Rosella yang bersikeras tidak ingin pergi, dan ingin Rex mempertimbangkan resume-nya lantas menjatuhkan tubuhnya ke lantai seperti orang pingsan.
Sayangnya, Rex tetap tak terpengaruh dengan sikap Rosella. Pria tampan itu malah melipat kedua tangannya di depan dada, dan ia asik memperhatikan Rosella dari tempatnya berdiri. "Hey! Sedang apa kau?" Rex tersenyum smirk pada Rosella. "Percuma saja kau pura-pura pingsan begitu. Aku tetap dengan keputusanku. Jadi, cepat bangun dan pergi dari sini!" titah Alan, ketus. Namun Rosella tidak memberikan respon apapun kepada Rex. Bukan karena ia tidak berniat membalasnya, tapi karena kepalanya benar-benar sakit. Melihat Rosella bergeming, Rex lantas berjalan mendekatinya dan berkata, "Kalau kau terus diam seperti ini, maka jangan salahkan aku jika aku akan melakukan napas buatan kepadamu!" Akan tetapi, ancaman Rex itu tidak diindahkan oleh Rosella. Alhasil, Rex pun menempelkan bibirnya ke bibir Rosella dengan gentle dan tanpa ragu. Anehnya, di waktu ini, Rosella tidak melindungi bibirnya dengan tangannya. Wanita itu malah menyambut baik bibir Rex di bibirnya. Sehingga, Rosella dan sang Billionaire tampan dan matang tersebut saling berbagi ciuman yang berlangsung hingga beberapa detik untuk pertama kalinya. Saat berciuman dengan Rex, lengan Rosella refleks mencengkeram erat lengan lelaki tampan rupawan dan matang itu. Hal itu kontan membuat Rex menjauhkan bibirnya dari bibir Rosella cepat. "Yaish!" Dengan kasar Rex mengumpat Rosella. Ia sangat kesal dengan tingkah Rosella yang menurutnya sangat kekanak-kanakkan. "Kau ini benar-benar penipu kelas kakap yang pandai berakting!" hardik Rex disertai dengan netranya yang menatap Rosella nyalang. Ia kemudian menarik paksa Rosella keluar dari ruangannya. Bersamaan dengan itu, Wendy datang membawa baki dengan minuman di atasnya untuk Rex juga Rosella, dan melihat keduanya sedang berdiri di depan pintu ruang kerja Rex. "Apakah wawancaranya sudah selesai?" Wendy menatap Rex dan Rosella silih berganti. "Sudah, Wen," jawab Rex singkat dan datar. "Jadi, Bagaimana, Kak? Apakah Rosella diterima?" Wendy menatap kakaknya penasaran. Alih-alih menjawab pertanyaan Wendy, Rex justru memberi mandat pada adiknya itu. "Wen, tolong bawakan kandidat calon tutor dan juga pengasuh tinggal lainnya kepadaku," katanya tegas—seolah ia tidak ingin sang adik menolak perintahnya. Seketika saja kening Wendy berkerut sementara ia menatap Rex bingung setelah mendengar penuturan pria yang menjadi kepala rumah tangga di kediaman Keluarga Alba. Wendy yang merasa bingung lantas bertanya pada Rex, apa itu artinya Rosella belum memenuhi syarat untuk menjadi seorang tutor dan pengasuh tinggal mereka. Dan, Rex dengan jelas dan cepat mengiyakan. Usai mendengar jawaban Rex, Wendy yang sejak awal menyukai Rosella kemudian mencoba bernegosiasi dengan Rex di ruang kerja pria itu. "Rosella, aku mohon tunggu di sini sebentar," pinta Wendy pada Rosella lembut. "Aku harus bicara berdua dengannya dulu," terangnya. Ia lalu mengarahkan pandangannya ke arah Rex. "Kak, ikut aku!" titah wanita ini pada sang kakak tegas. Yang diberi perintah mengekorinya masuk ke ruang kerjanya. "Jelaskan kepadaku, kenapa kau menolaknya, Kak?" tanya Wendy langsung pada Rex saat ia menatap lelaki di hadapannya itu dengan raut wajah kesal dan penasaran. "Hhhhh...." Rex menghela napas panjang. "Kurasa dia tidak cocok untuk menjadi tutor dan pengasuh tinggal kita," ucap sang Billionaire ini, yang justru membuat rasa kesal di hati Wendy kian bertambah kala ia mendengarnya. "Kenapa? Apa alasannya?" tanya Wendy. Nadanya terdengar heran. Yang ditanya hanya diam tanpa ekspresi apa pun. "Kak!" Wendy menggeram. "Kurasa kau salah menilainya. Kau harus membiarkannya bekerja di sini sebagai tutor dan pengasuh tinggal," imbuh tegas. Lebih tegas dari Rex. Ia seolah kepala rumah tangga yang tidak terbantahkan. Penuturan Wendy itu seketika saja membuat Rex menatap Wendy penasaran. "Apa kau mengenal Rosella secara pribadi dengan baik?" Rex menaikkan satu alisnya. Untuk sesaat Wendy diam, sementara ia berpikir sejenak. Memikirkan jawaban untuk pertanyaan kakaknya. Namun kemudian, Wendy berkedip dan dengan ragu-ragu ia menjawab, "Tidak juga, Kak. Tapi tadi aku diberi tahu asistenmu kalau Jiro hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah kita saat pulang dari sekolah. Tapi untunganya ada Rosella yang datang untuk wawancara hari ini, yang dengan berani dan tanpa ragu melompat ke depan mobil untuk menyelamatkan Jiro. Rosella yang tidak mengetahui bahwa Jiro adalah putra bungsumu langsung bergegas pergi. Padahal asistenmu berniat membawanya ke klinik untuk mengobati lututnya yang terluka setelah menyelamatkan Jiro. Tapi Rosella bilang dia sedang buru-buru karena ada janji wawancara. Dan saat itulah, Jiro dan asistenmu melihat Rosella mengarah masuk ke rumah kita. Dan kemudian, asistenmu berpikir kalau Rosella akan wawancara untuk pekerjaan tutor dan pengasuh tinggal di sini," ungkap Wendy, sangat runut. "Benarkah?" Rex menatap Wendy tak percaya. "Kak, apakah kau pikir asistenmu akan berbohong kepadamu? Jiro sendiri bahkan membenarkan ucapannya, dan mengatakan kalau dia tak terluka itu berkat Rosella." Wendy mengomel pada Rex. Bicaranya tegas dan ketus. Ia kemudian mengambil napas. "Kak, aku tahu kalau latar belakang dan pengalaman kerja sangat penting. Tapi, aku yakin Rosella itu seseorang yang dibutuhkan anak-anak di rumah ini, terutama ketiga putramu. Kau tahu, kak, betapa sulitnya menemukan seseorang yang rela mengorbankan nyawanya demi anak-anak di jaman sekarang," bebernya, yang membuat Rex kontan tertegun. "Kak, tidak ada yang perlu kau khawatirkan darinya. Joy sudah memberitahuku segalanya tentang Rosella. Dia orang yang sangat bertanggung jawab, setia, dan sangat menyukai anak-anak. Rosella memang tidak kuliah. Tapi prestasinya bagus selama SMA. Dia tidak hanya pintar, tapi dia juga baik. Aku dan Joy bisa jamin itu. Aku kenal Joy dan Kids Service dengan baik, Kak. Apa kau tidak percaya kepadaku?" imbuh Wendy. Raut wajah dan bicaranya benar-benar serius dan sungguh-sungguh. Rex yang sejak tadi membisu kini menghela napas panjang. "Bawa dia kemari," kata pria matang dan sangat mapan juga tampan rupawan, yang digilai banyak wanita di manapun ia berada. Mendengar itu, Wendy lantas mengangguk. Ia lalu memanggil Rosella yang masih berdiri di luar ruang kerja Rex. Sekian menit kemudian, Wendy kembali masuk ke ruang kerja Rex dengan Rosella di sisinya. Rex sebagai pemilik ruangan kemudian mempersilakan kedua wanita itu duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan. "Selain penipu kelas kakap, ternyata kau juga seorang penyihir," ucap Rex, ketus pada Rosella yang duduk berhadapan dengannya. "Apa kau pikir aku akan menerimamu bekerja di sini setelah mendengar cerita Wendy tentangmu?" tanyanya, dingin. Yang diajak bicara hanya diam sambil menatapnya bingung. Detik berikutnya, Rex mengarahkan pandangannya kepada Wendy. "Aku tidak akan membiarkan dia meracuni pikiran anak-anak—seperti dia meracuni pikiranmu, Wendy. Aku tidak percaya dia!" tegas Rex. Ia lalu bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju pintu keluar."Hhhhh ...." Wendy menghela napas panjang. "Kak, sepertinya kau benar-benar tidak percaya padaku," ucap Wendy. Nadanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, mari Rosella, kita pergi." Wendy menatap Rosella. Rosella pun mengangguk lemah. Ia dan Wendy kemudian bangkit dari duduknya. Melihat Wendy kecewa atas keputusannya, Rex lantas berubah pikiran. "Siapa bilang kalian boleh pergi, padahal aku belum selesai bicara?" tanyanya, dingin. Yang ditanya menatapnya bingung. "Duduk," titah pria ini tegas. Wendy dan Rosella pun mengikuti perintahnya tanpa ragu. Lalu detik berikutnya, Rex mengatur napasnya dan menatap Rosella. "Aku dengar dari Wendy kalau kau menyelamatkan bocah laki-laki yang hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah ini. Apa itu benar? tanya Rex lembut kepada Rosella. Yang diajak bicara hanya mengangguk tegas. "Bocah itu namanya Jiro. Dia adalah putra bungsuku," aku pria ini. Pernyataan Rex itu kontan membuat mata Rosella terbelalak. Ia ter
Di ruang keluarga Keluarga Alba, Rosella melihat ada enam orang anak laki-laki bersama seorang wanita dewasa, berambut pendek abu-abu dan cantik. Wanita itu merupakan asistennya Rex—wanita yang bertemu dengan Rosella saat ia menyelamatkan Jiro, dan dalam perjalanan untuk wawancara di rumah Keluarga Alba. Nama wanita itu Rhea. "Rhea...." panggil Wendy saat melihat Rhea sedang duduk di antara enam orang anak laki-laki. Yang dipanggil lantas menoleh ke arahnya cepat, bangkit dari duduknya, dan ia lalu mengalihkan pandangannya pada Rosella yang berdiri di sampingnya. "Kenalkan...." Wendy menatap Rosella yang berdiri di sampingnya. "Ini Rosella—Tutor dan Pengasuh tinggal baru di rumah ini," terang Wendy pada asistennya Rex itu. Ia lalu menatap Rhea kembali. Rhea mengangguk mengerti. "Halo, Rosella. Aku Rhea—asisten Tuan Rex," terang Rhea, menyapa Rosella. Yang disapa mengangguk dan memperkenalkan dirinya. "Anak-anak tampan...." Rhea menatap keenam anak laki-laki yang tenga
Jawaban Rosella itu kontan membuat Wendy dan Rhea tersenyum bangga. Raut wajah mereka pun terlihat senang. Mengapa tidak? Menurut kedua wanita cantik itu, jawaban Rosella sangat masuk akal dan cukup bijaksana. Akan tetapi, hal berbeda justru ditunjukkan Mark, Riku dan Riyu, serta Chio dan Jovan. Kelima bocah laki-laki tampan dan cerdas itu terlihat kesal, tidak terima, bahkan marah kepada Rosella."Yaish!" Mark menggeram. Mata elangnya seakan ingin menerkam bahkan menghabisi Rosella hidup-hidup karena jawaban wanita itu. "Kau curang!!" hardik remaja tampan ini dengan wajah marah padam, sehingga Rosella tersentak."Hey! Kalau kau menjawab pertanyaan begitu saja curang, bagaimana kau akan melakukan tugas-tugas dan menyelesaikan tanggungjawabmu sebagai seorang Tutor dan Pengasuh kami?!" timpal Jovan kini, marah.Kontan Rosella terbelala, terkejut saat ia menatap Mark dan Jovan yang menganggap dirinya curang setelah menjawab pertanyaan dari Mark. Ya, bagaimana mungkin Rosell
Meskipun Wendy dan Rhea telah membela Rosella habis-habisan dengan mengungkit kebaikan yang ia miliki, tetapi semua anak laki-laki kecuali si bungsu, Jiro, tetap saja tidak menyukai Guru Rosella hanya karena mereka tidak menginginkan adanya seorang Tutor dan Pengasuh tinggal baru yang mengawasi mereka setiap saat.Ya, kelima anak laki-laki itu merasa lebih senang kalau mereka diberikan kebebasan serta tanggung jawab untuk melakukan apa yang mereka sukai dan juga minati. Bukan malah diperintah untuk selalu belajar dan dituntut supaya mendapat nilai terbaik dan menjadi juara kelas di sekolah.Mark, Jovan, Riku, Riyu, dan Chio, mereka berlima pada dasarnya adalah anak laki-laki yang senang belajar, membaca dan ujian. Namun sebagai pre-teens dan teens, tentu saja mereka juga butuh yang namanya bermain dan bersenang-senang, untuk mengusir penat, bosan bahkan juga mood buruk yang bisa datang kapan saja dan tanpa permisi.Sayangnya, bermain dan bersenang-senang hanya bisa dilak
"Meskipun anak-anak itu harus merasakan apa yang kurasakan. Lagi pula, mereka harus tahu seperti apa dan siapa keluarga mereka sebenarnya," sambungnya. "Perasaanku mengatakan bukan Rex atau Wendy orangnya. Mungkin anggota keluarga mereka yang lainnya," kata Joy pelan. "Bagaimana dengan istrinya Rex? Apa kau bertemu dengannya?" Rosella menggeleng. "Wendy tak menyinggungnya. Dan, aku juga tidak bertanya tentang itu. Mungkin nanti... Setelah beberapa hari aku tinggal di rumah itu, aku akan bertanya pada Wendy. Aku juga penasaran dengan sosok istrinya dan orangtuanya. Karena, yang aku tahu di rumah itu ada Rex, Wendy dan suaminya, orang tua mereka, dan tujuh orang anak laki-laki. Oh pembantu dan supir mereka juga tinggal di sana," beber Rosella. Setelah itu, ia dan Joy melanjutkan makan mereka sambil membicarakan banyak hal. *** Selagi Rosella dan Joy makan bersama di Pizzeria, Wendy yang berada di rumah keluarga Alba sedang duduk di halaman bel
"Guru Rosella, kau habis dari mana?" tanya Jovan. Nadanya lebih lembut dari beberapa saat lalu.Rosella yang mengira sikap Jovan mulai berubah menjadi lebih baik kepadanya lantas tersenyum. "Aku tadi pergi untuk mengambil barangku agar aku bisa pindah ke sini," jawab gadis ini.Jovan pun mengangguk mengerti. Ia lalu dengan canggung menawarkan bantukan pada Rosella. Bocah ini mengulurkan satu tangannya ke arah Rosella tanpa bicara.Melihat itu, kening Rosella lantas berkerut sedang netranya menatap Jovan bingung. "Ada apa, Jovan?" ujar wanita ini.Alih-alih menjawab pertanyaan tutor dan pengasuh barunya, Jovan justru menunjuk strap bahu sebelah kanan tas Rosella, dan kemudian beberapa kali mengetuk strap bahu tersebut dengan jari telunjuknya pelan."Apa yang kau lakukan?" tanya Rosella pada Jovan."Biar kubantu kau membawa barangmu ke kamar." Jovan tersenyum tipis pada tutor dan pengasuh barunya itu.Dengan tegas Rosella menggelengkan kepalanya. "Oh tak pe
Saat Jovan juga Jiro dan keempat sepupu mereka tertawa, Rosella yang berdiri di tepi kolam renang sambil menatap keenam bocah laki-laki tampan itu memicingkan matanya sementara kedua tangannya mengepal kuat, lalu wajahnya merah padam juga terasa panas, dan kepalanya seperti keluar asap."Bye-bye penyihir...." Jovan dan Mark melambaikan tangan pada Rosella. Lalu detik berikutnya, mereka masuk ke dalam rumah—meninggalkan Tutor dan Pengasuh baru mereka yang menggeram dengan menggertakan giginya sementara rahangnya mengeras saat ia melihat mereka melambaikan tangan kepadanya."Sampai jumpa, penyihir...." timpal Riku dan Riyu disertai dengan senyum mereka yang lebar. Anak kembar Wendy ini juga melambaikan tangan kepada Rosella, dan kemudian mereka menyusul Jovan juga Mark."Semangat, penyihir...." seru Jiro dan Chio kepada Rosella dengan senyum lebar dan raut wajah senang juga. Tampaknya duo bungsu ini menganggap sang Tutor dan Pengasuh baru itu sebagai taman bermain baru mer
Untuk sesaat Rosella tercekat setelah mendengar penuturan si bungsu, Jiro. Namun kemudian, wanita 40an ini berkedip dan berdeham. "Beruang suka memakan anak kecil," ucap Rosella, mengulangi kalimat Jiro dengan nada rendah. Ia kemudian mengangguk mengerti dan tersenyum pada putra bungsu Rex itu. "Ya, aku mengerti. Beruang itu suka makan anak kecil. Pasti sangat menakutkan karena kau masih kecil. Lupakan perkataanku tadi. Maaf," jelasnya.Alih-alih menjawab permintaan maaf Rosella, Jiro justru mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Lalu ia sadar bahwa saat itu ia sedang berada di dapur. "Hhhhhh..." Jiro menghela napas. "Aku tidur berjalan lagi," katanya."Begitu rupanya." Sekali lagi, samar-samar Rosella mengangguk dan tersenyum. "Baiklah, di mana kamarmu? Aku akan mengantarmu ke kamar," terangnya pelan juga lembut dan dengan tenang. Tak ada raut wajah dan nada bicara kesal seperti beberapa saat sebelumnya."Di lantai atas. Tapi aku ingin bertemu dengan Ibu dulu," jawa
"Siapa yang membantumu melakukan ini?" tanya Rex. Rosella tidak menjawab. "Kau tidak akan menjawab pertanyaanku?" Rosella mengangkat bahu. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Semakin berat beban ini, semakin Rosella pikir Chris berbohong kepadanya tentang banyak hal. Rasa bersalah mulai mengganggu Rosella. Matanya berkaca-kaca. Ia memalingkan wajahnya, tidak ingin Rex melihatnya. "Aku pikir dia sedang membalas kematian Rimba, tapi yang dia lakukan hanyalah pekerjaan kotor untuk Chris. Bagaimana aku bisa begitu naif?" sesal Rosella dari dalam hatinya. Rosella mencoba mengendalikan diri saat mereka memasuki tempat Rex. Pintu tertutup dengan bunyi klik keras di belakang mereka. "Bagaimana kepalamu?" tanya Rex lagi. Rosella heran dengan Rex yang peduli padanya. Ia cukup yakin ia hanya di sini untuk semacam interogasi. Ia rasa mungkin ia harus meletakkan semua kartunya di atas meja. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Rimba. "Baik-baik saja," jawab Rose
Polisi itu melakukan apa yang Rex katakan dan meninggalkannya. Pergelangan tangan Rosella memiliki sedikit tanda merah di tempat borgol menggores kulitnya.“Polisi sialan,” gerutu Rex dan mencari-cari lotion. Ia menemukan sesuatu yang encer di kamar mandi dan mengisi telapak tangannya dengannya. Rex bergegas kembali ke samping tempat tidur dan mengoleskan krim ke pergelangan tangan dan lengan Rosella. Wanita itu merasa lemah dan rentan."Dia pasti kembali ke menara D1 dan tidak dapat menemukanku, jadi dia membunyikan alarm kebakaran. Dia bukan orang di balik kesepakatan Park Hill. Dia tidak akan berbohong kepadaku seperti itu. Dia tidak akan membiarkanku menyentuhnya, mencintainya, menghargainya jika yang ingin dia lakukan hanyalah membuatku bertekuk lutut...bukan?" kata Rex, bergumam. ***Suara bip adalah hal pertama yang Rosella dengar saat ia mulai terbangun. Semuanya kembali berhamburan seperti gelombang pasang yang menghantam udara keluar dari paru-parunya
"Rex di sini," gertak Rex di telepon."Rex, aku minta maaf—""Kau belum menemukannya?" Rex menyela.Connor mendesah. "Tidak. Kami masih mengerjakannya, tetapi aku harus memberitahumu bahwa kesepakatan Park Hill—""Connor, aku tidak peduli tentang kesepakatan Park Hill—"“Kita kalah,” kata Connor. Itu menarik perhatian Rex. “Tunggu, apa?”“Kita kalah,” ulang Connor. “Bagaimana kita bisa kalah? Kesepakatan sudah dilakukan. Tangan sudah berjabat tangan. Janji diberikan,” kata Rex, terkejut tidak percaya. “Kontrak tidak ditandatangani,” jelas Connor. “Kata-kata seseorang adalah miliknya—”“Bos, aku tahu. Tapi Joe Rees mendapat tawaran menit terakhir, dan itu sekitar dua persen lebih tinggi darimu, jadi dia menerimanya,” beber Connor. “Dua persen?”“Ya, aku tahu. Itu margin yang sangat kecil. Hampir seperti mereka tahu berapa banyak yang kau tawarkan dan kemudian menaikkannya cukup untuk membuat Rees membatalkannya.”“Itu men
"Apa yang coba kau katakan?" tanya Rosella pada Chris. "Jangan seperti anak kecil. Aku akan menunggu informasi lebih lanjut besok." Chris mengakhiri panggilan. Rosella menyeka pipinya, tidak menyadari bahwa ia mulai menangis. Rosella pikir bahwa ia harus keluar. Pergi. Tapi ke mana ia akan pergi? Ke mana pun lebih baik daripada penjara, ia rasa.Rosella memeriksa tasnya, memastikan setidaknya ia membawa dompet. Ia bisa meninggalkan semua yang lain. Ia berputar kembali saat matahari mulai terbenam. Ia yakin semua orang sudah menjauh dari pandangan sekarang. Bahkan Rex. Ia bertanya-tanya apakah Rex keluar mencarinya atau apakah Rex kembali ke rumah.Butuh waktu hampir satu jam untuk kembali; kaki Rosella mulai sakit. Satu-satunya cahaya datang dari bulan purnama saat ia mendekati gedung itu. Rosella memeriksa sekeliling gedung dan mencetak skor saat ia melihat kayu di atas celah yang kemungkinan akan mereka pasang pintu. Rosella menyelinap masuk, dan ia berkeliaran di tem
Rex berhenti sejenak karena Rosella kesal, yang membuatnya terkejut. Rex pikir mereka akan segera bertemu, tetapi cara Rosella menuduh Rex bersikap mencurigakan, membuatnya bertanya-tanya apakah Rosella atau seseorang yang ia kenal kehilangan uang dalam transaksi tanah spekulatif.“Tidak. Itu penting. Ada beberapa orang yang kacau dalam bisnis real estat dan jika ada seseorang yang menurutku tidak mampu, aku mencoba memperingatkan mereka. Tetapi banyak orang tidak menginginkan bantuan, Rosella. Seperti beberapa minggu atau bulan yang lalu, seseorang bunuh diri setelah menginvestasikan seluruh tabungan hidupnya dalam skema investasi untuk membeli properti hotel ini. Orang yang menjalankan skema itu tidak memiliki cukup uang untuk tawaran minimum. Alih-alih memberi tahu investornya, dia kabur membawa uangnya,” beber Rex. “Tempat ini? Yang sedang kita lihat?” Rosella berputar pelan di tengah lobi yang penuh debu. Kaca untuk unit ritel sedang dipasang, dan meja resepsionis marm
Rosella memberitahu Chris tentang kesepakatan Park Hill. Ia mengambil file yang disimpan dan melampirkannya sebelum ia menghapus jejak informasi apa pun dari ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku. Rasa bersalah mulai menggerogoti Rosella.Rasa bersalah itu menyusup dari sekeliling Rosella. Rasa bersalah terhadap Rimba dan tidak bisa menjaga performanya. Rasa bersalah atas apa yang mungkin ia lakukan pada Hugo Kenyataan.Rex berkata dulu itu perusahaannya adalah milik ayahnya. Dan yang mengejutkan Rosella, bagian yang paling membuatnya merasa tidak enak adalah kenyataan bahwa ia mengkhianati Rex.Rosella seharusnya tidak merasa bersalah atas hal itu, tetapi ia merasa bersalah. Tidak peduli seberapa sering ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang membalas kematian Rimba, rasa bersalah itu tetap ada.Rosella meraih handuk untuk menyeka wajahnya. Satu-satunya saat rasa bersalah dan amarah itu tidak mencoba menguasainya adalah ketika Rex memeganginya. Kendali yan
Rosella menatap ke bawah ke set catur, dan jantungnya mulai berdebar. Ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat di pahanya, mencoba mencari tahu bagaimana ia akan keluar dari situasi ini. Rasa bersalah yang seharusnya tidak ia rasakan seketika menyerangnya. "Ini indah," Rosella mengakui, mengambil ratu dari Rex. "Kenapa Joy dan Chris harus meletakkan ini di resumeku yang dibuat-buat?" Rosella menggerutu dalam hati. Rosella sama sekali tidak tahu apa-apa tentang catur. Biasanya tidak butuh waktu lama bagi Rosella untuk mengingat sesuatu dengan ingatannya, tetapi dalam hal ini, ia sama sekali tidak tahu. Rosella harus mengalihkan perhatian Rex sehingga Rex tidak sadar kalau ia tidak tahu apa yang ia lakukan.Rosella bahkan tidak tahu nama separuh bidaknya, apalagi cara memainkannya. Rosella mencoba mencari di otaknya untuk melihat apakah ia dapat mengingat momen saat orang lain bermain di dekatnya. Kalau saja ia dapat mengingatnya, setidaknya ia dapat mengambil bebe
"Dokumen untuk kesepakatan Park Hill hampir selesai, dan aku akan mengirimkannya kepadamu sore ini. Kami memiliki beberapa petunjuk tentang SUV hitam yang kami incar. Polisi tidak banyak membantu, tetapi orang yang memiliki perusahaan teknologi di lantai atas, Maxim, sedang mengerjakan semacam pengenalan karakter. Aku tidak begitu memahaminya, tetapi dia berpikir bahwa dengan melapisi foto-foto dari CCTV dan membandingkan bentuk-bentuk piksel dengan basis data gambar, kita akan dapat mengidentifikasi pelat nomor SUV tersebut. Aku tidak berpikir itu dapat dilakukan, tetapi dia cukup yakin. Itu berarti kita seharusnya dapat kembali ke kantor sekitar minggu depan mungkin,” beber Cannor. “Tidak perlu terburu-buru,” kata Rex pada Connor. “Kita tidak terburu-buru.”“Kurang dari 24 jam yang lalu kau marah karena kita bekerja di rumah dan ingin mengembalikan hukuman rajam,” Cannor berteriak.“Aku lapar. Aku sudah lama tidak makan, dan emosiku menguasai diriku. Jangan terburu-bu
Rosella mengerang ketika merasakan batang Rex menekan pantatnya. Sementara, tangan Rex menyelinap untuk masuk ke dalam kemeja Rosella. Jari-jari Rex menelusuri perut Rosella hingga ia mencapai kancing celana panjangnya. Rex lalu menarik, melepaskan kancing sebelum mendorong celana Rosella ke bawah kakinya.“Apakah ini yang ada dalam pikiranmu? Ketika kau terus bicara, Rosella?” Kali ini ketika Rex menggerakkan tangannya ke perut Rosella, ia terus turun sampai ke antara kedua paha Rosella. Rosella menggigit bagian dalam pipinya ketika ia mendengar Rex mengeluarkan kutukan pelan di bawah napasnya. Rosella menutup matanya. Ia tidak yakin apakah itu malu atau bukan, tetapi tidak dapat disangkal sekarang bahwa ia terangsang. Celana dalamnya yang basah adalah semua bukti yang Rex butuhkan.“Jawab aku,” tuntut Rex. “Pergilah ke neraka.” Rosella menjerit kecil ketika tangan Rex turun ke pantatnya. Kejutan rasa sakit menghantamnya, entah bagaimana langsung menuju klitorisny