Kedua pasutri yang sudah resmi suami-istri itu sudah sampai di rumah kediaman Bara. Mobil mewah yang dihias berbagai bunga itu berhenti di halaman rumah bercat cream. Di belakangnya mobil Bara ikut berhenti, membuat orang yang ada di dalamnya keluar dari mobil. Khalifa dengan sifat malunya, perempuan itu meremas ujung gaunnya tatkala Alby lebih dulu keluar. Resah bercampur grogi ia rasakan saat ini. “Lho, di mana Khalifa?” tanya Laila kala semua orang yang ada sudah keluar. Dengan malas Alby menjawab. “Sepertinya dia betah di dalam mobil, biarkan saja,” jawab Alby santai. “Suruh Khalifa masuk, Bunda gak mau kamu mengacuhkannya,” ucap Laila memperingati. “Setelah ini datanglah ke kamar Ayah, ada suatu hal yang ingin Ayah bicarakan denganmu.” Kini Bara yang membuka suara. Pria itu begitu kentara sosok seorang Ayah, membuat Alby mau tak mau menurut. “Kalian, cepet masuk dan segera bersihkan badan kalian,” ucap Bara pada anak kembarnya—Nazeeva dan Zeevan. Dua anak itu sedari tadi ha
“Untuk 30 hari ke depan, Ayah ingin kau tidak menyentuh Khalifa sedikitpun!” ucap Bara penuh penegasan. Pria yang tampak penuh wibawa itu menatap putra sulungnya dengan serius. “Kau tau kan bahwa pernikahan ini hanyalah sebagai formalitas? Khalifa hanya sebatas pengantin pengganti yang nanti akan di tukar kembali jika Khanza kembali,” lanjutnya lagi. “untuk itu Ayah ingin kau menjaga batasanmu. Perlakukan dia dengan baik, tapi jangan sampai menghancurkannya dengan kau menyentuhnya.”“Ayah kira aku menginginkannya?” tanya Alby membuka suara. “aku memang pria normal, tapi bukan berarti aku melakukan hal dibatas wajar dengan orang yang tidak aku cinta!”“Alby, bukan itu maksud Ayah kamu—”“Ayah seakan mencurigaiku bahwa aku akan menodainya, Bunda pikir perkataan Ayah tidak menyinggungku? Lalu untuk apa pernikahan ini terjadi? Kenapa tidak kalian batalkan saja?” Alby mulai kesal. Ia kira pertemuan dalam pembicaraan bersama Ayah dan Bundanya hanya menyangkut Khanza, taunya hanya Khalifa!
“Ini pakaian ganti kamu, pakaian lainnya nanti diberesin sama pembantu di sini,” ucap Laila memberikan sebuah pakaian kepada Khalifa. “Ini pakaian Khalifa, Bunda?” tanyanya. “Bukan, ini pakaian sengaja dibeli, tapi belum pernah dipakai.”“Lah, kalau gitu—”“Udah, pakai aja, pakaian kamu kan masih diantar sama Mama kamu, paling besok kan datangnya? Jadi pakai ini saja dulu,” ucap Laila tersenyum. “Ya udah, Bunda ke bawah dulu ya. Alby pasti bakal pulang, nanti biar Bunda yang langsung bicara sama Alby.”Ya, malam ini Khalifa dipaksa Laila agar tidur di kamar Alby, membuat Khalifa pada akhirnya menurut saja. Asalkan satu, tidak disatukan dengan Alby maka ia akan menyetujuinya. “Terima kasih ya, Bunda. Terima kasih banyak,” ucap Khalifa sebelum akhirnya Laila pergi dari hadapannya. Khalifa tersenyum tipis lantas masuk ke dalam kamar Alby, mengunci pintunya kemudian berjalan menuju bibir ranjang. Sekarang ia tidak perlu khawatir ada Alby, pasalnya Laila pasti akan berbicara pada pria
“Kau tak jauh berbeda dengan wanita murahan di sana, bermaksud menggodaku, heh?” Alby terkekeh, bukannya mendorong Khalifa yang berada di atasnya justru ia gunakan dengan menahan gejolak pergerakannya yang hendak bangkit. “Lepas! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!” Khalifa berusaha bangkit, namun karena bath up yang muat satu orang ditambah Alby yang menahannya membuat ia tak bisa bangkit. “Kau berpura-pura, Khalif? Setelah apa yang kamu lakukan, kau masih mau berpura-pura?” Alby menahan geram, dia sedikit mencengkram pinggang Khalifa. “Pernikahan ini … aku tau pernikahan ini hanyalah sebatas menggantikan, tapi kau jangan lupa Kak, kau tidak diperbolehkan melewati batas!” ujar Khalifa dengan marah. “Bukan pernikahan yang aku maksud Khalif, melainkan kau yang menggagalkan pernikahan ini! Kau sendiri kan yang sengaja melakukan semua rencana ini? Heh, kau kira aku tidak tau?”Khalifa menatap Alby dengan penuh kesal, hendak mengelak namun Alby dengan cepat berkata. “Kau lupa
“Terserah apa yang kamu katakan, Kak. Tapi … saat itu yang aku lakukan bukan atas inginku, aku dipaksa! Dan yang melakukannya kemarin tidak lain ….” Khalifa menggantung ucapannya. “Kau tidak akan tahu! Percuma aku menjelaskannya.” Khalifa tidak jadi memberitahukan, percuma, tidak ada gunanya. “Aku tau apa tujuanmu, Khalifa! Kau tidak lebih perempuan tak tahu diri tanpa memiliki rasa malu. Sekarang lihat hari ini saja, tanpa tahu malu kau datang ke kamarku, padahal sudah tau bahwa ini kamarku, yang artinya di isi oleh aku! Tapi apa yang kau lakukan? Datang ke sini dengan pakaian yang dibuka? Bermaksud menggodaku, benar bukan? Namun sayang, aku tidak tergoda sedikitpun karenamu!” Alby sedikit mendorong tubuh Khalifa di atasnya. Membuat Khalifa tersentak karena punggungnya terasa membentur ujung bath up. “Jangan berpikir bahwa suatu hari nanti aku akan berpaling dari Khanza! Ingat ini Khalifa, sampai kapanpun kau tidak bisa menggantikan posisi Khanza dihatiku. Beribu usaha yang kau l
Khalifa mengutuk dirinya sendiri saat ia menerima tawaran dari Yuza tanpa pikir panjang. Hanya karena ingin tenang ia bertekad melakukan apa yang di suruh Yuza. Ya, sebuah pernyataan cinta yang tak lain pada Alby! Saat itu, Khalifa memberanikan diri menyatakan cinta pada Alby, berharap bahwa Alby mau menerimanya. Karena saat ucapan yang keluar di bibir Alby maka harapan yang diinginkan Khalifa akan terpenuhi yang mana ia tak akan diganggu lagi oleh Yuza. Tapi sayang seribu sayang, Alby menolaknya dengan ucapan yang cukup frontal, membuat Khalifa pada saat itu benar-benar dimalukan. “B0doh! Kau b0doh Khalif!” umpat Khalifa menggeleng keras. Ingatan itu tidak ingin Khalifa ingat-ingat, namun sayang … kejadian itu justru sering menghantuinya, masuk ke dalam mimpi hingga berhasil membuat Khalifa membuka kembali luka yang belum sempat terobati. Khalifa menangis. “Ke mana kamu pergi, Ka? Andai kamu ada di sini, mungkin … aku gak bakal sendiri kayak gini.” Lirih, Khalifa bergumam dengan
Khalifa menarik napas dalam-dalam. Pelukan yang Alby beri padanya membuat pasokan oksigen sedikit berkurang. Dengan pelan Khalifa mengangkat lengan kiri Alby, berharap Alby tidak bangun supaya ia terlepas dari pelukannya ini. Mana mau Khalifa tidur dengan seorang pria! Mana orang yang membencinya lagi, tidak, tidak! Itu tidak boleh sampai terjadi! Khalifa menyipitkan matanya tatkala mengangkat pelan lengan itu, sampai tiba-tiba… “Kau?” Alby berucap dengan mata menyipit, terlihat setengah sadar. Khalifa menggeleng, refleks menepuk-nepuk rambut Alby dengan pelan. “Tidurlah … tidurlah ….” Seakan ucapan Khalifa sebuah hipnotis, Alby kembali memejamkan matanya tatkala ditepuk-tepuk begitu. “Huft, selamat!” Khalifa bernapas lega, lantas ia kembali menjalankan misi dalam melepaskan diri dari kurungan Alby. Pelan namun pasti, Khalifa berhasil mengangkat lengan Alby dengan gerakan pelan, menjadikan ia terlepas dari pelukan itu. Khalifa bernapas lega. Merasa takut apabila Alby bangun
“Ayah dan Bunda akan menjadi saksi bahwa kami ….”“Kami akan bercerai setelah 30 hari.” Khalifa melirik ke arah Alby, “jika sebelum 30 hari Khanza sudah ditemukan, aku bersyukur, itu berarti pernikahan ini memang akan terlepas. Tapi, jika dalam waktu 30 hari Khanza masih belum ditemukan, aku tetap menginginkan perpisahan ini terjadi.” “Dan untuk itu … aku ingin membuat kalian menjadi saksi bahwa 30 hari ini kami tidak akan bersama, entah seatap ataupun dalam hal lain. Aku---aku ingin kami terpisah saja. Maksudku, aku ingin hidup antara aku dan Kak Alby masing-masing, aku tidak mengurusi hidupnya dan hidup Kak Alby tidak aku urusi urusannya. A--aku—”“Ayah mengerti.” Bara melangkah menuju Khalifa, ia tersenyum seraya mengusap lembut bahu Khalifa. “Kau tidak ingin Alby mendekatimu? Kau tidak ingin disentuh olehnya? Kecuali atas izinmu?”Khalifa mengangguk, namun pula menunduk. “Ayah, t–tolong buat kak Alby berjanji, bahwa dia … tidak akan menyentuhku, ataupun berkata kasar lagi pada