Share

CEO di Perusahaannya

"Mama ...."

"Mama ...."

Dua orang anak sedang berlarian di rumah kontrakan sederhana pagi itu sambil terus terkikik dan memanggil ibunya.

"Sebentar, Sayang! Mama sedang siap-siap!" Janice berteriak dari kamarnya sambil merapikan setelan formalnya.

Enam tahun berlalu sejak ia kabur dari Edgard, kabur dari malam yang mengerikan itu dengan perjuangan yang sama sekali tidak mudah.

Janice sempat memukul kepala Edgard dengan lampu meja setelah pria itu menyalurkan hasratnya pada Janice malam itu.

Dengan panik, Janice menyambar baju apa pun yang bisa ia dapat dari lemari dan segera keluar dari kamar itu. Ia berlari seperti orang gila karena dikejar oleh orang suruhan Edgard, namun akhirnya ia berhasil lolos.

Bahkan sesampainya di rumah, Janice langsung mengemasi semua barangnya dan membawa ibunya yang sakit itu pergi jauh ke kota kecil karena ia begitu takut Edgard akan menemukannya atau pria bengis itu akan menjebloskannya ke penjara.

Namun, sampai satu bulan berlalu, ia dan ibunya hidup dengan begitu tenang sampai Janice berpikir kalau masalahnya sudah berakhir.

Tidak benar-benar tenang karena Janice sendiri mengalami guncangan dan depresi yang cukup mengganggu karena kejadian itu, tapi setidaknya tidak ada orang yang mengejar mereka lagi.

Hanya saja, siapa sangka masalah baru malah muncul saat Janice dinyatakan hamil anak kembar, hasil perbuatan bejat yang dilakukan oleh Edgard.

Janice ingin menggugurkannya, namun ibunya yang mengetahui apa yang menimpa Janice bersikeras untuk mempertahankannya.

"Kau bilang kau bukan orang jahat. Mencelakai orang saja kau gagal apalagi membunuh anakmu sendiri. Bukan hanya satu, Janice, tapi dua. Jangan panggil aku Ibu kalau kau sampai melakukannya!" kata ibunya waktu itu.

"Tapi aku tidak mau hamil, Ibu! Apalagi anak pria kejam itu! Lagipula bagaimana kita bisa membesarkan dua anak sekaligus kalau hidup kita sendiri saja begitu susah?"

"Anak itu titipan, Janice. Mereka tidak berdosa dan anak juga bisa membuka pintu rejeki untukmu."

Dan ucapan ibunya terbukti benar. Walau perjuangan saat hamil sama sekali tidak mudah, tapi sejak kehadiran anak kembarnya, seolah ada saja rejeki yang datang di hidup Janice hingga tanpa terasa, Janice berhasil membesarkan Collin dan Calista sampai mereka berumur lima tahun sekarang.

Namun, terkadang Janice merasa gagal menjadi orang tua karena anaknya tidak mempunyai mainan bagus atau baju bagus seperti anak lainnya.

Janice pun iri pada orang tua lain yang bisa menyekolahkan anak mereka sejak jenjang PAUD, sedangkan ia sendiri belum mampu.

Karena itulah, Janice memutuskan kembali ke kota asalnya untuk bekerja di kota besar dan di perusahaan besar dengan gaji yang lebih baik, karena tahun depan kedua anaknya harus bersekolah.

Dan di sinilah mereka, hidup sederhana di rumah kontrakan yang sederhana juga, namun mereka bahagia.

"Mama datang, Sayang! Kalian mau apa?" Janice yang sejak tadi dipanggil pun menghampiri dan langsung berjongkok di depan kedua anaknya.

"Collin mau minum susu, Mama, tapi direbut sama Calista!" lapor Collin menggebu.

"Itu susu punya Calista, kan Collin sudah punya yang coklat!" sahut Calista tidak terima.

"Tapi Collin kan masih minum yang strawberry, jangan direbut!"

"Itu punya Calista!"

"Punya Collin!"

"Punya Calista!"

Collin dan Calista mendadak berebut susu kemasan sampai tanpa sengaja kotaknya terpencet dan cairan berwarna pink strawberry itu pun menyembur dari kotaknya hingga membuat lantai rumah menjadi belepotan.

"Astaga! Collin, Calista, untung saja susunya tidak kena baju Mama! Sudah, jangan berebut lagi! Sekarang duduk dulu, Mama harus mengepel lantainya lagi!" pekik Janice kaget.

Janice pun mengembuskan napas kesal. Berebut apa pun memang adalah hobi si kembar dan biasanya Janice tidak akan mengomel berlebihan. Tapi hari ini adalah hari pertama Janice bekerja dan ia sangat terburu-buru.

Collin dan Calista pun langsung terdiam mendengar Janice marah. Kedua anak itu langsung berlari kecil duduk di sofa dan tidak ada yang berani bergerak lagi.

"Sudah, Janice, tinggalkan saja! Ini hari pertamamu bekerja dan kau tidak boleh terlambat kan? Nanti Ibu yang akan mengepelnya!" kata Nara, ibu Janice.

"Tidak apa. Ini sudah selesai, Ibu." Janice segera menyimpan kembali peralatan pelnya. "Aku berangkat dulu ya, Ibu!"

Nara mengangguk dan tersenyum menatap anaknya.

"Pergilah, Janice! Bekerjalah dengan baik dan jangan mengkhawatirkan kedua anak ini, Ibu akan menjaga mereka untukmu!"

Janice pun mengangguk lalu melirik kedua anaknya. "Collin, Calista! Ingat, jangan nakal dan harus menurut pada Oma Nara! Kalian mengerti? Mama berangkat kerja dulu!"

Janice mendaratkan bibirnya ke kening Collin dan Calista, sebelum ia berpamitan lagi dan segera pergi dengan ojek langganannya.

Dengan cepat, Janice tiba di gedung perusahaan tempat ia bekerja, Emerald Group.

Janice pun menatap gedung besar itu sambil tersenyum bangga lalu ia masuk dan bergabung dengan para karyawan baru yang lain di ruang rapat untuk mendapatkan pengarahan di hari pertama mereka bekerja.

Di saat yang sama, sebuah mobil mewah baru saja berhenti di depan perusahaan yang sama.

Edgard William, sang CEO pun keluar dari mobilnya dan melangkah dengan mantap memasuki gedung Emerald Group.

Setelah enam tahun yang lalu mengalami kecelakaan hebat sampai sempat koma dan mengalami kebutaan sementara, akhirnya Edgard sembuh total, ia bisa melihat lagi dengan jelas, dan kembali bangkit.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, Edgard membuka beberapa perusahaan baru dan mampu membuktikan dirinya sebagai salah satu pebisnis yang paling berpengaruh di negeri ini.

"Apa para karyawan baru yang kita terima kemarin sudah masuk hari ini, Jefry?" tanya Edgard pada asistennya.

"Sudah. Mereka sedang dikumpulkan di ruang rapat dan diberi pengarahan."

Edgard mengangguk mendengarnya. "Bagus, kita ke sana sekarang karena aku harus memastikan semuanya sempurna."

Jefry yang sangat memahami bosnya yang perfektionis itu pun mengangguk dan menemani Edgard ke ruang rapat.

Sementara di ruang rapat sendiri, Janice dan semua karyawan baru yang lain sudah duduk manis mendengarkan penjelasan dari seorang manager.

"Jadi itu sekilas perkenalan dari perusahaan ini. Selamat bergabung dengan Emerald Group!"

"Setelah ini, kalian akan masuk ke divisi kalian masing-masing dan diberitahu lebih lanjut tentang jobdesc kalian."

Manager itu masih berbicara saat seorang karyawan yang lain mendekat dan membisikkan sesuatu padanya.

"Ah, baiklah, kali ini kita mendapat kehormatan karena Pak CEO kita sedang menuju ke sini jadi kita akan berkenalan secara langsung dengan Beliau," kata manager itu lagi.

"Hei, apa kau sudah pernah melihat CEO-nya?" bisik seorang karyawan baru di divisi yang sama dengan Janice.

"Eh, tidak. Aku tidak pernah melihatnya. Aku juga tidak pernah mencari tahu tentang CEO-nya," sahut Janice jujur.

Boro-boro mencari tahu tentang CEO, bahkan Janice hanya mencari semua nama perusahaan besar dan menyebar lamaran kerja. Beruntung Janice akhirnya diterima di sini setelah melalui interview dan test yang cukup memusingkan.

"Oh, kuberitahu ya, CEO perusahaan ini sangat tampan!"

"Benarkah? Kau pernah melihatnya?"

"Tentu saja! Waktu aku masih bekerja di perusahaan lain, CEO perusahaan ini sering berkunjung ke perusahaanku jadi aku sering melihatnya."

"Ah, begitu ya?" Janice hanya mengangguk dan tersenyum.

Bukannya Janice tidak menyukai pria, namun terpaksa menjadi seorang ibu di umurnya yang masih begitu muda membuatnya melupakan sejenak ketertarikan terhadap pria.

Bahkan memikirkan makan dan sekolah anaknya saja sudah membuatnya jatuh bangun bekerja tanpa henti, ia pun tidak mau menambah bebannya dengan urusan percintaan lagi.

Janice masih tetap mendengar cerita dari teman barunya itu sampai pintu ruang rapat dibuka dan beberapa orang nampak masuk ke sana.

Sontak semua orang di ruang rapat pun langsung berdiri, begitu pun dengan Janice yang ikut berdiri sambil melongokkan kepalanya mencari CEO yang katanya tampan itu.

Tidak lama kemudian, seorang pria gagah dengan aura yang dingin masuk ke sana dan seketika mata Janice membelalak melihatnya.

Jantung Janice mendadak memacu kencang hingga tubuhnya gemetar melihat pria itu, pria yang sama seperti pria di masa lalunya.

Janice menelan salivanya dan bahkan giginya mulai gemerutuk sekarang.

Sampai saat manager memperkenalkan pria itu dan Janice pun rasanya hampir pingsan mendengarnya.

"Perkenalkan, ini CEO Emerald Group, Pak Edgard William!"

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status