"Selamat siang, Tuan. Perkenalkan aku Rosella," ujar Rosella sesaat setelah Wendy meninggalkan ruangan. Ia memperkenalkan dirinya dengan sopan. Nada bicaranya ramah. Ia juga mengulas senyumnya meski saat itu sang Billionaire memunggunginya.
Sayangnya, senyum manis yang mengembang di wajah Rosella tidak bertahan lama. Seketika saja wanita ini terkejut—matanya terbelalak dan jantungnya seakan ingin lepas. Tidak hanya itu, lutut Rosella juga terasa lemas sementara lidahnya keluh saat sang Billionaire berbalik, menoleh melihatnya. Ya, bagaimana mungkin Rosella bisa tidak terkejut dan mendadak lemas ketika ia tahu kepala rumah tangga di kediaman Keluarga Alba adalah pria yang sama yang membawanya ke Dream Medical Centre, dan menuduhnya penipu. Siapa lagi kalau bukan Rex. "Kau!" Setali tiga uang dengan Rosella, saat itu Rex juga terkejut. Matanya melotot dan dahinya berkerut saat ia melihat Rosella, wanita yang masuk ke mobilnya seperti seorang pencuri tetapi kini justru muncul di rumahnya. "Sedang apa kau di sini?!" tanya Rex, sinis. Sebenarnya, saat Rosella memperkenalkan dirinya, Rex sudah menduga kalau ia adalah Rosella yang sama, yang hampir ditabraknya beberapa saat lalu. Akan tetapi, Rex ragu. Ia juga berharap bahwa wanita yang berada di ruangan kerjanya saat itu bukanlah Rosella yang ia kenal. "Kenapa kau datang ke rumahku?!" Rex menatap Rosella tajam. Yang ditanya dan ditatap hanya membisu dengan mata terbelalak dan mulut yang sedikit terbuka. Mengapa tidak Rosella terbelalak, membisu, dan membeku? Karena ia jelas semakin terkejut, tidak percaya setelah mendengar kata 'rumahku' keluar dari mulut Rex. "Rumahku? Tunggu! Apa dia pemilik rumah ini? Jadi, dia kepala rumah tangga yang dimaksud Nyonya Wendy? Dia kepala rumah tangga di keluarga ini?" Rosella bertanya-tanya dalam benaknya. Melihat Rosella mematung dan membisu, Rex pun berkomentar dengan sinis, "Hey! Mengapa kau diam saja? Cepat jawab pertanyaanku. Kenapa kau kemari? Kenapa kau datang ke rumahku? Apakah kau sengaja mencariku? Apakah uang yang tadi kuberikan kepadamu kurang?" Masih dengan mata yang membola besar, Rosella menggeleng cepat. "Oh tidak! Tentu saja tidak!" jawabnya cepat. "Begini, Tuan, sebenarnya, aku kemari karena salah satu staf Kids Service mengatur wawancara kerja untukku. Untuk jadi tutor dan pengasuh tinggal," ungkap wanita ini terbata-bata. "Kids Service? Siapa?" Alan memasang raut wajah waspada saat bersitatap dengan Rosella yang berdiri dan gugup di hadapannya. Saking gugupnya, Rosella sampai menggenggam jemari tangannya. "Namanya Joy," aku Rosella sementara jantungnya berdegup kencang. "Joy?" Rex berpikir sejenak, mencoba mengingat sosok Joy yang dimaksud oleh Rosella. "Ooh... Joy, teman dekat adikku," kata pria ini, yang malah membuat kening Rosella berkerut dan raut wajahnya berubah jadi bingung. Melihat kebingungan di wajah Rosella itu, Rex kemudian menjelaskan. "Wanita yang membawamu kemari, dia adik perempuanku." Rosella yang baru saja mengetahui hubungan Joy dengan Wendy saat itu lantas mengangguk samar. "Apakah kau temannya Joy?" tanya Rex penasaran. Dengan cepat dan tegas Rosella mengangguk. "Ya Tuan. Aku teman dekatnya Joy," jawabnya. "Ini resumeku." Rosella mengulurkan sebuah map biru gelap ke arah Rex. Rex pun mengambil map itu dari tangan Rosella. Ia lalu membuka map itu, dan melihat isinya sekilas. Setelah itu, Rex membiarkan resume milik Rosella ditaruh di atas meja kerjanya. Setelah memberikan resumenya kepada Rex dan pria itu menerimanya, Rosella berpamitan pergi. Namun saat ia akan melangkah ke pintu keluar, Rex menahannya dengan pertanyaan sindiran. "Kau pasti menipu orang lain lagi dengan pura-pura tertabrak?" "Apa?" Rosella menatap Rex terkejut, tidak percaya. "Kenapa Tuan sampai berpikir begitu?" tanyanya bingung. Seketika saja Rex tersenyum miring. "Terlihat dari lututmu," jawab Rex datar. Yang diajak bicara hanya diam. Ia tidak berniat untuk memberi tahu Rex mengenai alasan sebenarnya mengapa lututnya bisa terluka. "Hey! Jika kau ingin terus menipu, lakukan dengan hati-hati. Tidak semua orang bisa kau tipu," imbuh Rex, ketus. "Tapi, Tuan, aku bukan penipu. Dan, aku tidak pernah menipu siapa pun—" "Baiklah. Aku mengerti," kata Rex saat memotong bicara Rosella cepat. "Sekarang kau pergilah dan jangan pernah kembali kemari. Aku tidak bisa mempekerjakan seorang penipu menjadi tutor sekaligus pengasuh tinggal untuk anak-anak di rumah ini," terangnya, yang membuat mulut Rosella seketika diam sementara hatinya marah. "Maaf, Tuan... Tapi aku benar-benar bukan penipu. Aku memang linglung saat tadi menyebrang jalan. Tetapi itu terjadi bukan karena aku sengaja melakukannya, dan ingin menabrakan diriku ke mobil orang lain hanya untuk mendapatkan sesuatu. Tidak! Aku tak sebodoh itu," tegas Rosella sambil menapa Rex tajam saat membela dirinya. "Jadi, Tuan, aku mohon padamu agar kau berkenan untuk mempertimbangkan resumeku," pintanya pelan. Ia mencoba menahan diri dari amarah yang meletup-letup di dalam dirinya. "Meskipun kau dan Joy berteman baik sementara Joy adalah teman dekat adikku, lantas apakah kau pikir aku akan mempercayai ucapanmu?" Rex tersenyum miring pada Rosella yang menatapnya penuh harap. "Kumohon, Tuan, tolong jangan salah paham dulu kepadaku. Kalau kau tak percaya dengan ucapanku, kau bisa bertanya tentang diriku langsung pada Joy. Dia pasti akan memberi tahumu semua hal tentangku. Karena, Joy dan aku berteman sejak kami SMA. Dan, Joy adalah salah satu staf terbaik di Kids Service. Jadi, mana mungkin dia merekomendasikan seorang penipu untuk menjadi tutor dan pengasuh tinggal," beber Rosella lugas meski saat ia bicara suaranya gemetar seperti sedang menahan tangis karena resume-nya ditolak oleh Rex. Sementara, Rosella sangat membutuhkan pekerjaan tambahan untuk bisa menjalani pengobatan, bertahan hidup dan melunasi semua utang mendiang orang tuanya. "Kalau memang benar kau bukan penipu, jelaskan kepadaku apa motivasimu ingin menjadi tutor dan pengasuh tinggal untuk enam orang anak laki-laki di rumah ini?" Rex bertanya. Nadanya sinis saat menganggap Rosella remeh. Rosella mengatur napasnya terlebih dahulu, lalu ia dengan jujur dan juga lugas menjelaskan pada Rex bahwa motivasinya bekerja sebagai tutor dan pengasuh tinggal karena ia membutuhkan uang untuk bertahan hidup, dan melunasi utang mendiang orang tuanya. "Hanya itu?" tanya Rex. Nadanya mengejek. Yang ditanya hanya mengangguk. "Kalau begitu pergilah dan jangan datang menemuiku lagi! Aku tidak akan pernah menjadikanmu tutor dan pengasuh tinggal," tegasnya. Ia tak merasa puas dengan jawaban Rosella. "Kenapa? Bukankah kau membuka lowongan kerja ini untuk memberi kesempatan bagi orang lain bertahan hidup?" Rosella menatap Rex bingung. "Nona, aku ini pengusaha. Jadi, aku tak mau rugi. Menerimamu sebagai tutor dan pengasuh tinggal tidak akan memberi keuntungan apapun kepadaku dan anak-anakku. Motivasimu tadi hanya menguntungkan dirimu saja," terang Rex ketus. "Aku tidak akan pernah menjual apapun kepada siapapun tanpa mendapatkan imbalan. Jadi, pergilah!" Dengan penuh penekanan Rex mengusir Rosella.Rosella yang bersikeras tidak ingin pergi, dan ingin Rex mempertimbangkan resume-nya lantas menjatuhkan tubuhnya ke lantai seperti orang pingsan. Sayangnya, Rex tetap tak terpengaruh dengan sikap Rosella. Pria tampan itu malah melipat kedua tangannya di depan dada, dan ia asik memperhatikan Rosella dari tempatnya berdiri. "Hey! Sedang apa kau?" Rex tersenyum smirk pada Rosella. "Percuma saja kau pura-pura pingsan begitu. Aku tetap dengan keputusanku. Jadi, cepat bangun dan pergi dari sini!" titah Alan, ketus. Namun Rosella tidak memberikan respon apapun kepada Rex. Bukan karena ia tidak berniat membalasnya, tapi karena kepalanya benar-benar sakit. Melihat Rosella bergeming, Rex lantas berjalan mendekatinya dan berkata, "Kalau kau terus diam seperti ini, maka jangan salahkan aku jika aku akan melakukan napas buatan kepadamu!" Akan tetapi, ancaman Rex itu tidak diindahkan oleh Rosella. Alhasil, Rex pun menempelkan bibirnya ke bibir Rosella dengan gentle dan tanpa ragu. Ane
"Hhhhh ...." Wendy menghela napas panjang. "Kak, sepertinya kau benar-benar tidak percaya padaku," ucap Wendy. Nadanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, mari Rosella, kita pergi." Wendy menatap Rosella. Rosella pun mengangguk lemah. Ia dan Wendy kemudian bangkit dari duduknya. Melihat Wendy kecewa atas keputusannya, Rex lantas berubah pikiran. "Siapa bilang kalian boleh pergi, padahal aku belum selesai bicara?" tanyanya, dingin. Yang ditanya menatapnya bingung. "Duduk," titah pria ini tegas. Wendy dan Rosella pun mengikuti perintahnya tanpa ragu. Lalu detik berikutnya, Rex mengatur napasnya dan menatap Rosella. "Aku dengar dari Wendy kalau kau menyelamatkan bocah laki-laki yang hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah ini. Apa itu benar? tanya Rex lembut kepada Rosella. Yang diajak bicara hanya mengangguk tegas. "Bocah itu namanya Jiro. Dia adalah putra bungsuku," aku pria ini. Pernyataan Rex itu kontan membuat mata Rosella terbelalak. Ia ter
Di ruang keluarga Keluarga Alba, Rosella melihat ada enam orang anak laki-laki bersama seorang wanita dewasa, berambut pendek abu-abu dan cantik. Wanita itu merupakan asistennya Rex—wanita yang bertemu dengan Rosella saat ia menyelamatkan Jiro, dan dalam perjalanan untuk wawancara di rumah Keluarga Alba. Nama wanita itu Rhea. "Rhea...." panggil Wendy saat melihat Rhea sedang duduk di antara enam orang anak laki-laki. Yang dipanggil lantas menoleh ke arahnya cepat, bangkit dari duduknya, dan ia lalu mengalihkan pandangannya pada Rosella yang berdiri di sampingnya. "Kenalkan...." Wendy menatap Rosella yang berdiri di sampingnya. "Ini Rosella—Tutor dan Pengasuh tinggal baru di rumah ini," terang Wendy pada asistennya Rex itu. Ia lalu menatap Rhea kembali. Rhea mengangguk mengerti. "Halo, Rosella. Aku Rhea—asisten Tuan Rex," terang Rhea, menyapa Rosella. Yang disapa mengangguk dan memperkenalkan dirinya. "Anak-anak tampan...." Rhea menatap keenam anak laki-laki yang tenga
Jawaban Rosella itu kontan membuat Wendy dan Rhea tersenyum bangga. Raut wajah mereka pun terlihat senang. Mengapa tidak? Menurut kedua wanita cantik itu, jawaban Rosella sangat masuk akal dan cukup bijaksana. Akan tetapi, hal berbeda justru ditunjukkan Mark, Riku dan Riyu, serta Chio dan Jovan. Kelima bocah laki-laki tampan dan cerdas itu terlihat kesal, tidak terima, bahkan marah kepada Rosella."Yaish!" Mark menggeram. Mata elangnya seakan ingin menerkam bahkan menghabisi Rosella hidup-hidup karena jawaban wanita itu. "Kau curang!!" hardik remaja tampan ini dengan wajah marah padam, sehingga Rosella tersentak."Hey! Kalau kau menjawab pertanyaan begitu saja curang, bagaimana kau akan melakukan tugas-tugas dan menyelesaikan tanggungjawabmu sebagai seorang Tutor dan Pengasuh kami?!" timpal Jovan kini, marah.Kontan Rosella terbelala, terkejut saat ia menatap Mark dan Jovan yang menganggap dirinya curang setelah menjawab pertanyaan dari Mark. Ya, bagaimana mungkin Rosell
Meskipun Wendy dan Rhea telah membela Rosella habis-habisan dengan mengungkit kebaikan yang ia miliki, tetapi semua anak laki-laki kecuali si bungsu, Jiro, tetap saja tidak menyukai Guru Rosella hanya karena mereka tidak menginginkan adanya seorang Tutor dan Pengasuh tinggal baru yang mengawasi mereka setiap saat.Ya, kelima anak laki-laki itu merasa lebih senang kalau mereka diberikan kebebasan serta tanggung jawab untuk melakukan apa yang mereka sukai dan juga minati. Bukan malah diperintah untuk selalu belajar dan dituntut supaya mendapat nilai terbaik dan menjadi juara kelas di sekolah.Mark, Jovan, Riku, Riyu, dan Chio, mereka berlima pada dasarnya adalah anak laki-laki yang senang belajar, membaca dan ujian. Namun sebagai pre-teens dan teens, tentu saja mereka juga butuh yang namanya bermain dan bersenang-senang, untuk mengusir penat, bosan bahkan juga mood buruk yang bisa datang kapan saja dan tanpa permisi.Sayangnya, bermain dan bersenang-senang hanya bisa dilak
"Meskipun anak-anak itu harus merasakan apa yang kurasakan. Lagi pula, mereka harus tahu seperti apa dan siapa keluarga mereka sebenarnya," sambungnya. "Perasaanku mengatakan bukan Rex atau Wendy orangnya. Mungkin anggota keluarga mereka yang lainnya," kata Joy pelan. "Bagaimana dengan istrinya Rex? Apa kau bertemu dengannya?" Rosella menggeleng. "Wendy tak menyinggungnya. Dan, aku juga tidak bertanya tentang itu. Mungkin nanti... Setelah beberapa hari aku tinggal di rumah itu, aku akan bertanya pada Wendy. Aku juga penasaran dengan sosok istrinya dan orangtuanya. Karena, yang aku tahu di rumah itu ada Rex, Wendy dan suaminya, orang tua mereka, dan tujuh orang anak laki-laki. Oh pembantu dan supir mereka juga tinggal di sana," beber Rosella. Setelah itu, ia dan Joy melanjutkan makan mereka sambil membicarakan banyak hal. *** Selagi Rosella dan Joy makan bersama di Pizzeria, Wendy yang berada di rumah keluarga Alba sedang duduk di halaman bel
"Guru Rosella, kau habis dari mana?" tanya Jovan. Nadanya lebih lembut dari beberapa saat lalu.Rosella yang mengira sikap Jovan mulai berubah menjadi lebih baik kepadanya lantas tersenyum. "Aku tadi pergi untuk mengambil barangku agar aku bisa pindah ke sini," jawab gadis ini.Jovan pun mengangguk mengerti. Ia lalu dengan canggung menawarkan bantukan pada Rosella. Bocah ini mengulurkan satu tangannya ke arah Rosella tanpa bicara.Melihat itu, kening Rosella lantas berkerut sedang netranya menatap Jovan bingung. "Ada apa, Jovan?" ujar wanita ini.Alih-alih menjawab pertanyaan tutor dan pengasuh barunya, Jovan justru menunjuk strap bahu sebelah kanan tas Rosella, dan kemudian beberapa kali mengetuk strap bahu tersebut dengan jari telunjuknya pelan."Apa yang kau lakukan?" tanya Rosella pada Jovan."Biar kubantu kau membawa barangmu ke kamar." Jovan tersenyum tipis pada tutor dan pengasuh barunya itu.Dengan tegas Rosella menggelengkan kepalanya. "Oh tak pe
Saat Jovan juga Jiro dan keempat sepupu mereka tertawa, Rosella yang berdiri di tepi kolam renang sambil menatap keenam bocah laki-laki tampan itu memicingkan matanya sementara kedua tangannya mengepal kuat, lalu wajahnya merah padam juga terasa panas, dan kepalanya seperti keluar asap."Bye-bye penyihir...." Jovan dan Mark melambaikan tangan pada Rosella. Lalu detik berikutnya, mereka masuk ke dalam rumah—meninggalkan Tutor dan Pengasuh baru mereka yang menggeram dengan menggertakan giginya sementara rahangnya mengeras saat ia melihat mereka melambaikan tangan kepadanya."Sampai jumpa, penyihir...." timpal Riku dan Riyu disertai dengan senyum mereka yang lebar. Anak kembar Wendy ini juga melambaikan tangan kepada Rosella, dan kemudian mereka menyusul Jovan juga Mark."Semangat, penyihir...." seru Jiro dan Chio kepada Rosella dengan senyum lebar dan raut wajah senang juga. Tampaknya duo bungsu ini menganggap sang Tutor dan Pengasuh baru itu sebagai taman bermain baru mer
Rosella memberitahu Chris tentang kesepakatan Park Hill. Ia mengambil file yang disimpan dan melampirkannya sebelum ia menghapus jejak informasi apa pun dari ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku. Rasa bersalah mulai menggerogoti Rosella.Rasa bersalah itu menyusup dari sekeliling Rosella. Rasa bersalah terhadap Rimba dan tidak bisa menjaga performanya. Rasa bersalah atas apa yang mungkin ia lakukan pada Hugo Kenyataan.Rex berkata dulu itu perusahaannya adalah milik ayahnya. Dan yang mengejutkan Rosella, bagian yang paling membuatnya merasa tidak enak adalah kenyataan bahwa ia mengkhianati Rex.Rosella seharusnya tidak merasa bersalah atas hal itu, tetapi ia merasa bersalah. Tidak peduli seberapa sering ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang membalas kematian Rimba, rasa bersalah itu tetap ada.Rosella meraih handuk untuk menyeka wajahnya. Satu-satunya saat rasa bersalah dan amarah itu tidak mencoba menguasainya adalah ketika Rex memeganginya. Kendali yan
Rosella menatap ke bawah ke set catur, dan jantungnya mulai berdebar. Ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat di pahanya, mencoba mencari tahu bagaimana ia akan keluar dari situasi ini. Rasa bersalah yang seharusnya tidak ia rasakan seketika menyerangnya. "Ini indah," Rosella mengakui, mengambil ratu dari Rex. "Kenapa Joy dan Chris harus meletakkan ini di resumeku yang dibuat-buat?" Rosella menggerutu dalam hati. Rosella sama sekali tidak tahu apa-apa tentang catur. Biasanya tidak butuh waktu lama bagi Rosella untuk mengingat sesuatu dengan ingatannya, tetapi dalam hal ini, ia sama sekali tidak tahu. Rosella harus mengalihkan perhatian Rex sehingga Rex tidak sadar kalau ia tidak tahu apa yang ia lakukan.Rosella bahkan tidak tahu nama separuh bidaknya, apalagi cara memainkannya. Rosella mencoba mencari di otaknya untuk melihat apakah ia dapat mengingat momen saat orang lain bermain di dekatnya. Kalau saja ia dapat mengingatnya, setidaknya ia dapat mengambil bebe
"Dokumen untuk kesepakatan Park Hill hampir selesai, dan aku akan mengirimkannya kepadamu sore ini. Kami memiliki beberapa petunjuk tentang SUV hitam yang kami incar. Polisi tidak banyak membantu, tetapi orang yang memiliki perusahaan teknologi di lantai atas, Maxim, sedang mengerjakan semacam pengenalan karakter. Aku tidak begitu memahaminya, tetapi dia berpikir bahwa dengan melapisi foto-foto dari CCTV dan membandingkan bentuk-bentuk piksel dengan basis data gambar, kita akan dapat mengidentifikasi pelat nomor SUV tersebut. Aku tidak berpikir itu dapat dilakukan, tetapi dia cukup yakin. Itu berarti kita seharusnya dapat kembali ke kantor sekitar minggu depan mungkin,” beber Cannor. “Tidak perlu terburu-buru,” kata Rex pada Connor. “Kita tidak terburu-buru.”“Kurang dari 24 jam yang lalu kau marah karena kita bekerja di rumah dan ingin mengembalikan hukuman rajam,” Cannor berteriak.“Aku lapar. Aku sudah lama tidak makan, dan emosiku menguasai diriku. Jangan terburu-bu
Rosella mengerang ketika merasakan batang Rex menekan pantatnya. Sementara, tangan Rex menyelinap untuk masuk ke dalam kemeja Rosella. Jari-jari Rex menelusuri perut Rosella hingga ia mencapai kancing celana panjangnya. Rex lalu menarik, melepaskan kancing sebelum mendorong celana Rosella ke bawah kakinya.“Apakah ini yang ada dalam pikiranmu? Ketika kau terus bicara, Rosella?” Kali ini ketika Rex menggerakkan tangannya ke perut Rosella, ia terus turun sampai ke antara kedua paha Rosella. Rosella menggigit bagian dalam pipinya ketika ia mendengar Rex mengeluarkan kutukan pelan di bawah napasnya. Rosella menutup matanya. Ia tidak yakin apakah itu malu atau bukan, tetapi tidak dapat disangkal sekarang bahwa ia terangsang. Celana dalamnya yang basah adalah semua bukti yang Rex butuhkan.“Jawab aku,” tuntut Rex. “Pergilah ke neraka.” Rosella menjerit kecil ketika tangan Rex turun ke pantatnya. Kejutan rasa sakit menghantamnya, entah bagaimana langsung menuju klitorisny
Rosella mengganggu. Rex tidak dapat melakukan apa pun karena ia berpikir apakah Rosella merasa hangat atau tidak cukup panas, apakah Rosella lapar atau ia harus pergi membeli makanan, apakah Rosella mengisap ujung penanya karena itu kebiasaan ataukah ia berfantasi tentang mulutnya di sekitar batangnya. Itu mungkin kebiasaan tapi sial, bibir Rosella akan terlihat sangat melar di atas batang Rex dengan gunung kembarnya keluar dan tangannya terkubur di antara kedua kakinya. Rex bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat Rosella mencapai klimaks usai perang dingin yang terjadi pada mereka belakangan ini. Apakah Rosella cepat panas atau butuh waktu untuk menyalakan apinya? Rex senang dengan kedua hal itu."Apakah ada sesuatu yang kau butuhkan?" tanya Connor. Rex terkejut mendengar suaranya. Ia benar-benar lupa bahwa ia sedang menelepon asistennya. "Maaf. Aku sedikit terganggu di sana. Begini, kita harus menyelesaikan urusan Mason. Dari tinjauanku, tampak
Rosella bersumpah Rex Alba tampak seperti akan menciumnya. Rex mendapati Rosella, ia mencondongkan tubuhnya ke arahnya seolah ia menginginkan ciuman itu. Perut Rosella mengeluarkan suara keroncongan keras, dan ia jadi tidak yakin apakah ia ingin mengutuknya atau berterima kasih padanya karena telah mengganggunya dan Rex, tetapi ia tersenyum."Ayo kita makan."Rosella menganggukkan kepala karena sepertinya ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Rex melepaskan tangannya dan meraih tangan Rosella untuk menuntunnya menyusuri lorong. Rosella belum sempat melihat sekeliling, yang jelas rumah terasa sepi. Jadi, ia yakin anak-anak telah tidur dan ia hanya melihat apa yang bisa ia lihat saat mereka berdua menuju dapur.Rumah Rex mengingatkan Rosella pada saat kali pertama ia datang ke rumah itu. Suasana rumah itu juga mengingatkan Rosella pada salah satu rumah mewah di suatu tempat. Semuanya serasi, dan kau bisa tahu tidak ada yang murah. Tetapi tidak ada sentuhan pribadi la
“Aku hanya makan malam denganmu,” jawab Rosella. “Dan menghabiskan malam denganku,” kata Rex. “Tidur akan menghabiskan banyak energi? Apa kau punya tempat tidur getar? Tunggu. Jangan jawab itu. Mari kita bicarakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan apa yang terjadi di kepalamu,” balas Rosella. Rex mengernyitkan wajah. “Bagaimana mungkin?”“Apa kau benar-benar bekerja di rumah?” Rosella bersikeras, mengganti topik pembicaraan.Rex mengangguk. “Ya.”“Maksudmu, apakah kau punya komputer dan sebagainya?” tanya Rosella, asal. Ia bergalak seolah ia tak pernah tinggal di rumah Rex. "Hhhhh...." Rex mendengus lemah. "Bukankah kau sudah pernah melihat komputer di rumah?" tanyanya pada Rosella. "Lagi pula, semua orang pasti punya komputer di rumah mereka?”Rosella menggeleng tegas. “Tidak. Komputer itu mahal.”Di lampu merah, Rosella menoleh untuk melihat Leila, salah satu karyawan di perusahaan Rex, dengan saksama. Ia menginap di motel jangka panjang
"Kau sangat mengganggu," akhirnya Rex berkata, memecah kesunyian. "Itu sebabnya aku tak peduli dengan penampilanmu. Tak peduli apa niatmu padaku sekarang. Tak peduli dengan kekecewaanmu. Aku ingin mengubah kesakitan ini. Aku ingin menebus kesalahanku, mantan istriku dan orang tuaku padamu dan Rimba. Aku ingin menajagmu. Kau telah mengambil semua perhatianku, Rosella." Rex menggeram di bagian terakhir saat pikiran Rosella membungkus apa yang Rex katakan. "Tapi—" Rosella tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun karena Rex mencengkeramnya. Rex menarik Rosella ke tubuhnya, dan mulutnya turun ke mulutnya. Untuk sesaat Rosella bersandar pada Rex, dan menikmati kehangatan juga kenyamanan tubuhnya. Ia membiarkan semua yang lain terlepas saat Rex mendorong lidahnya ke dalam mulutnya. Ketukan di pintu membuat Rosella melompat mundur. Semuanya membanjiri kembali padanya tentang kenyataan tentang siapa Rex Alba juga bagaimana orang tuanya. Dan seberapa banyak yan
Rex memaksakan pandangannya ke depan. “Aku mengatakannya. Kau tak mendengarkan. Ada seseorang yang berlarian memotong ban mobilku di dekat kantor, dan kita harus meningkatkan keamanan. Kau karyawan baru di kantor hari ini, jadi aku di sini untuk memastikan kau sampai di tempat kerja dengan aman dan tidak ditikam saat masuk. Itu akan buruk untuk bisnisku, dan agen tenaga kerja sementara mungkin akan berhenti mengirimiku orang,” jelas Rex pada Rosella. “Kau tahu siapa yang melakukannya?” tanya Rosella pada Rex pelan.“Tidak, tapi aku akan tahu pada akhir hari dan siapa pun yang bertanggung jawab akan membayar mahal.” Rex meretakkan buku-buku jarinya. Orang itu bisa saja menusuk Jovan, Jovin, Jiro atau Rosella, jadi saat ia menemukan mereka, tentu saja mereka akan tenggelam dalam kehancuran. "Tidak ada ampun."***Apakah Rex mempermainkannya? Pasti begitu pikir Rosella. Jika tidak, kenapa Rex ada di sini menjemputnya? Gadis yang bahkan tidak tahan melihatnya. Tetap saja, Rosella tidak y