Tetapi, tampaknya Devan ialah orang yang tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang diminta oleh Siella pada saat itu. Dia benar-benar menyanggupinya.Meski awalnya pembicaraan ini jadi sangat serius, mereka kembali bergurau pada akhirnya dengan perasaan yang sangat senang sekali.Siella merasa sangat bahagia, karena dulu ia tidak pernah berbicara selama ini dengan mantan suaminya. Seperti ada bahu yang mau menyender kepadanya meski hanya sebentar saja.“Awalnya aku ragu kalau aku ini menyukaimu. Beberapa kali aku menyangkal karena dari dulu hubungan kita tidak pernah akur,” celetuk dari Devan.“Yah wajar. Tapi kenapa kamu akhirnya mengakuinya?” Siella penasaran lagi.Devan terdiam sejenak, lalu melihat Siella dengan senyuman tipis yang sangat bahagia dan kelihatan begitu bersyukur sekali.“Karena ternyata perasaan itu bukan sembarangan perasaan. Aku mencoba dengan selalu melihatmu dan mencoba beberapa kali menghindarimu. Tapi aku selalu merasa kosong, dan tak hentinya mencari apa mun
Siella dan Devan yang baru keluar dari kamar setelah selesai mandi, merasa canggung saat bertemu dengan Hani. Wanita itu duduk santai di meja makan dengan roti panggang di tangannya.Bahkan mata Hani tak melirik sama sekali ke arah pasangan yang baru saja keluar dari kamar tersebut. Sementara Siella terus menyiku Devan untuk bicara duluan supaya suasananya tidak seburuk sekarang ini.“K- Kamu baru bangun?” tanya Devan.“Justru kalian yang baru bangun kalau bukan aku yang bangun duluan,” jawabannya benar-benar nyelekit sekali.Siella yang mendengar pertanyaan dari Devan pun hanya bisa tepuk jidat saja. Jelas sekali kalau pertanyaan yang diucap itu tidak masuk akal. Mungkin karena saking canggung dan tidak tahu harus berbicara apa, Devan sampai tidak bisa merangkai kalimat.Akhirnya mereka berdua ikut duduk di sana. Devan yang keburu tidak nyaman segera bangun dan memilih untuk mengambil sereal yang dia miliki, dan susu kotak di dalam kulkas dalam sana.“Kalian tak perlu bersikap tidak
Ide itu sebenarnya memiliki dampak lebih buruk dari yang Siella pikirkan. Hanya saja, dirinya tidak bisa membiarkan Vano tetap berkeliaran. Bisa-bisa bukan hanya Devan atau dirinya yang akan menjadi korbannya.Jadi sebisa mungkin Siella harus bisa membuat Vano muncul di permukaan. Entah cepat atau lambat, sebelum Vano bertindak jauh lebih buruk daripada ini.“Tapi itu sama saja kamu menyerahkan nyawamu padanya!” Hani jelas menentang ide itu.“Hei, Hani. Sekarang ini yang bisa membuat Vano muncul hanya aku saja. Kalau aku tetap diam dan menunggu, sampai kapan? Apa aku harus menunggu sampai Vano mengebom? Atau sampai dia menyerang dengan pedang?”Hani yang jelas sekali keberatan dengan ide Siella tidak mampu menangkis ucapannya barusan. Vano memang tidak seberbahaya itu, tetapi, tidak ada yang tahu bagaimana isi kepala dari seorang manusia pastinya.“Tapi bagaimana kamu akan bisa tahu Vano akan melakukan apa?” Hani benar-benar erasa khawatir.“Karena itulah aku bilang aku akan memancing
Siella yang ditinggal sampai tidak bisa menangis sama sekali melihat kepergian dari Devan yang tiba-tiba itu. Dadanya terasa sesak, dan bahkan seperti hilang dari dalam napasnya tersebut.Tangan Siella gemetar, ia merasakan hal yang sama seperti saat pertama kali mengetahui Vano selingkuh. Dadanya sakit sekali. Bak dipukul dengan sangat kuat sampai dirinya tak kuat untuk berbicara kembali.Berusaha mengambil ponsel di dalam tasnya, Siella menelepon Hani.(“Ada apa telepon malam-malam begini? Tidak biasanya.”) Hani langsung berbicara saat mengangkat panggilannya.“Hani…., bisa…, bisa jemput aku?” tanya Siella.(“Maksudnya? Bukannya kamu keluar dengan Devan? Kenapa kamu meminta aku yang menjemput?”) Hani bingung.“Panjang ceritanya…, jadi…., apa kamu bisa?” tanya dari Siella.Hani yang tidak banyak tanya itu segera mengiyakan setelah Siella mengatakan dimna lokasi dirinya. Hani datang dengan naik taksi, dan melihat Siella yang dalam tatapan kosong duduk di samping pohon.“Hei! Ada apa?
Hani yang mendengarnya benar-benar merasa muak. Karena Siella tidak ada habisnya membahas Devan yang sudah menyakitinya sampai seperti itu. Benar-benar wanita yang keras kepala.“Aku tahu, dan aku mengerti kalau kamu itu sangat menyukai Devan. Tapi tolong. Otakmu pakai dengan benar! Dia tidak menghargaimu, Siella. Dan sekarang kamu masih memikirkannya?!” bentak dari Hani.“Sekali ini saja. Setelahnya aku akan benar-benar meninggalkannya.”Siella berusaha memastikan Hani, dengan menatap Hani lamat-lamat dan bulat-bulat untuk menunjukkan seberapa serius dengan dengan ucapannya barusan.“Berikan aku alasan yang logis, kenapa kamu masih memikirkan Devan di saat seperti ini?” Hani benar-benar keheranan.“Sekarang ini menyingkirkan Vano adalah jalan terbaik. Baik aku, kamu, Devan, dan juga orang-orang yang di dekatku tidak akan terkena dampak apa pun setelah dia tertangkap.”“Memang menurutmu Vano akan senekat itu?”“Ya. Masih syukur kalau tidak ada yang terluka. Aku lebih takut bebasnya Va
Rifia yang sepertinya tidak menduga Siella tahu nampak heran. Tentu saja dia bingung darimana Siella bisa mengetahui darimana soal berita itu.“Lalu? Apa maumu kemari?”Siella menyilangkan tangan sambil bersandar ke kursinya itu. Tampaknya Rifia pun menyiapkan diri akan pertanyaan ini.“Tentu saja aku ingin tahu dimana dia.”Rifia menyeringai mendengar ucapan dari Siella itu. Karena dia merasa memegang sebuah kartu untuk bisa membuat Siella tidak berkutik sama sekali.“Apa untungnya? Dia sudah membuangmu, Siella. Jangan terlalu berharap. Lagipula, aku akan segera keluar, dan aku akan merebut semua milikmu, lagi,” Sombong dari Rifia yang merasa angkuh sekarang ini.Siella tidak kaget mendengarnya. Karena tabiat dari Rifia memang tidak jauh-jauh itu semua. Entah apa yang membuatnya berpikir untuk selalu merebut milik Siella ini.“Devan bisa jadi milikmu, kalau kamu memberitahuku dia dimana,” ucap Siella.Langsung terkejut Rifia mendengar apa yang dikatakan oleh Siella itu. Jelas dia tid
Sebenarnya Siella sudah merinding setelah mendengar ucapan barusan. Ia sebenarnya sangat takut mengatakannya, tetapi ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia harus bisa melawan supaya Devan bisa pergi darinya.“Ya. Kamu seharusnya pakai akal sehat kalau bicara. Kalau kamu pintar, kamu tidak akan seenaknya merencanakan sesuatu tanpa aku tahu sama sekali!” tegas Devan.Siella yang mendengarnya benar-benar merasa kesal sekali. Sifat Devan benar-benar tidak dikendalikan dengan baik. Bahkan untuk sekedar bicara baik-baik saja dia tidak bisa.Nyatanya Devan memang tidak merasa bersalah setelah berkata demikian kepada Siella. Dia justru merasa bangga dan merasa bahwa apa yang sudah dia lakukan itu benar. Makanya dia tidak gentar sama sekali.“Lalu karena itu kamu bisa berkata tanpa memikirkan perasaan orang lain?” Siella mengatakan perasaannya yang tersinggung.“Kenapa? Kamu merasa? Bagus, memang sudah seharusnya kamu merasa dan menyadarinya, supaya kamu berpikir dua kali atas rencana itu,” b
Hani sampai mau memukul kepala Devan supaya dia sadar bahwa daritadi tidak ada satu pun kata yang menyerap ke dalam otaknya, dan malah ditangkis dengan sangat tidak sopan sekali.Devan benar-benar hanya menangkap kata yang merupakan bagian dari dirinya yang benar, dan mengabaikan kalimat Hani yang menunjukkan dimana posisi salahnya. Bukannya makin sadar, justru Devan malah makin tidak tahu diri.“Kamu ini sebenarnya mau apa sih?! Kamu mau Siella tetap salah? Begitu? Mau dia minta maaf dan mengakui kalau tindakannya itu tidak benar?!” Sambil melotot ke arah Devan, Hani menahan diri untuk tidak menabok kepalanya.“Lalu apa lagi? Memang begitu seharusnya.” Devan menyahuti seperti dugaan Hani.Sekali lagi Hani berpaling dan merasakan kesal yang luar biasa sekali. Orang ini benar-benar gila dan tidak mau tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Dia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Bahkan tidak mau tahu salahnya.“Ya kalau begitu pantas kamu diputusi!! Dia sudah muak dan kesal me
Devan yang mendengarnya merasa sangat menggebu sekali. Benar, seharusnya dia tidak membuat Siella berada di titik yang tidak seharusnya. Seharusnya dia adalah orang yang bisa diandalkan bagi Siella, dan juga menjadi orang yang bisa bersamanya setiap saat.Dengan penuh keberanian yang meski sudah terlambat ini, Devan tidak mau menyia-nyiakan kembali apa yang belum bisa ia lakukan. Apa pun hasilnya, ia akan menerima semua keputusan Siella.Devan segera mengendarai mobil dan menuju ke bandara, sesuai dengan apa yang dikatakan Bu Ina, bahwa Siella sebentar lagi akan pergi dari negara ini.Masih belum terlambat selama ia masih mau mencoba. Ia benar-benar berharap bahwa Siella belum pergi dari sana. Ia masih harus menebus hutang pertanggungjawaban kepada Siella.Di bandara, Devan benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana. Ia menelepon Siella berkali-kali, setelah sekian lama ia berusaha menghindari komunikasi dengannya. Ia tidak akan membuang masa lagi.‘Kumohon Siella…, angkat,’ batin
Siella yang mendengarnya langsung mematung tidak bisa berkata selama beberapa saat. Hamil? Dirinya ini hamil? Ia merasakan tangannya gemetar setelah mendengar ucapan dari Dokter barusan.“Aku akan memberikanmu vitamin untuk bayi dalam kandunganmu. Harus rajin diminum untuk calon bayinya ya?” seru dari sang Dokter yang kelihatan sangat senang.Sementara Siella masih belum bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar tidak tahu harus merespon bagaimana kabar barusan. Antara tidak percaya, atau mungkin dirinya harus percaya dengan hal barusan.Perlahan ia memegangi perutnya, dan terus berpikir bahwa ini adalah mimpi saja. Ia masih belum bisa mencernanya dengan baik. Jadi, selama ini dirinya sudah hamil? Tapi ia sama sekali tidak sadar?“Apa suamimu ada? Apa yang di depan itu-““Bu- Bukan, na- nanti aku beritahu padanya,” Siella langsung menolak.Ia tidak tahu bagaimana Devan akan meresponnya. Siella hanya pernah berhubungan dengan Devan, jadi ia yakin kalau Devan adalah anak dari dalam kandunga
Siella merasa sepertinya memang masih ada yang mengganjal dari pihak Vano. Tetapi ia menolak bertemu, karena sejatinya, bagi Siella ini sudah berakhir sepenuhnya.Biarlah Vano harus berdamai dengan sendirinya dengan emosi yang juga masa lalu yang tidak ia bisa terima sama sekali. Tugas Siella sekarang ini benar-benar sudah tidak ada lagi. Ia kini sudah tidak boleh ikut campur lebih jauh.“Kamu merasa sedih?” tanya Devan kepadanya.“Entahlah. Padahal penyebab awalnya bukan aku. Tapi kenapa aku seperti dibuat mendapatkan semua karmanya?” Siella merasa tidak adil.Di dalam mobil suasana jadi sangat hening dan tidak ada yang memecah sama sekali. Sepertinya mereka berdua dalam kondisi perasaan yang sama-sama tidak nyaman sama sekali.Tetapi, entah kenapa Devan yang kala itu sedang menyetir tidak mengantarkan Siella pulang sebagai mana seharusnya. Dia malah berbelok ke Danau yang tidak jauh dari sana. Jelas sekali Siella terkejut.“H- Hei! Kita kemana?!” terkejut Siella.
Devan sebenarnya setengah senang hati mendengar ucapan dari Siella yang memilih mengajaknya. Tetapi, tahu bahwa dia akan diajak menemui Vano, jelas membuat Devan merasa agak sedikit jengkel.Mereka kemudian pergi setelah berpamitan dengan Rifia. Sudah usai perasaan terpendam dan juga masalah internal yang jelas membuat mereka jadi seperti ini. sekarang semua sudah baik-baik saja di antara mereka berdua.Mereka pergi ke tempat Vano dengan mengendarai mobil. Rasanya sedikit gugup memikirkan bahwa dirinya akan menemui orang itu lagi. Padahal dia sudah bertekad yang waktu ini akan menjadi yang terakhir bagi dirinya itu.“Kamu takut dia akan melakukan hal buruk?” tanya Vano kepadanya.“Ah, tidak, hanya saja, aku kepikiran apa yang mungkin dia lakukan kalau melihatku lagi,” balas Siella.Devan yang melihat ke depan dengan tatapan kosong itu selama beberapa saat sempat tidak memberikan jawaban yang pasti. Perasaan jengkelnya lebih besar ketimbang perasaan khawatirnya.Ketika mereka sudah sam
Siella membawakan buah tangan untuk Rifia, dan juga sedikitnya susu ketika ia hendak mengunjungi Rifia. Bukan tanpa alasan. Anggap saja ini sebagai formalitas karena dirinya akan menengoki orang sakit. Jadi dia tidak mungkin datang dengan tangan kosong, kan?“Kamu sungguh tak apa mendatangi Rifia?” tanya Devan yang khawatir.Siella menganggukkan kepala, ia jelas tidak merasa masalah kalau memang begitu perlunya dirinya untuk saat ini. Ia sudah memantapkan diri untuk bertemu dengan Rifia, jadi tidak seharusnya ia membatalkannya.Ruangan Rifia benar-benar dijaga dengan sangat ketat. Mungkin karena dia sempat bersekutu dengan Vano, jadi dia juga mendapatkan label berbahaya dari pihak keamanan yang ada.Masuk ke dalam sana, Siella terus mengatur napas untuk bisa menenangkan dirinya. Ia akan menahan segala emosi yang ada, baik atau buruk pun akan dia coba bendung di dalam dirinya.Di dalam sana, ia melihar Rifia berbaring dengan perban di kepalanya. Entah apa yang dilakukan oleh Vano sampa
Siella menikmati bagaiman Devan mengajaknya berkeliling, dan juga sesekali melihat berbagai binatang kecil yang tersedia di dekat sana. Devan tidak pernah melepas kamera di tangannya, dan selalu siaga untuk mengambil gambar untuk Siella.“Kamu tak mau aku foto juga?” Siella menawarkan diri.Devan yang sedang mencoba membidik gambar tersebut menurunkan kamera, dan melihat ke arah Siella. Dia tampak lebih bahagia daripada sebelum-sebelumnya.“Tidak apa. Aku tidak terlalu suka foto,” tolaknya dengan lembut sekali.Siella merasa agak terpukau mendengar jawabannya, rasanya seperti melihat orang yang berbeda, padahal baru kemari Devan sangat menyebalkan sekali. Tetapi, sekarang jauh berbeda, dia seperti menjadi orang lain yang belum pernah Siella lihat sebelumnya. Sungguh mengagetkan sekali.“Jarang-jarang kita bisa keluar begini, kamu serius tidak mau?” ucap Siella, lagi.Devan sekali lagi menolak sambil menggelengkan kepala dan tersenyum cukup tipis kepada dirinya ini. “Tenang, aku akan m
Siella merasa benar-benar sendiri sekarang ini. ia memang berhasil pergi dari hidup Vano dan terlepas dari pernikahan yang tidak sehat itu. Tetapi, kini ia kehilangan tempatnya untuk pulang dan menceritakan isi hatinya.Rasanya remuk sekali perasaan Siella. Ia lebih banyak berdiri di dekat jembatan dan sesekali ke danau juga. Bukan untuk menyerah pada segalanya, melainkan ingin menenangkan diri dengan merasakan dinginnya angin yang berembus kepadanya.Tak ada pikiran Siella untuk segera menyusul Hani. Karena belum tentu ia bisa bertemu dengannya. Tetapi, Siella akan memanfaatkan hidupnya dengan baik, dan ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjadi orang berguna.‘Huhhh, setelah ini apa?’ batin Siella merasa sangat kesal.Semuanya memang berakhir dengan baik, hanya saja, di setiap prosesnya Siella mendapatkan pembelajaran dan juga hasil yang tidak diinginkan sama sekali.Sesekali Siella melemparkan batu ke sungai untuk bisa meredakan kekesalannya. Sesekali juga ia melemparkan sebu
Siella sudah duduk rapi di kursinya, dan kini sedang menunggu Vano masuk ke bilik kaca untuk bisa berbicara engannya. Entah apa yang sebenarnya dia ingin bicarakan dengan Siella di saat seperti ini sebenarnya.Devan, Pak Romi, dan Bu Ina berdir di belakangnya mengawasi. Kali ini mereka akan mendengarkan semua yang dibicarakan oleh Vano.Vano masuk ke dalam, dan duduk tepat di kursi yang sudah disediakan. Sesuai dengan permintaan, Vano diborgol dengan kuat pada kursinya, dan tidak dibiarkan bisa bangun dari tempat itu.Melihat bahwa Siella tidak datang sendirian membuat Vano tertawa, dia jelas merasa dibohongi karena ingin bertemu dengan Siella saja.“Heuuuhhh, lihat, kamu datang membawa pasukan,” ucap Vano.“Kenapa memangnya? Ada obrolan yang kamu tidak ingin mereka ketahui?” Siella langsung mengatakannya.“Kalau memang ada kenapa?” Vano menyeringai licik.“Aku tidak mau mendengarnya kalau begitu,” Siella segera membalas.“Ahhh, kalau begitu kamu pasti marah padaku, ya? Memang seberap
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian