Albyshaka Ghibran Arseno. Menatap pantulan dirinya dibalik kaca cermin besar. Tersenyum cerah secerah pagi ini. Sebuah jas putih sudah melekat sempurna dibadannya, dibaluti sarung yang hanya sebatas setengah dengan perpaduan celana senada. Tak lupa, sebuah kopea yang melekat di kepala menambah kesan kesempurnaan untuk dirinya. “Khanza Amara, setelah ini kamu akan menjadi istriku,” ucapnya lirih. Kedua pipinya menampilkan lesung pipi, melengkung indah dengan lesungan yang tercipta. Alby menatap liontin dengan warna biru muda di dalamnya. Sebuah liontin di mana ia merasakan jatuh cinta. Ya, karena liontin inilah yang membuatnya merasakan jatuh cinta. Teringat atas dirinya yang tenggelam di danau, dan pemilik liontin inilah yang telah menolongnya. “Kak Alby?! Kata Bunda kakak udah siap belum? Kalau sudah cepat turun!” Sebuah teriakan dari luar kamar membuat Alby menoleh. Ah, suara adiknya—Nazeeva.“Iya Dek, kakak ke bawah sekarang!” teriaknya mulai senyum-senyum sendiri. Sedang di tem
“Khalif? Dengerin penjelasan Papa kamu dulu ya sayang?” Kinara dengan cepat menarik lengan Khalifa. Ikut bergabung diantara perkumpulan yang ada. “Ma, Khalif gak mau—”“Mau ya Nak, demi menjaga baik nama keluarga kita.” Bukan Kinara, melainkan Laila yang memotong ucapan Khalifa. “Aku gak masalah kalo Alby nikah sama kamu, kalian berdua sama, aku merestuinya.”“Laila?”“Mas! Setidaknya hal ini menutup malu keluarga kita. Daripada pernikahan dibatalkan? Lebih baik kita nikahkan mereka.” Laila menjawab cepat saat Bara ingin menyangkal. “Tapi aku gak mau, Tante. Aku —aku belum siap.” Khalifa meremas ujung kebayanya. Gugup sekaligus takut ia rasakan saat ini. “Begini saja, Khalif? Papa boleh minta tolong sama kamu? Papa cuma minta satu bulan untuk menggantikan posisi Khanza. Hanya satu bulan Khalif? Jika nanti Papa menemukan Khanza, kau bisa berpisah dengan Alby. Bagaimana?” Ungkapan Aarav membuat semua orang yang ada terdiam. Hening menyelimuti yang ada. Bara hanya bisa menghembuskan
Di atas pelaminan yang dihadiri banyak orang, Khalifa menunduk, benar-benar menunduk, tak berani menatap sekeliling apalagi menatap Alby. Keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya, apalagi tangannya yang basah karena keringat. “Ayo, cium punggung tangan suami,” ucap penghulu kembali mengintrupsi. Dengan resah Khalifa menatap Alby, lantas tangan kanannya terangkat untuk menyambut tangan Alby untuk ia cium. Namun tiba-tiba.. Mata Khalifa membelalak sempurna tatkala Alby menarik pinggangnya hingga jarak diantara keduanya tak tersisa. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat Alby mendekatkan wajahnya pada wajah Khalifa. “Ini kan yang kamu inginkan, sayang?” ucap Alby tersenyum smirik. Hembusan napas Alby menelusur halus pada pipi Khalifa, sedang sang empu menahan napas karena rasa tegang yang ia rasakan. “A--aku—”Cup! Khalifa melebarkan pupil matanya tatkala sebuah kecupan ia rasakan di kening, sampai didetik berikutnya Khalifa mendorong paksa Alby agar berjauh dengannya. “Ow
“Berhenti Al! Kau harus tanggung jawab!” Seru anak gendut mengejar anak kecil. “Aku benar-benar gak sengaja, Din, sumpah!” teriaknya sambil terus berlari menghindar dari amukan Dion. “Adikku menangis karenamu! Alby” teriak Dion murka. Anak berusia 8 tahun itu mengejar Alby, sayangnya karena badannya yang gendut membuat ia kesusahan dibuatnya. Sedang Alby yang memiliki tubuh kecil sangat cepat dalam berlari. “Kejar aja kalo bisa sih,” seru Alby yang malah tertawa. Alby melakukan kesalahan, ia tak sengaja merusak boneka milik adiknya Dion. Karena kerusakan itu membuat Dion marah padanya, berakhir mengejar dirinya. Dan sekarang Dion pasti akan membalas perbuatannya. Alby terus berlari tak tentu arah, laki-laki mungil berusia 8 tahun itu berlari menuju sebuah hutan. Di belakang Dion masih mengejar dirinya, benar-benar sial! Jika sampai Dion menangkapnya sudah dipastikan tubuhnya akan habis babak belur. Untuk itu Alby terus berlari tanpa tahu ke mana ia menuju. Mata Alby jatuh pada s
Kedua pasutri yang sudah resmi suami-istri itu sudah sampai di rumah kediaman Bara. Mobil mewah yang dihias berbagai bunga itu berhenti di halaman rumah bercat cream. Di belakangnya mobil Bara ikut berhenti, membuat orang yang ada di dalamnya keluar dari mobil. Khalifa dengan sifat malunya, perempuan itu meremas ujung gaunnya tatkala Alby lebih dulu keluar. Resah bercampur grogi ia rasakan saat ini. “Lho, di mana Khalifa?” tanya Laila kala semua orang yang ada sudah keluar. Dengan malas Alby menjawab. “Sepertinya dia betah di dalam mobil, biarkan saja,” jawab Alby santai. “Suruh Khalifa masuk, Bunda gak mau kamu mengacuhkannya,” ucap Laila memperingati. “Setelah ini datanglah ke kamar Ayah, ada suatu hal yang ingin Ayah bicarakan denganmu.” Kini Bara yang membuka suara. Pria itu begitu kentara sosok seorang Ayah, membuat Alby mau tak mau menurut. “Kalian, cepet masuk dan segera bersihkan badan kalian,” ucap Bara pada anak kembarnya—Nazeeva dan Zeevan. Dua anak itu sedari tadi ha
“Untuk 30 hari ke depan, Ayah ingin kau tidak menyentuh Khalifa sedikitpun!” ucap Bara penuh penegasan. Pria yang tampak penuh wibawa itu menatap putra sulungnya dengan serius. “Kau tau kan bahwa pernikahan ini hanyalah sebagai formalitas? Khalifa hanya sebatas pengantin pengganti yang nanti akan di tukar kembali jika Khanza kembali,” lanjutnya lagi. “untuk itu Ayah ingin kau menjaga batasanmu. Perlakukan dia dengan baik, tapi jangan sampai menghancurkannya dengan kau menyentuhnya.”“Ayah kira aku menginginkannya?” tanya Alby membuka suara. “aku memang pria normal, tapi bukan berarti aku melakukan hal dibatas wajar dengan orang yang tidak aku cinta!”“Alby, bukan itu maksud Ayah kamu—”“Ayah seakan mencurigaiku bahwa aku akan menodainya, Bunda pikir perkataan Ayah tidak menyinggungku? Lalu untuk apa pernikahan ini terjadi? Kenapa tidak kalian batalkan saja?” Alby mulai kesal. Ia kira pertemuan dalam pembicaraan bersama Ayah dan Bundanya hanya menyangkut Khanza, taunya hanya Khalifa!
“Ini pakaian ganti kamu, pakaian lainnya nanti diberesin sama pembantu di sini,” ucap Laila memberikan sebuah pakaian kepada Khalifa. “Ini pakaian Khalifa, Bunda?” tanyanya. “Bukan, ini pakaian sengaja dibeli, tapi belum pernah dipakai.”“Lah, kalau gitu—”“Udah, pakai aja, pakaian kamu kan masih diantar sama Mama kamu, paling besok kan datangnya? Jadi pakai ini saja dulu,” ucap Laila tersenyum. “Ya udah, Bunda ke bawah dulu ya. Alby pasti bakal pulang, nanti biar Bunda yang langsung bicara sama Alby.”Ya, malam ini Khalifa dipaksa Laila agar tidur di kamar Alby, membuat Khalifa pada akhirnya menurut saja. Asalkan satu, tidak disatukan dengan Alby maka ia akan menyetujuinya. “Terima kasih ya, Bunda. Terima kasih banyak,” ucap Khalifa sebelum akhirnya Laila pergi dari hadapannya. Khalifa tersenyum tipis lantas masuk ke dalam kamar Alby, mengunci pintunya kemudian berjalan menuju bibir ranjang. Sekarang ia tidak perlu khawatir ada Alby, pasalnya Laila pasti akan berbicara pada pria
“Kau tak jauh berbeda dengan wanita murahan di sana, bermaksud menggodaku, heh?” Alby terkekeh, bukannya mendorong Khalifa yang berada di atasnya justru ia gunakan dengan menahan gejolak pergerakannya yang hendak bangkit. “Lepas! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!” Khalifa berusaha bangkit, namun karena bath up yang muat satu orang ditambah Alby yang menahannya membuat ia tak bisa bangkit. “Kau berpura-pura, Khalif? Setelah apa yang kamu lakukan, kau masih mau berpura-pura?” Alby menahan geram, dia sedikit mencengkram pinggang Khalifa. “Pernikahan ini … aku tau pernikahan ini hanyalah sebatas menggantikan, tapi kau jangan lupa Kak, kau tidak diperbolehkan melewati batas!” ujar Khalifa dengan marah. “Bukan pernikahan yang aku maksud Khalif, melainkan kau yang menggagalkan pernikahan ini! Kau sendiri kan yang sengaja melakukan semua rencana ini? Heh, kau kira aku tidak tau?”Khalifa menatap Alby dengan penuh kesal, hendak mengelak namun Alby dengan cepat berkata. “Kau lupa