Meski sudah menemukan Siella dengan segera, namun Siella segera naik bus yang baru saja tiba dan pergi begitu saja. Devan yang melihat Siella setelah merasa putus asa segera mengejar bus tersebut, dan berharap bahwa kali ini Siella tidak akan hilang dari jangkauannya lagi.Ia tidak mungkin menghentikan bus itu, karena jelas itu akan membuatnya dapat masalah, jadi Devan mengikutinya dengan memberikan jarak, agar ia bisa melihat Siella nanti akan turun dimana.Setelah mengikuti selama 30 menit, akhirnya Devan melihat Siella turun di salah satu halte. Devan melihat bahwa Siella berjalan menuju ke jembatan sungai yang cukup panjang. Jadi segera dirinya mencari parkiran.Dengan secepat kilat Devan turun dan langsung mengejar kemana Siella pergi. Dia tidak mau kehilangan jejak Siella saat ini. setelah berlari beberapa saat, Devan mendapati Siella sedang berdiri sambil menikmati sungai.“Siella!” panggila Devan.Siella yang menoleh dan mendapati Devan di sana, langsung berubah raut wajah. Ya
“TIDAK!” Devan berteriak sangat kencang sekali, sampai menembus kedua gendang telinga rasanya.Tersentak Siella dan Hani mendengar teriakan dari Devan yang begitu kencang itu. Tidak biasanya Devan berani menaikkan pita suaranya kepada Siella, tetapi kali ini sepertinya dia benar-benar sudah tidak tahan lagi.“Aku sudah melakukan yang terbaik, dan aku tidak pernah perhitungan padamu, Siela! Lalu bagaimana bisa kalian berdua berpikir kalau aku ini jahat?!” Devan benar-benar marah sekali.“Yang kamu perlakukan baik itu bukan hanya dari perilaku! Tapi ucapan!”“Memangnya salah kalau aku seperti ini?!”Pukul, pukul. Dan Hani benar-benar memukul Devan karena sudah merasa kesal. Entah seberapa keras Hani memukul Devan pada saat itu, karena Devan sampai mundur dari tempatnya berdiri pada saat itu.Devan terdengar sedikit merintih dan menahan rasa sakit setelah Hani memukulnya tanpa belas kasihan itu. Memang seharusnya tidak dikasihani sama sekali.“Wah, gila. Baru pertama kali ini aku bertemu
Siella sudah mencoba menghubungi Vano, tetapi tidak ada hasil sama sekali. Sepertinya orang itu masih senang bersembunyi tanpa diketahui oleh orang lain. Dia senang sekali menjadi orang paling dicari.Siella yang sedang duduk di bangku tamans ambil menikmati bagaimana angin berhembus dengan sangat nyaman itu. Rasanya tidak bisa membayangkan harus berada di sini selama beberapa saat, lalu tidak akan lagi setelah semuanya selesai.“Kamu pasti merindukanku, kan?” Suara yang berbisik di telinganya tersebut membuat Siella merasa kaget.Begitu ia menoleh, ia sangat kaget karena melihat sosok Vano yang selama ini ia cari sedang berada di sana dengan wajah tanpa merasa bersalah sedikit pun. Bahkan sekarang ini dia sedang tersenyum dengan begitu lebar sekaliSiella sontak langsung mundur dari posisinya berdiri, menjauhi pria itu, dan mencoba menjaga jarak aman. Jantungnya berdebar kencang. Ia takut, tapi juga tidak bisa mundur dari tempatnya.Vano melihatnya sambil tersenyum dengan sangat leba
Siella dan Devan sudah 3 hari mencari Vano kemana-mana. Bahkan orang-orang yang diperintahkan oleh Pak Romi dan Bu Ina pun tidak dapat langsung menangkap Vano.Tampaknya Vano menemukan persembunyiannya yang paling aman dan tidak akan pernah ditemukan dengan mudah oleh orang lain. Ini menyulitkan mereka yang mencarinya.Sementara itu, kondisi dari Hani sedang dalam pemantauan. Ternyata Vano tak sekali menancapkan pisau kepada Hani. Sampai ususnya putus, paru-parunya bocor, dan juga jantungnya nyaris kena meski mengalami luka.Siella meringis melihat kondisi dari Hani yang tidak sadar sama sekali pasca operasi. Entah sudah berapa kali Hani mendapatkan tindakan medis untuk memperbaiki kondisinya, namun tidak kunjung stabil.“Bagaimana cara membuatnya muncul lagi?!” Siella bergumam sendiri di ruangan Hani, sambil sesekali melihat ponsel, dan menyibak rambut sambil membungkuk.Nomor yang dipakai Vano sudah tidak bisa dihubungi lagi, ditambah dengan Vano yang sekarang bukan hanya sekedar me
Devan yang datang dan berhasil membuat Vano menjauh dari Siella itu merasa sangat lega. Nyaris saja kepala Siella jadi sasaran empuk untuk Vano.Dengan napas yang masih terengah, Devan melihat ke arah Vano, dan memandanginya dengan tatapan yang melotot kesal. Rasanya menyebalkan sekali karena orang ini masih mencoba mencari masalah.“Sialan! Seharusnya aku tidak meninggalkan Siella sendiri! Orang seperti sekarang ini hanya mencari kesempatan saja!” kesal Devan.Vano yang terjatuh itu awalnya meringis menahan sakit, tetapi setelahnya ia terkekeh mendengar ucapan Devan. Benar, baginya, berkat Devan dia bisa meluapkan emosinya kepada Siella yang belum tersampaikan.“Justru aku berterima kasih. Aku bisa membuat Siella merasakan seberapa besar emosiku, dan juga membuat wanita itu merasakan apa yang aku rasakan selama ini,” puas Vano setelah mengatakannya.Devan tidak bisa membalasnya. Obrolan ini sudah pernah dibahas Siella, dan seperti dugaannya, Vano memiliki dendam yang besar, dan sudah
Devan sempat terdiam sejenak. Ia sedang berpikir keras, apakah mungkin Rifia sekarang ini sedang mencoba berbohong? Atau malah sedang berusaha menjelekkan Siella di depannya.Rifia bersandar pada kursinya sambil menyilangkan tangan. Dia menatap Devan yang melihatnya dengan penuh kecurigaan yang tidak bisa terbendung sama sekali. Kelihatan penuh kebencian.“Aku sudah dengar kondisi Siella setelah bertemu Vano. Dia benar-benar nekat sekali,” ucap Rifia.“Jadi apa yang mau kamu bicarakan? Sudah kubilang jangan bertele-tele,” kesal Devan.Pria itu melihat dengan begitu tajam ke arah dari Rifia. Hanya dengan melihat mata itu saja, Rifia bisa menduga alasan kenapa akhirnya Siella memilih meninggalkan Devan. Memang miris sekali, tetapi sepertinya memang begitu adanya.“Siella melakukan ini bukan tanpa alasan, Devan. Dia begini karena ingin melindungimu.”Terbelalak mata Devan, “Aku? Kenapa melindungiku?” tanya Devan sambil menunjuk dirinya sendiri.“Entahlah, Siella beberapa kemari dan curha
Esok harinya, Devan yang yang tertidur di sofa bangun dengan badan yang sudah sakit semua. Rasanya hari terasa makin panjang, namun malah berubah dengan sekejap.Ketika ia sedang meregangkan badan sambil duduk, tak sengaja ujung matanya melihat ke arah Siella. Betapa terkejutnya Devan saat melihat Siella sudah duduk sambil memandangi jendela yang menghadap keluar.Terburu-buru, Devan bangun dan segera menghampiri Siella dengan perasaan yang sudah tidak karuan sama sekali. Siella yang melihatnya sama sekali tidak kaget sedikit pun.“Ka- Kamu sudah bangun? Ak- Aku pangilkan dokter-““Mereka sudah datang ke sini tadi, Devan,” Siella menyela dengan suaranya yang lemah lembut itu.Devan tidak bisa bicara selama beberapa saat. Dia sama sekali tidak tahu, dan bahkan tidak sadar kalau sempat ada orang yang kemari. Apa dirinya tidur sepulas itu sampai tidak sadar sama sekali.Panik Devan mencari apa yang bisa dia bicarakan dengan Siella. Karena memang tidak ada topik sama sekali sebenarnya. Ra
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian