"Saya, mau memutuskan pertunangan itu. Saya tidak bisa lagi memaksakan hidup anak saya atas semua yang saya inginkan."
Gow mengaduk-aduk sedotan di dalam es lemonnya. Sepertinya, Gow memang sudah benar-benar berubah. Ia bahkan mengambil keputusan untuk memutuskan pertunangan sepihak itu.
"Kenapa?" tanya Dion heran. Ia kelabakan,
"Bagaimana nasibnya saya? Kamu sudah tahu semua hal tentang perselingkuhan yang saya lakukan. Dan kamu, bahkan membantu saya menemukan wanita lain seperti Gelya."Fairel meremas jari-jemari tangannya. Ia tidak habis pikir bahwa ayahnya juga ikut andil dalam perselingkuhan Dion.
"Kamu yang memperkenalkan wanita-wanita itu Gow. Kamu harus menyadari kesalahan kamu."
Gow tampak kegerahan, AC yang menyala tak cukup sejuk untuk mendinginkan suasana,
"Saya cuman memperkenalkan. Kamu sendiri yang mengambil keputusan mau mengencani mereka atau tidak.""Saya tahu, kamu melakukan semua ini karena bisnis kamu gagal kan
"Non, nggak jadi?"Ergi yang sedang menyeruput kopi itu juga bergegas menghampiri Dona."Nggak Pak. Katanya Fairel nggak ada di rumah.""Loh, nggak ada di rumah? Yang kita lihat tadi itu, Den Fairel kok. Bapak tahu betul, tadi pagi dia keluar pake baju yang sama. Mobil yang dipakainya udah dimasukkin ke bagasi, mau bapak tunjukkin?"Ergi hendak membawa Dona untuk ikut ke bagasi, hanya saja Dona menolaknya. Ia tidak perlu mengetahui sampai sejauh itu. Jika memang Fairel ada di rumah, mungkin pria itu memang sedang tidak ingin menemuinya.Walau hatinya sakit, tetapi Dona harus bisa memahaminya. Karena nggak semua cerita harus diketahui oleh dirinya."Bi Kian bilang, yang datang tadi itu anaknya."Ergi tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Dona yang terdengar polos itu."Loh, bapak kenapa tertawa?" tanya Dona heran."Bi Kian nggak punya anak non. Suaminya itu mandul."Mulut Dona terbuka lebar. Gadis itu ber-oh ria
Dona diam-diam terus mengikuti Fairel dan mengintipnya. Dia sedang mengobrol bersama Loey dan Meta, terlihat begitu serius hingga dirinya penasaran. Dona akan dianggap tidak sopan jika langsung duduk di samping Meta. Tetapi, Dona ingin sekali mengobrol dengan Fairel, bagaimana caranya supaya Fairel mau berbicara dengannya. Bukan, bagaimana caranya agar Dona bisa bertemu Fairel saat ini. Pria itu tampak menghindarinya. "Kenapa lo di sini? Ke mana Dona?" tanya Meta dengan sedikit sewot. Sebenarnya ia sedang berduaan dengan Loey, hanya saja Fairel tiba-tiba datang dan merusak suasana. "Gue mau bicara penting sama Loey." Loey hampir tersedak mie ayam. Jarang-jarang seorang Fairel menemui Loey karena hal penting. Dulu, Loey bahkan tidak mengenal siapa itu Fairel. Sejak Gero memberikannya amanah, dia jadi mengenal Fairel perlahan-lahan. Meta memberikan segelas air putih, ia juga berdiri dan menghampiri Loey yang duduk di seberang, mengelusi
Angin yang berhembus seakan memberi tahu Fairel untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Fairel bukan pengecut, hanya saja dirinya sedang dalam masalah dan tidak bisa tetap diam, atau mengungkapkan. "Lo dulu suka sama gue kan Rel? Sekarang, saatnya gue yang ngungkapin. Gue bukan suka lagi sama lo, gue cinta sama lo." Fairel memejamkan mata, otomatis air mata yang ditahannya, mengalir deras bak air hujan. Kalimat yang selalu ditunggu oleh Fairel, kini rasanya terdengar sangat menyakitkan di hatinya. Ungkapan rasa cinta itu terdengar memilukan hingga membuat dadanya sesak. Ribuan kenangan serta foto-foto yang beredar tentang Dion bersama wanita lain, membuat jantungnya berdenyut nyeri. Sayangnya, sepertinya kita hanya boleh saling singgah saja sebentar. Mungkin, kita tidak diijinkan untuk bersama. Hingga pada akhirnya, bibir ini sama-sama terdiam. "Gue nggak suka sama lo." Suara yang dirindukan Dona menga
"Gue, enggak butuh bantuan lo."Suara dingin itu terdengar menggema diantara keheningan, dan menusuk hati Dona yang sepi.Dona tidak pernah berharap ucapan terimakasih dari Fairel, tetapi ucapan dia tadi sungguh menyakiti hatinya.Dona tahu, sekarang ia bukanlah siapa-siapa lagi bagi Fairel. Hanya saja ... melihatnya kalut seperti itu sama saja dengan musuh.Walaupun saling jauh, Dona tidak ingin bermusuhan. Jika bisa, Dona berharap Fairel akan menang perlombaan hari ini dan mendapatkan hadiah yang layak."Waktu gue nggak banyak. Kenapa lo buang-buang waktu gue gini dengan meluk? Lo pikir, gue bakal seneng gitu?" Fairel terkekeh kecil, kekehan yang terdengar sangat sinis dan tajam mengalahkan silet.Dona harus tahu diri. Dari dua kalimat yang dilontarkan Fairel, ia menyimpulkan hal seperti itu, bahwa Dona tidak tahu diri."Atau lo mau gue memberi tahu semua orang, kalau kemenangan Fairel itu ada campur tangan Dona-nya!"Cukup,
Dona memegangi dadanya sebelah kiri sedari tadi. Ia tengah merasakan jantungnya yang berdegup sangat kencang. Dona sudah mendapatkan hasil tes DNAnya. Sekarang, ia berada di dalam mobil. Hasil tes itu tergeletak di samping Dona, tepatnya di kursi kemudi. Dona ingin segera membukanya, tetapi ia takut hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Dona tidak ingin membuka hasil tes ini sendirian. Sebenarnya, ia memiliki rencana untuk membuka hasil tesnya bersama dengan Meta. Hanya saja, dia pasti sedang sibuk merayakan kemenangan Fairel. Dona bisa pastikan, kalau Fairel bakalan menang hari ini. Dia akan mendapatkan hadiah sebagai juara satu. Dona tinggal menunggu kabar saja. Benar, selang sepuluh menit. Tubuh Dona terperanjat kaget ketika ponselnya berdering nyaring di dashboard. Dona segera mengambil ponsel tersebut, kemudian menekan tombol hijau dan menekan tombol pengeras suara. "Na? Lo di mana?" Itu Meta. Gadis itu panjang umurnya,
"Yaudah, gue pulang yah." Setelah menyadari, kalau langit telah berubah gelap. Dona bergegas untuk pulang. Perutnya sudah dijamu dan kenyang oleh pemilik rumah. Seperti biasa, selain ibunya, Meta membeli banyak makanan lewat online untuk mengisi perut yang keroncongan. Meta menghabiskan kurang lebih dua ratus ribu rupiah untuk sepuluh jenis makanan, dan semua itu sudah habis tak tersisa. Meta bahkan sampai tidak kuat berdiri. "Yaudah sana. Gue nggak bisa nganter. Perut gue megah banget." Ingin tertawa, tetapi Dona takut suara tawanya itu menjadi hal yang menyakitkan bagi Meta. Ia mengangguk sembari menggendong kembali ranselnya,"Yaudah, gue pulang dulu. Jangan lupa, kasihin surat itu hari ini juga." Meta hanya membentuk kedua jarinya seraya 'oke'. Ia bahkan tidak kuat untuk berbicara lagi. Diperkirakan, Meta akan memberitahu ayahnya Fairel malam ini. Dona bergegas pulang sendirian. Ia seperti tamu yang tak d
"Apaan sih?" Bukan marah, Meta malah tertawa terbahak-bahak melihat penampilan Fairel yang tidak seperti biasanya. Pria itu mengenakan samping kakeknya yang sudah puluhan tahun menganggur di bawah lemari. "Anjir, tumben-tumbenan lo pake sarung kakek lo? Habis ngapain?" tanya Meta heran. Ia bahkan mengecek dahi sahabatnya itu untuk mengetahui apakah dia sakit atau tidak. "Selimut gue robek." Fairel menjawab dengan suara sedih. "Kok bisa?" Fairel mengangkat bahunya,"Gue juga nggak tahu. Pas gue bangun, udah robek aja." Meta ngakak, ia menggeplak kepala Fairel guyon."Mangkanya, tidur tuh yang bener." Meta beralih menggenggam tangan Fairel,"Dah yok, ikut gue." Fairel gelagapan. Sarungnya melorot karena terus ditarik oleh Meta. Untung saja ia masih mengenakan pakaian yang lengkap."Mau ke mana?" "Mau bertemu kebahagiaan." Fairel terdiam. Ia tidak paham soal bertemu kebahagiaan yang diun
"Ayah, ngirim surat undangan itu ke rumah kita?" Tidak seperti biasanya, setelah bercerai dengan Dion. Dona tampak membenci ayahnya sendiri. Setiap kita sebagai keluarga menyebutkan nama Dion, Dona selalu berusaha bersikap masa bodo dan tidak mau dengar. "Bukan, ini dari temennya Kak Wima." "Iya, ayah nitipin kan lewat dia?" "Kenapa kamu sewot sih Dek?" Dona langsung terdiam mendengar bentakan kakaknya,"Kenapa ribet banget. Kita nggak usah datang. Udah gitu aja." Aliya-pun ikut mengambil jalan terbaik dengan merobek surat undangan itu menjadi serpihan kecil dan langsung ia buang ke tempat sampah. Semua kenangan tentang Dion harus Aliya buang jauh-jauh. Dion hanya menjadi bumerang saja dalam keluarga. Walau begitu, Aliya masih bisa melihat sikap baik Dion dengan melihat anak-anaknya yang sekarang tumbuh dewasa. Dona memilih pergi ke kamarnya. Ia perlu merapikan kamarnya dan membentang karpet karena kemungkinan Aliya belum se