Ketika Rosella hendak keluar IGD seorang suster memanggil Rex Albq sebagai wali dari wanita yang kerap kali disapa Ro itu.
Suster itu menjelaskan kepada Rex tentang tagihan biaya pengobatan Rosella yang harus ia bayar. Rex pun mengerti. Ia lantas pergi ke kasir. Selesai membayar, ia bergegas meninggalkan rumah sakit. Selang beberapa saat, Rosella menyusul keluar IGD lalu bersitatap dengan seorang rentenir dan anak buahnya yang sedang mencarinya. Rosella yang bingung bagaimana para rentenir itu bisa tahu dirinya di rumah sakit mencoba menghindar. Saat lari dari kejaran para rentenir, Rosella masuk ke mobil seorang pria dan bersembunyi di sana. Melihat seorang wanita masuk ke mobilnya tanpa permisi, si pria tampan yang duduk di balik setir itu jadi salah sangka dan mengira bahwa ia menginginkan uangnya. "Hey! Apa yang kau lakukan di mobilku, huh? Cepat keluar! Jika tidak, aku akan melaporkanmu ke polis," ujar Rex marah. Ya... Pemilik mobil mewah yang Rosella naiki adalah Rex Alba. Sayang sekali, peringatan dari Rex itu sama sekali tak berpengaruh pada Rosella yang mati ketakutan dikejar oleh rentenir dan anak buahnya. Alih-alih keluar dari mobil Rex, Rosella justru berkata dengan raut wajah cemas, "Maafkan aku... Aku benar-benar putus asa." Penuturan Rosella itu kontan membuat amarah Rex semakin meletup-letup. Ia yang tidak tahan dengan sikap Rosella lantas menyeretnya paksa keluar dari mobil mewahnya. "Kita akhiri dengan ini!" Rex memberi—tidak! Ia melemparkan sejumlah uang kepada Rosella, tepat di depan wajahnya. "Jangan ganggu aku lagi!" tegasnya sambil melotot. Setelah melempar uang kepada Rosella, Rex masuk ke mobilnya dan meninggalkan Rosella. Ia bergegas pergi ke kantornya. Namun saat dalam perjalanan, tiba-tiba saja ponsel Rex bunyi. Rex pun langsung mengangkatnya, dan orang di balik telepon tersebut ternyata adalah ART di rumah, yang memberi tahunya bahwa salah satu putranya masuk rumah sakit. "Tuan Rex, Jovin pingsan lagi. Awalnya dia muntah karena merasa mual. Lalu tiba-tiba pingsan. Jadi saya dan Pak Taylor membawanya ke rumah sakit," ungkap wanita 55 tahun bernama Grace ini dengan hati-hati. Rex bak disambar petir usai mendengar kabar dari Grace. Ia lantas menutup telepon lalu menginjak gas dan menambah kecepatan mobilnya supaya sampai di rumah sakit lebih cepat. *** Hanya butuh beberapa menit bagi Rex untuk tiba di Paradise Hospital. Di rumah sakit itulah Rex bertemu dengan dokter yang merawat putranya selama ini. "Halo, Rex...." Dokter Liam yang baru saja keluar dari ruang operasi menyapa Rex yang telah menunggunya, dengan duduk di kursi tunggu di depan pintu masuk dan keluar ruang operasi. Mendengar suara Dokter Liam saat menyapanya, Rex pun bangkit dari duduknya. "Halo, Dok..." balas Rex. Ia menyapa balik dengan ramah. "Maaf lama menunggu... Aku ada banyak jadwal operasi hari ini." Dokter Liam mengulas senyumnya pada Ayah Jovin itu. "Tidak masalah, Dok," ujar Rex yang juga mengurai senyum pada Dokter Liam. "Dok, apakah kondisi anakku buruk?" tanyanya langsung. Dan, raut wajahnya seketika saja berubah cemas. Dokter Liam yang merasa sesak menghela napas panjang sambil mengedarkan pandangannya ke arah lain sejenak. "Penyakit Jovin berkembang lebih cepat daripada dugaan kita selama ini," jawabnya. "Rex, sebenarnya kami bisa menghentikan pendarahan varises di esofagus. Tapi aku rasa Jovin butuh transplantasi lebih dulu sebelum keadaannya memburuk. Dan saat ini, kemungkinnya kecil mendapat donor melalui Jaringan Donor Organ negara kita. Jadi, jika ada anggota keluarga yang cocok, kau harus bicara dengan mereka." "Apakah aku benar-benar tidak bisa melakukannya?" tanya Rex, masih berharap dapat menjadi donor putranya. "Tidak bisa, Rex." Dengan berat hati Dokter Liam menggeleng. "Pertama, golongan darahmu tak cocok. Dan, hasil tes juga menunjukkan bahwa pembuluh darah dan saluran empedumu lemah. Karena itulah, kami tidak bisa mengoperasimu. Apa ada anggota keluarga lain?" Dokter Liam menatap Rex penasaran. Samar-samar Rex menggeleng. "Bagaimana kalau kita akhirnya kita tidak bisa operasi Jovin, Dok?" ucap Rex yang memasang wajah khawatir setelah ia mendengar keterangan sang dokter. "Berapa sisa waktunya?" tanya pira ini lagi. Suaranya gemetar. "Aku tidak bisa memastikannya, Rex. Tapi kau harus cepat," terang Dokter Liam. Ia kemudian kembali masuk ke ruang operasi, meninggalkan Rex yang tercekat, diam membisu, dan terlihat shock. *** Selagi Rex shock di depan ruang operasi seorang diri, Rosella yang belum lama menerima uang dari Rex berjalan ke suatu tempat sementara pikirannya melayang pada perkataan Ayah Jovin itu tentang dirinya sewaktu ia memberinya uang. "Hey! Entah kau sakit atau tidak... Tapi apa dengan melompat ke tengah jalan dan memanfaatkan dirimu sebagai korban akan membuat orang lain iba?!" tanya Rex sinis sementara menatap Rosella nyalang. Yang ditanya hanya diam sambil menatapnya tak percaya. "Cobalah ikuti perkembangan zaman. Skema seperti itu sudah ketinggalan zaman. Berhentilah. Jangan hidup seperti itu!" bentak pria kaya raya ini lalu berlalu dari hadapan Rosella dengan wajah marah. "Hhhhhh...." Rosella menghela napas panjang. "Apa dia pikir aku ini penipu, huh?" katanya, menggerutu. Sekian detik berikutnya, ia sampai di tempat tujuannya—rumah kontrakannya. Saat Rosella akan masuk ke rumah kontrakannya, ia bertemu dengan seorang wanita yang tidak lain adalah pemilik kontrakannya, yang mengeluhkan dirinya yang harus pindah padahal belum lama ia tinggal di rumah kontrakan tersebut. "Apakah kau benar-benar harus pindah?" tanya si wanita tua berambut keriting pendek abu-abu ini. Azzura pun tersenyum dan mengangguk. "Astaga... Kau belum lama tinggal di sini. Kenapa mau pindah lagi?" keluhnya. "Maaf, Bu. Tapi ini masalah darurat," kata Rosella. Si wanita pemilik kontrakan lantas mengangguk, dan masuk ke rumahnya. Ia tidak bisa berbuat banyak jika memang itu sudah menjadi keputusan Rosella. Setelah itu, Rosella yang akan masuk ke rumah kontrakannya tiba-tiba dikejutkan oleh rentenir yang keluar dari dalam rumahnya. Melihat pria berpakaian serba hitam itu, Rosella mencoba menghindar. Tetapi saat akan berlari, anak buah si rentenir muncul sehingga mau tidak mau ia harus menghadap kembali pada renternir itu. "Rosella atau Rozetta... Long time no see." Si rentenir menyeringai saat menyapa Rosella yang terdiam di hadapannya, dan enggan menatapnya. "Hm, sulit sekali menemukanmu belakangan ini," cicitnya. "Bagaimana kau bisa menemukanku?" tanya Rosella sinis. "Itu tak penting. Yang penting kau tak bayar utang dan kabur dari kami," jawab si rentenir ketus. Seketika saja netra Rosella berkaca-kaca setelah mendengar penuturan si rentenir. "Aku sudah bayar jumlah yang seharusnya," katanya lugas meskipun suaranya gemetar. "Oh ya? Benarkah?" Si renternir dan anak buahnya terbahak-bahak di hadapan Rosella."Mari kita lihat...." tukas si rentenir pada Rosella. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Di dalam ponsel tersebut terdapat catatan utang yang diwariskan mendiang orang tua Rosella kepada putri tunggal mereka."Dengarkan aku baik-baik, Rosella. Kau punya bunga enam bulan dengan pokok utangnya jumlahnya 115 juta Won. Dan karena aku merasa kasihan kepadamu, jadi, aku kurangi 15 juta won menjadi hanya 100 juta Won saja." si rentenir menjelaskan dengan sangat runut. "Apakah kau mengerti?" tanyanya sinis. Dan kemudian, ia menyimpan ponselnya ke saku celananya. Rosella mendengus kasar dan membuang wajah ke arah lain sekilas usai mendengar penjelasan si rentenir padanya saat itu. "Apa katamu? 100 juta Won?" keluhnya sambil menatap si rentenir itu. "Aku tidak bisa bayar. Jadi, tolong minggir." Rosella meminta si rentenir memberinya jalan untuk masuk ke rumah. Tetapi, dengan tegas si rentenir menolak. "Apa?!" dengan mata melotot, si rentenir membentak Rosella. "Kau tak mau bayar
"Selamat siang, Tuan. Perkenalkan aku Rosella," ujar Rosella sesaat setelah Wendy meninggalkan ruangan. Ia memperkenalkan dirinya dengan sopan. Nada bicaranya ramah. Ia juga mengulas senyumnya meski saat itu sang Billionaire memunggunginya. Sayangnya, senyum manis yang mengembang di wajah Rosella tidak bertahan lama. Seketika saja wanita ini terkejut—matanya terbelalak dan jantungnya seakan ingin lepas.Tidak hanya itu, lutut Rosella juga terasa lemas sementara lidahnya keluh saat sang Billionaire berbalik, menoleh melihatnya. Ya, bagaimana mungkin Rosella bisa tidak terkejut dan mendadak lemas ketika ia tahu kepala rumah tangga di kediaman Keluarga Alba adalah pria yang sama yang membawanya ke Dream Medical Centre, dan menuduhnya penipu. Siapa lagi kalau bukan Rex. "Kau!" Setali tiga uang dengan Rosella, saat itu Rex juga terkejut. Matanya melotot dan dahinya berkerut saat ia melihat Rosella, wanita yang masuk ke mobilnya seperti seorang pencuri tetapi kini justru muncul di rumahn
Rosella yang bersikeras tidak ingin pergi, dan ingin Rex mempertimbangkan resume-nya lantas menjatuhkan tubuhnya ke lantai seperti orang pingsan. Sayangnya, Rex tetap tak terpengaruh dengan sikap Rosella. Pria tampan itu malah melipat kedua tangannya di depan dada, dan ia asik memperhatikan Rosella dari tempatnya berdiri. "Hey! Sedang apa kau?" Rex tersenyum smirk pada Rosella. "Percuma saja kau pura-pura pingsan begitu. Aku tetap dengan keputusanku. Jadi, cepat bangun dan pergi dari sini!" titah Alan, ketus. Namun Rosella tidak memberikan respon apapun kepada Rex. Bukan karena ia tidak berniat membalasnya, tapi karena kepalanya benar-benar sakit. Melihat Rosella bergeming, Rex lantas berjalan mendekatinya dan berkata, "Kalau kau terus diam seperti ini, maka jangan salahkan aku jika aku akan melakukan napas buatan kepadamu!" Akan tetapi, ancaman Rex itu tidak diindahkan oleh Rosella. Alhasil, Rex pun menempelkan bibirnya ke bibir Rosella dengan gentle dan tanpa ragu. Ane
"Hhhhh ...." Wendy menghela napas panjang. "Kak, sepertinya kau benar-benar tidak percaya padaku," ucap Wendy. Nadanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, mari Rosella, kita pergi." Wendy menatap Rosella. Rosella pun mengangguk lemah. Ia dan Wendy kemudian bangkit dari duduknya. Melihat Wendy kecewa atas keputusannya, Rex lantas berubah pikiran. "Siapa bilang kalian boleh pergi, padahal aku belum selesai bicara?" tanyanya, dingin. Yang ditanya menatapnya bingung. "Duduk," titah pria ini tegas. Wendy dan Rosella pun mengikuti perintahnya tanpa ragu. Lalu detik berikutnya, Rex mengatur napasnya dan menatap Rosella. "Aku dengar dari Wendy kalau kau menyelamatkan bocah laki-laki yang hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah ini. Apa itu benar? tanya Rex lembut kepada Rosella. Yang diajak bicara hanya mengangguk tegas. "Bocah itu namanya Jiro. Dia adalah putra bungsuku," aku pria ini. Pernyataan Rex itu kontan membuat mata Rosella terbelalak. Ia ter
Di ruang keluarga Keluarga Alba, Rosella melihat ada enam orang anak laki-laki bersama seorang wanita dewasa, berambut pendek abu-abu dan cantik. Wanita itu merupakan asistennya Rex—wanita yang bertemu dengan Rosella saat ia menyelamatkan Jiro, dan dalam perjalanan untuk wawancara di rumah Keluarga Alba. Nama wanita itu Rhea. "Rhea...." panggil Wendy saat melihat Rhea sedang duduk di antara enam orang anak laki-laki. Yang dipanggil lantas menoleh ke arahnya cepat, bangkit dari duduknya, dan ia lalu mengalihkan pandangannya pada Rosella yang berdiri di sampingnya. "Kenalkan...." Wendy menatap Rosella yang berdiri di sampingnya. "Ini Rosella—Tutor dan Pengasuh tinggal baru di rumah ini," terang Wendy pada asistennya Rex itu. Ia lalu menatap Rhea kembali. Rhea mengangguk mengerti. "Halo, Rosella. Aku Rhea—asisten Tuan Rex," terang Rhea, menyapa Rosella. Yang disapa mengangguk dan memperkenalkan dirinya. "Anak-anak tampan...." Rhea menatap keenam anak laki-laki yang tenga
Jawaban Rosella itu kontan membuat Wendy dan Rhea tersenyum bangga. Raut wajah mereka pun terlihat senang. Mengapa tidak? Menurut kedua wanita cantik itu, jawaban Rosella sangat masuk akal dan cukup bijaksana. Akan tetapi, hal berbeda justru ditunjukkan Mark, Riku dan Riyu, serta Chio dan Jovan. Kelima bocah laki-laki tampan dan cerdas itu terlihat kesal, tidak terima, bahkan marah kepada Rosella."Yaish!" Mark menggeram. Mata elangnya seakan ingin menerkam bahkan menghabisi Rosella hidup-hidup karena jawaban wanita itu. "Kau curang!!" hardik remaja tampan ini dengan wajah marah padam, sehingga Rosella tersentak."Hey! Kalau kau menjawab pertanyaan begitu saja curang, bagaimana kau akan melakukan tugas-tugas dan menyelesaikan tanggungjawabmu sebagai seorang Tutor dan Pengasuh kami?!" timpal Jovan kini, marah.Kontan Rosella terbelala, terkejut saat ia menatap Mark dan Jovan yang menganggap dirinya curang setelah menjawab pertanyaan dari Mark. Ya, bagaimana mungkin Rosell
Meskipun Wendy dan Rhea telah membela Rosella habis-habisan dengan mengungkit kebaikan yang ia miliki, tetapi semua anak laki-laki kecuali si bungsu, Jiro, tetap saja tidak menyukai Guru Rosella hanya karena mereka tidak menginginkan adanya seorang Tutor dan Pengasuh tinggal baru yang mengawasi mereka setiap saat.Ya, kelima anak laki-laki itu merasa lebih senang kalau mereka diberikan kebebasan serta tanggung jawab untuk melakukan apa yang mereka sukai dan juga minati. Bukan malah diperintah untuk selalu belajar dan dituntut supaya mendapat nilai terbaik dan menjadi juara kelas di sekolah.Mark, Jovan, Riku, Riyu, dan Chio, mereka berlima pada dasarnya adalah anak laki-laki yang senang belajar, membaca dan ujian. Namun sebagai pre-teens dan teens, tentu saja mereka juga butuh yang namanya bermain dan bersenang-senang, untuk mengusir penat, bosan bahkan juga mood buruk yang bisa datang kapan saja dan tanpa permisi.Sayangnya, bermain dan bersenang-senang hanya bisa dilak
"Meskipun anak-anak itu harus merasakan apa yang kurasakan. Lagi pula, mereka harus tahu seperti apa dan siapa keluarga mereka sebenarnya," sambungnya. "Perasaanku mengatakan bukan Rex atau Wendy orangnya. Mungkin anggota keluarga mereka yang lainnya," kata Joy pelan. "Bagaimana dengan istrinya Rex? Apa kau bertemu dengannya?" Rosella menggeleng. "Wendy tak menyinggungnya. Dan, aku juga tidak bertanya tentang itu. Mungkin nanti... Setelah beberapa hari aku tinggal di rumah itu, aku akan bertanya pada Wendy. Aku juga penasaran dengan sosok istrinya dan orangtuanya. Karena, yang aku tahu di rumah itu ada Rex, Wendy dan suaminya, orang tua mereka, dan tujuh orang anak laki-laki. Oh pembantu dan supir mereka juga tinggal di sana," beber Rosella. Setelah itu, ia dan Joy melanjutkan makan mereka sambil membicarakan banyak hal. *** Selagi Rosella dan Joy makan bersama di Pizzeria, Wendy yang berada di rumah keluarga Alba sedang duduk di halaman bel