut pandangnya.“Aku dan Vano berbeda!” tegas Devan.“Iya, tahu. Makanya sakit hati yang dirasakan Siella juga beda. Bahkan lebih sakit saat bersamamu.”DEGHH. Jantungnya terasa berhenti sejenak. Sungguh?