Siella dan Devan sudah 3 hari mencari Vano kemana-mana. Bahkan orang-orang yang diperintahkan oleh Pak Romi dan Bu Ina pun tidak dapat langsung menangkap Vano.Tampaknya Vano menemukan persembunyiannya yang paling aman dan tidak akan pernah ditemukan dengan mudah oleh orang lain. Ini menyulitkan mereka yang mencarinya.Sementara itu, kondisi dari Hani sedang dalam pemantauan. Ternyata Vano tak sekali menancapkan pisau kepada Hani. Sampai ususnya putus, paru-parunya bocor, dan juga jantungnya nyaris kena meski mengalami luka.Siella meringis melihat kondisi dari Hani yang tidak sadar sama sekali pasca operasi. Entah sudah berapa kali Hani mendapatkan tindakan medis untuk memperbaiki kondisinya, namun tidak kunjung stabil.“Bagaimana cara membuatnya muncul lagi?!” Siella bergumam sendiri di ruangan Hani, sambil sesekali melihat ponsel, dan menyibak rambut sambil membungkuk.Nomor yang dipakai Vano sudah tidak bisa dihubungi lagi, ditambah dengan Vano yang sekarang bukan hanya sekedar me
Devan yang datang dan berhasil membuat Vano menjauh dari Siella itu merasa sangat lega. Nyaris saja kepala Siella jadi sasaran empuk untuk Vano.Dengan napas yang masih terengah, Devan melihat ke arah Vano, dan memandanginya dengan tatapan yang melotot kesal. Rasanya menyebalkan sekali karena orang ini masih mencoba mencari masalah.“Sialan! Seharusnya aku tidak meninggalkan Siella sendiri! Orang seperti sekarang ini hanya mencari kesempatan saja!” kesal Devan.Vano yang terjatuh itu awalnya meringis menahan sakit, tetapi setelahnya ia terkekeh mendengar ucapan Devan. Benar, baginya, berkat Devan dia bisa meluapkan emosinya kepada Siella yang belum tersampaikan.“Justru aku berterima kasih. Aku bisa membuat Siella merasakan seberapa besar emosiku, dan juga membuat wanita itu merasakan apa yang aku rasakan selama ini,” puas Vano setelah mengatakannya.Devan tidak bisa membalasnya. Obrolan ini sudah pernah dibahas Siella, dan seperti dugaannya, Vano memiliki dendam yang besar, dan sudah
Devan sempat terdiam sejenak. Ia sedang berpikir keras, apakah mungkin Rifia sekarang ini sedang mencoba berbohong? Atau malah sedang berusaha menjelekkan Siella di depannya.Rifia bersandar pada kursinya sambil menyilangkan tangan. Dia menatap Devan yang melihatnya dengan penuh kecurigaan yang tidak bisa terbendung sama sekali. Kelihatan penuh kebencian.“Aku sudah dengar kondisi Siella setelah bertemu Vano. Dia benar-benar nekat sekali,” ucap Rifia.“Jadi apa yang mau kamu bicarakan? Sudah kubilang jangan bertele-tele,” kesal Devan.Pria itu melihat dengan begitu tajam ke arah dari Rifia. Hanya dengan melihat mata itu saja, Rifia bisa menduga alasan kenapa akhirnya Siella memilih meninggalkan Devan. Memang miris sekali, tetapi sepertinya memang begitu adanya.“Siella melakukan ini bukan tanpa alasan, Devan. Dia begini karena ingin melindungimu.”Terbelalak mata Devan, “Aku? Kenapa melindungiku?” tanya Devan sambil menunjuk dirinya sendiri.“Entahlah, Siella beberapa kemari dan curha
Esok harinya, Devan yang yang tertidur di sofa bangun dengan badan yang sudah sakit semua. Rasanya hari terasa makin panjang, namun malah berubah dengan sekejap.Ketika ia sedang meregangkan badan sambil duduk, tak sengaja ujung matanya melihat ke arah Siella. Betapa terkejutnya Devan saat melihat Siella sudah duduk sambil memandangi jendela yang menghadap keluar.Terburu-buru, Devan bangun dan segera menghampiri Siella dengan perasaan yang sudah tidak karuan sama sekali. Siella yang melihatnya sama sekali tidak kaget sedikit pun.“Ka- Kamu sudah bangun? Ak- Aku pangilkan dokter-““Mereka sudah datang ke sini tadi, Devan,” Siella menyela dengan suaranya yang lemah lembut itu.Devan tidak bisa bicara selama beberapa saat. Dia sama sekali tidak tahu, dan bahkan tidak sadar kalau sempat ada orang yang kemari. Apa dirinya tidur sepulas itu sampai tidak sadar sama sekali.Panik Devan mencari apa yang bisa dia bicarakan dengan Siella. Karena memang tidak ada topik sama sekali sebenarnya. Ra
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian
Siella sudah duduk rapi di kursinya, dan kini sedang menunggu Vano masuk ke bilik kaca untuk bisa berbicara engannya. Entah apa yang sebenarnya dia ingin bicarakan dengan Siella di saat seperti ini sebenarnya.Devan, Pak Romi, dan Bu Ina berdir di belakangnya mengawasi. Kali ini mereka akan mendengarkan semua yang dibicarakan oleh Vano.Vano masuk ke dalam, dan duduk tepat di kursi yang sudah disediakan. Sesuai dengan permintaan, Vano diborgol dengan kuat pada kursinya, dan tidak dibiarkan bisa bangun dari tempat itu.Melihat bahwa Siella tidak datang sendirian membuat Vano tertawa, dia jelas merasa dibohongi karena ingin bertemu dengan Siella saja.“Heuuuhhh, lihat, kamu datang membawa pasukan,” ucap Vano.“Kenapa memangnya? Ada obrolan yang kamu tidak ingin mereka ketahui?” Siella langsung mengatakannya.“Kalau memang ada kenapa?” Vano menyeringai licik.“Aku tidak mau mendengarnya kalau begitu,” Siella segera membalas.“Ahhh, kalau begitu kamu pasti marah padaku, ya? Memang seberap
Siella merasa benar-benar sendiri sekarang ini. ia memang berhasil pergi dari hidup Vano dan terlepas dari pernikahan yang tidak sehat itu. Tetapi, kini ia kehilangan tempatnya untuk pulang dan menceritakan isi hatinya.Rasanya remuk sekali perasaan Siella. Ia lebih banyak berdiri di dekat jembatan dan sesekali ke danau juga. Bukan untuk menyerah pada segalanya, melainkan ingin menenangkan diri dengan merasakan dinginnya angin yang berembus kepadanya.Tak ada pikiran Siella untuk segera menyusul Hani. Karena belum tentu ia bisa bertemu dengannya. Tetapi, Siella akan memanfaatkan hidupnya dengan baik, dan ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjadi orang berguna.‘Huhhh, setelah ini apa?’ batin Siella merasa sangat kesal.Semuanya memang berakhir dengan baik, hanya saja, di setiap prosesnya Siella mendapatkan pembelajaran dan juga hasil yang tidak diinginkan sama sekali.Sesekali Siella melemparkan batu ke sungai untuk bisa meredakan kekesalannya. Sesekali juga ia melemparkan sebu
Siella menikmati bagaiman Devan mengajaknya berkeliling, dan juga sesekali melihat berbagai binatang kecil yang tersedia di dekat sana. Devan tidak pernah melepas kamera di tangannya, dan selalu siaga untuk mengambil gambar untuk Siella.“Kamu tak mau aku foto juga?” Siella menawarkan diri.Devan yang sedang mencoba membidik gambar tersebut menurunkan kamera, dan melihat ke arah Siella. Dia tampak lebih bahagia daripada sebelum-sebelumnya.“Tidak apa. Aku tidak terlalu suka foto,” tolaknya dengan lembut sekali.Siella merasa agak terpukau mendengar jawabannya, rasanya seperti melihat orang yang berbeda, padahal baru kemari Devan sangat menyebalkan sekali. Tetapi, sekarang jauh berbeda, dia seperti menjadi orang lain yang belum pernah Siella lihat sebelumnya. Sungguh mengagetkan sekali.“Jarang-jarang kita bisa keluar begini, kamu serius tidak mau?” ucap Siella, lagi.Devan sekali lagi menolak sambil menggelengkan kepala dan tersenyum cukup tipis kepada dirinya ini. “Tenang, aku akan m