Share

Bab 113. Sebuah Fakta

Penulis: Melisristi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
“Kau sudah menemukan Kinara?” tanya Vanzo menatap cucunya yang baru pulang dari pencarian Kinara. Sekarang Vanzo ikut tinggal di kediaman Aarav, melihat keadaan di mana Kinara tidak ada membuat Vanzo ikut mencari.

“Belum Kek, entah ke mana Kinar pergi, sampai-sampai kami harus kewalahan dibuatnya.” Aarav merasa frustasi, menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kursi sofa. Pria itu memijit pelipis, terasa pusing karena setiap hari waktunya digunakan untuk mencari Kinara.

“Kinara tidak akan pergi jauh, kakek yakin itu. Hanya saja mungkin tempat persembunyiannya yang memang sulit untuk dicari, membuat kita harus extra sabar dalam mencarinya.”

Aarav menghembuskan napas lelah, mata pria itu tampak sekali bundaran hitam, sangat terlihat bahwa Aarav kurang tidur.

Bagaimana mau tidur jika istrinya saja belum ditemukan? Bagaimana hidupnya akan tenang sedang di sisi lain ada kehidupan lain yang dia bawa? Ya, anaknya. Kinara membawa anaknya.

“Biar kakek yang cari, kau istirahat saja Aarav.”

“Tidak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 114. Kembali Ke Titik Awal

    “Jadi maksud Kakek, karena kecelakaan itu mengakibatkan Mas Aarav kehilangan kesadaraannya? Itu berarti, apa-apa yang dia rasa tidak akan merasakan apapun selain perasaan hampa nak kosong?” tanya Kinara tidak percaya. “Iya, itulah maksud dari perkataan Dokter saat itu. Karena memang, saat Aarav tersadar … dia tak memiliki gairah hidup di dalamnya. Tatapannya kosong, hampa, bahkan tak sekali dua kali dia terdiam saat kakek memanggil namanya.”“Tapi Mas Aarav masih hidup dan sadar kan Kek? Lalu kenapa saat aku mencoba membangunkannya dia tak kunjung bangun Kek. Ada apa dengan Mas Aarav?” Kinara menatap sayu Vanzo, meminta kejelaskan lebih mengenai Aarav. “Itu dikarenakan perasaannya yang mati. Menjadikan hati dan pikiran tidak bisa berjalan beriringan. Tapi kau tenang saja, setelah ini Aarav pasti akan terbangun. Dia sering begitu, karena hidup yang tampak tidak ada rasa membuat tidur Aarav pun tak merasakan apapun. Jadi, sebesar apapun kita mencoba membangunkannya, jika bukan karena d

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 115. Harapan Besar

    Rombak ulang dari part 112-114. Yang pernah baca sebelumnya bisa baca ulang ya. Terimakasih. . . . Kinara mengelus perutnya yang sudah memasuki 8 bulan, tak sadar bahwa kemarin baru 7 bulan, sekarang tau-tau sudah 8 bulan saja. “Kamu bakal cepat lahir sayang, tetap bertahan di sana ya? Sehat-sehat,” ujar Kinara tersenyum kecil. Perempuan itu tengah duduk di tepi ranjang, menunggu Aarav yang tadi pergi ke kamar mandi. Menunggu suaminya untuk kembali. Seperti biasa, setiap harinya Aarav tidak pernah berbicara. Pria itu dingin, hanya saja bukan dingin seperti awal melainkan dingin tanpa perasaan apapun. Hatinya masih kosong, membuat Kinara harus berusaha keras untuk mengembalikan perasaannya. Malam ini Kinara memilih untuk tidur bersama, kemarin-kemarin Aarav selalu menatapnya dengan tatapan dingin namun kosong, seolah mengatakan kalau dirinya tidak boleh tidur seranjang. Kala itu Kinara menurut, tidur di tempat lain demi ketenangan Aarav. “Semoga Ayah kalian cepat sembuh dari p

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 116. Meniru

    Suara kicauan burung di pagi hari menjadi pemicu seseorang mengerjapkan mata. Dia, Aarav. Mengerjakan matanya tatkala kicauan burung itu semakin nyaring masuk ke dalam telinga. Perlahan, mata itu terbuka lebar. Terdiam dengan tatapan kosong, manik hitamnya menatap lurus atap-atap. Ia terdiam, tampak sekali hampa yang dirinya rasakan. “Anak kita bakal perempuan, Mas.”Suara yang amat familiar membuat Aarav menoleh ke kanan, di mana ia menemukan seorang wanita yang … entahlah. Tidak ada gairah sedikitpun dalam menatapnya. Aarav terdiam kembali. Yng sering dirinya lakukan tak lebih berkedip mata, bernapas dan terdiam. Aarav kembali menatap atap-atap, masih sama. Terasa kosong dan hampa. Sampai saat tak sengaja tangan Kinara tersimpan di bawah perutnya … jantung Aarav terasa berhenti berdetak. Pria itu menelan salivanya pelan saat melihat tangan Kinara tersimpan di sana. Gelenyar aneh terasa di dalam dirinya, namun tidak tahu apa itu. Aarav menolehkan kembali pandangan mata dalam me

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 117. Detik Menegangkan

    “Bagaimana dengan kondisi suami saya sekarang, Dok?” tanya Kinara pada Dokter yang barusan memeriksa Aarav. Hari ini adalah hari pemeriksaan untuk Aarav, membuat Kinara mengajaknya untuk diperiksa. Ditambah Vanzo yang tidak bisa datang menjadikan pemeriksaan itu dilakukan oleh dirinya saja. “Ada sedikit perubahan pada Aarav. Sedikitnya dia sudah mulai berbicara dengan orang lain. Walau terlihat masih kebingungan tapi perubahan itu cukup bagus untuk otaknya yang berfungsi kembali.” “Apalagi yang harus aku lakukan demi meningkatkan fungsi otaknya agar terus berjalan Dok? Aku ingin Mas Aarav benar-benar sembuh dari penyakit ini,” ucap Kinara sayu. Perempuan itu menatap Aarav yang tengah duduk di kursi sofa, sendirian. Pria itu hanya terdiam, tampak kebingungan yang diperlihatkan oleh Aarav. “Kau hanya perlu mengajaknya untuk beradaptasi dengan orang-orang terdekatnya. Mengenalkan kembali lingkungannya agar bisa memahami sekitar. Jangan jauh-jauh,cukup dekatkan saja dia dengan orang-o

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 118. Selesai?

    “Di mana—”“Pergi?!” Aarav, pria itu ternyata sudah berdiri di depan Kinara sembari membawa kayu balok. Pria itu tampak ketakutan namun juga terlihat berani. “Pergi?!” Aarav kembali berteriak, sesekali dia melihat Kinara yang kesakitan. Seakan perasaan untuk menjaga hadir, Aarav berdiri untuk melindungi Kinara. “Hah, menyusahkan!” ucap pria berwajah bengis itu. “lawan dia?!” perintahnya kemudian diangguki oleh dua orang. Dua orang berbadan kekar maju menuju Aarav, dengan sigap Aarav menghuyungkan kayu balok tersebut pada mereka, namun sayang, kekuatan Aarav yang tidak stabil membuat dua orang berbadan kekar itu tertawa keras. “Laki-laki pengecut!” desis mereka lantas menarik paksa kayu balok yang dipegang oleh Aarav. Bugh! “Mas Aarav?!” Kinara menjerit histeris tatkala satu pukulan didapat Aarav. Pria itu terjatuh. “Mas Aarav?!” Kinara menangis histeris saat seseorang menendang tubuhnya yang sudah tergeletak. “Hentikan, tolong hentikan! Lepaskan suamiku?!” Kinara menjerit hist

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 119. Lahirnya Anak Kembar

    “Shh … sakit, perutku sakit.”“Cepat bawa ke ruang darurat!” perintah Dokter pada para perawat yang mendorong brankar. Di belakang juga Aarav berada di atas brankar, didorong menuju ruang darurat lain. Keduanya harus terpisah ruangan kala Kinara sudah dibawa ke arah lain. Ruang di mana Kinara berada berwarna lampu merah, tak jauh beda dengan Aarav yang sudah dimasukan ke ruang darurat pula. Ruangan itu berlampu merah, bertandakan bahwa keadaan mereka tidak baik-baik saja. Di belakang Anwar bingung untuk memilih antara siapa yang harus ia lihat keadaan, pasalnya Kinara dibelokkan ke arah kanan, sedang Aarav dibelokkan ke arah kiri, membuatnya bingung untuk ikut ke siapa. Karena panik yang Anwar rasakan pada akhirnya Anwar memilih menelpon kepada Vanzo, memberitahukan akan keadaan keduanya yang tidak baik-baik saja, termasuk dirinya sendiri yang tadi terkena serangan brutal. Telepon awal Vanzo tidak mengangkatnya, namun saat telepon kedua pria paruh baya itu mengangkatnya. Tak perl

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 120. Takdir Yang Sebenarnya

    “Mas Aarav---Mas Aaa—” Ucapan Kinara tercekat tatkala di depannya terlihat … Aarav? Bola mata Kinara melebar, tangis yang terkumpul di pelupuk mata berhasil jatuh membasahi pipinya. Ia tersenyum, namun pula menangis. “Mas Aarav … ?” Mendengar lirihan Kinara, Vanzo ikut menjatuhkan tatapannya ke depan. Seketika matanya melebar sempurna. Ya, tepat di hadapan koridor setelah belokan, Aarav, pria itu berdiri didampingi oleh Aavar dan Devan. Mata Aarav berkaca-kaca di kejauhan sana, menatap Kinara dengan tatapan … rindu? “Kinar ….?”Suara yang amat dirindukan Kinara berhasil membuat perempuan itu melebarkan pupil matanya. Sampai tepat saat Aarav kembali memanggil namanya, Kinara dengan gegas melepas pegangan tangan Vanzo yang menahannya. Perempuan itu kian menangis, berjalan menuju Aarav yang juga tengah berjalan menuju ke arahnya. Ya, di sisi Aarav pria itu juga melepas pegangan tangan Aavar yang menahan tubuhnya. Gegas pria itu berjalan menuju Kinara. “Mas Aarav ….” Antara tangis da

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   SEASON 2 [ Chapter 1]

    -SEASON 2-Sekuel ini akan berfokus ke anak-anaknya Kinara Aarav. Semoga sukkkaaa … . . . .. . “Sayang … sayangnya Papa, umm ….” Aarav mencium penuh wajah putrinya. Menggendong sampai mengajaknya bermain. “Haha, geli ….” Anak perempuan yang kini Aarav ajak main tertawa geli. Tertawa lepas menampilkan sederet gigi yang belum tumbuh. “Anak Papa siapa namanya, hm?”“Khanza!” Anak perempuan itu menjawab cepat. Umurnya sekarang sudah memasuki 5 tahun, menjadikan dia mengerti bahasa manusia. “Khanza apa sayang?”“Khanza Amara Andszar!”Aarav tertawa lepas melihat tingkah putrinya yang amat menggemaskan, membuat ia tak tahan untuk tidak mencium wajahnya. Wajah Khanza lebih mirip ke Kinara, sangat mirip malah. Dilihat dari bibir dan mata, putrinya itu sangat mirip dengan Kinara. “Eh, Khalifa mana?” tanya Aarav baru sadar akan putri satunya. Sebenarnya ia baru pulang kerja. Dan setiap hari Aarav selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan putrinya itu. Seberapa sibuknya ia akan

Bab terbaru

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status