Fairel berjalan menuju ruang tamu. Setelah beraliran di kampus, ternyata tubuhnya terasa pegal-pegal.
Fairel menghela, ia tidak menyadari kalau Gow sedang duduk di sana.
Deheman keras layaknya bariton membuat Fairel kaget hingga lompat.
"A-ayah?" tanya Fairel cengo.
"Kenapa kamu ngeliat ayah kayak ngeliat setan kayak gitu?" tanya Gow heran, ia membenarkan letak duduknya agar lebih nyaman.
"Maaf ayah, aku nggak maksud begitu." Fairel mencium punggung tangan Gow lembut.
Saat hendak ke kamar, Gow kembali memanggilnya.
"Rel sini, kamu udah makan?"
Fairel bingung antara harus jujur atau tidak. Bisa jadi, jika Fairel mengungkapkan kalau dirinya belum lapar, ternyata tidak ada temen nasi di sana.
Sebenarnya, Fairel belum pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini. Ini adalah yang pertama kali, dan itu membuat hati Fairel tersentuh.
"Belum, pasti. Kita makan bareng yuk. Biar ayah yang masak, kamu tolong ambil bah
"Mau ngapain pinjem hp?" tanya Wima setelah pria itu keluar dari kamar mandi. Dona cemberut, ia segera berdiri dan menyerahkan ponselnya kembali ke Wima."Nggak jadi. Makasih." Dona langsung keluar dari kamar Wima dengan keadaan kesal dan khawatir. Ia terus-terusan menghela nafas kasar, hingga Wima garuk-garuk kepala. Saat Dona keluar, Wima ikut memperhatikan punggung adiknya itu sampai masuk ke kamar. Wima heran, ia terus memutar matanya mencari alasan yang tepat. Namun, semakin Wima mencari alasan adiknya menjadi aneh, sebanyak itulah Wima jadi frustasi. Wima kembali menutup pintu kamarnya dan rebahan di kasur. Ia melihat log telepon, di sana ada nomor tidak terkenal, panggilan keluar tepatnya pukul sepuluh malam. Wima mendesah,"Apanya yang nggak jadi anjir? Ini udah dipake namanya!" Wima jadi sewot sendiri. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah adiknya yang seperti anak kecil itu."Anjrot! Pulsa gue habis! Dona!"
Fairel menyuapkan makanan masakan Bi Kian dengan lahap. Dari dulu, citra rasa Bi Kian tidak pernah berubah. Selalu terasa enak di lidah Fairel dan bikin nagih. Setelah semua makanannya habis, Fairel bergegas pergi. Ia sudah mengenakan hodie hitam, celana jeans dan topi berwarna senada. Ia bergegas ke kamar Gow sambil mengantongi obat yang diberikan Bi Kian. Agar Bi Kian tidak mencarinya atau mengganggu tujuannya hanya karena minum obat. Fairel pelan-pelan masuk ke kamar Gow. Ia tidak perlu khawatir soal cctv, karena walaupun rumah Fairel megah dan estetik, tetap saja tidak memiliki cctv, karena keamanan di sekitar pagar ketat. Kemungkinan, ada lima penjaga yang berjaga gerbang rumah bergantian. Fairel bergegas ke ruangan kerja ayahnya. Ia membuka laptop ayahnya dan mencari semua berkas tentang Dion. Fairel mengcopy semua foto yang Gow tangkap secara diam-diam ke sebuah flashdisk berisi 128 giga. Setelah itu, Fairel kembali memasukkan laptopnya
Fairel bersendawa, semua makanan yang dibawa oleh Meta sudah ludes dan masuk ke mulut Fairel. Meta bertepuk tangan heboh. Ia benar-benar bersyukur karena makanan yang dibelinya tidak habis atau dibuang sia-sia. "Sekarang minum obat." Fairel menggeleng, ia tidak mau minum obat. Fairel akan bertingkah sama seperti Dona memaksanya untuk minum obat. Hidup Fairel terlalu pahit. Jadi, jangan memaksanya untuk memakan obat yang sudah diketahui rasanya adalah pahit. "Minum, biar lo cepet sembuh." Meta mulai membuka kemasan obat tersebut. Untung saja Fairel gerak cepat, dan merampas obat tersebut dan memasukkannya ke laci nakas, lalu mengunci laci tersebut dan kemudian kuncinya Fairel sembunyikan di saku. Meta berdecak, ia tidak habis pikir dengan tingkah Fairel yang seperti anak kecil padahal umurnya sudah dewasa. Fairel bahkan sudah bisa mencari nafkah sendiri, di saat anak-anak kuliah yang lain masih mengandalkan uang orang tua.
"Saya, mau memutuskan pertunangan itu. Saya tidak bisa lagi memaksakan hidup anak saya atas semua yang saya inginkan."Gow mengaduk-aduk sedotan di dalam es lemonnya. Sepertinya, Gow memang sudah benar-benar berubah. Ia bahkan mengambil keputusan untuk memutuskan pertunangan sepihak itu."Kenapa?" tanya Dion heran. Ia kelabakan,"Bagaimana nasibnya saya? Kamu sudah tahu semua hal tentang perselingkuhan yang saya lakukan. Dan kamu, bahkan membantu saya menemukan wanita lain seperti Gelya."Fairel meremas jari-jemari tangannya. Ia tidak habis pikir bahwa ayahnya juga ikut andil dalam perselingkuhan Dion."Kamu yang memperkenalkan wanita-wanita itu Gow. Kamu harus menyadari kesalahan kamu."Gow tampak kegerahan, AC yang menyala tak cukup sejuk untuk mendinginkan suasana,"Saya cuman memperkenalkan. Kamu sendiri yang mengambil keputusan mau mengencani mereka atau tidak.""Saya tahu, kamu melakukan semua ini karena bisnis kamu gagal kan
"Non, nggak jadi?"Ergi yang sedang menyeruput kopi itu juga bergegas menghampiri Dona."Nggak Pak. Katanya Fairel nggak ada di rumah.""Loh, nggak ada di rumah? Yang kita lihat tadi itu, Den Fairel kok. Bapak tahu betul, tadi pagi dia keluar pake baju yang sama. Mobil yang dipakainya udah dimasukkin ke bagasi, mau bapak tunjukkin?"Ergi hendak membawa Dona untuk ikut ke bagasi, hanya saja Dona menolaknya. Ia tidak perlu mengetahui sampai sejauh itu. Jika memang Fairel ada di rumah, mungkin pria itu memang sedang tidak ingin menemuinya.Walau hatinya sakit, tetapi Dona harus bisa memahaminya. Karena nggak semua cerita harus diketahui oleh dirinya."Bi Kian bilang, yang datang tadi itu anaknya."Ergi tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Dona yang terdengar polos itu."Loh, bapak kenapa tertawa?" tanya Dona heran."Bi Kian nggak punya anak non. Suaminya itu mandul."Mulut Dona terbuka lebar. Gadis itu ber-oh ria
Dona diam-diam terus mengikuti Fairel dan mengintipnya. Dia sedang mengobrol bersama Loey dan Meta, terlihat begitu serius hingga dirinya penasaran. Dona akan dianggap tidak sopan jika langsung duduk di samping Meta. Tetapi, Dona ingin sekali mengobrol dengan Fairel, bagaimana caranya supaya Fairel mau berbicara dengannya. Bukan, bagaimana caranya agar Dona bisa bertemu Fairel saat ini. Pria itu tampak menghindarinya. "Kenapa lo di sini? Ke mana Dona?" tanya Meta dengan sedikit sewot. Sebenarnya ia sedang berduaan dengan Loey, hanya saja Fairel tiba-tiba datang dan merusak suasana. "Gue mau bicara penting sama Loey." Loey hampir tersedak mie ayam. Jarang-jarang seorang Fairel menemui Loey karena hal penting. Dulu, Loey bahkan tidak mengenal siapa itu Fairel. Sejak Gero memberikannya amanah, dia jadi mengenal Fairel perlahan-lahan. Meta memberikan segelas air putih, ia juga berdiri dan menghampiri Loey yang duduk di seberang, mengelusi
Angin yang berhembus seakan memberi tahu Fairel untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Fairel bukan pengecut, hanya saja dirinya sedang dalam masalah dan tidak bisa tetap diam, atau mengungkapkan. "Lo dulu suka sama gue kan Rel? Sekarang, saatnya gue yang ngungkapin. Gue bukan suka lagi sama lo, gue cinta sama lo." Fairel memejamkan mata, otomatis air mata yang ditahannya, mengalir deras bak air hujan. Kalimat yang selalu ditunggu oleh Fairel, kini rasanya terdengar sangat menyakitkan di hatinya. Ungkapan rasa cinta itu terdengar memilukan hingga membuat dadanya sesak. Ribuan kenangan serta foto-foto yang beredar tentang Dion bersama wanita lain, membuat jantungnya berdenyut nyeri. Sayangnya, sepertinya kita hanya boleh saling singgah saja sebentar. Mungkin, kita tidak diijinkan untuk bersama. Hingga pada akhirnya, bibir ini sama-sama terdiam. "Gue nggak suka sama lo." Suara yang dirindukan Dona menga
"Gue, enggak butuh bantuan lo."Suara dingin itu terdengar menggema diantara keheningan, dan menusuk hati Dona yang sepi.Dona tidak pernah berharap ucapan terimakasih dari Fairel, tetapi ucapan dia tadi sungguh menyakiti hatinya.Dona tahu, sekarang ia bukanlah siapa-siapa lagi bagi Fairel. Hanya saja ... melihatnya kalut seperti itu sama saja dengan musuh.Walaupun saling jauh, Dona tidak ingin bermusuhan. Jika bisa, Dona berharap Fairel akan menang perlombaan hari ini dan mendapatkan hadiah yang layak."Waktu gue nggak banyak. Kenapa lo buang-buang waktu gue gini dengan meluk? Lo pikir, gue bakal seneng gitu?" Fairel terkekeh kecil, kekehan yang terdengar sangat sinis dan tajam mengalahkan silet.Dona harus tahu diri. Dari dua kalimat yang dilontarkan Fairel, ia menyimpulkan hal seperti itu, bahwa Dona tidak tahu diri."Atau lo mau gue memberi tahu semua orang, kalau kemenangan Fairel itu ada campur tangan Dona-nya!"Cukup,